
Impor Garam, Nasib Petani & Tumpang Tindih Aturan a La Jokowi
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
18 December 2018 08:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Polemik kebijakan impor garam memasuki babak baru. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk mengurangi kuota impor garam pada 2019 mendatang.
"Saya akan minta ke Mendag mengurangi kuota impornya. Saya akan minta melalui surat. Sesuai dengan jumlah produksi yang naik maka impor harus turun. [Garam] tidak boleh membanjiri pasar," ungkapnya di Jakarta, Senin (17/12/2018).
Sebelumnya, polemik impor garam sempat memanas pada akhir triwulan pertama tahun 2018 ini. Pasalnya, terdapat tumpang tindih regulasi setelah Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.
Dari regulasi itu, wewenang rekomendasi impor garam dialihkan dari KKP menjadi tugas Kementerian Perindustrian. Wewenang Kemenperin sebagai pemberi rekomendasi secara terang telah dijelaskan dalam Pasal 3 Ayat (2) tentang mekanisme pengendalian.
"Dalam hal Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong Industri, penetapan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan peraturan pemerintah ini diserahkan pelaksanaannya kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian," tulis PP itu.
Sedangkan untuk keputusan persetujuan impor komoditas perikanan dan pergaraman tetap menjadi kewenangan Kementerian Perdagangan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 6.
Disebutkan, persetujuan Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan untuk bahan baku dan bahan penolong Industri sesuai rekomendasi menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian setelah memenuhi persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di saat bersamaan, masih berlaku UU No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Dalam pasal 37 UU ini, disebut impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman, menteri terkait harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri.
Sementara dalam pasal 1, Menteri yang dimaksud adalah Menteri Kelautan dan Perikanan. Praktis, dalam poin ini terdapat tumpang tindih regulasi mengingat status UU yang secara konstitusional memiliki kekuatan lebih tinggi dibandingkan PP.
Susi pun ingin wewenangnya dalam memberikan rekomendasi impor garam dikembalikan.
"Kalau kita boleh mengatur seperti 2016, petaninya makmur, produksinya naik. Sekarang produksinya naik tapi harga kadang-kadang turun karena pelaku impor melaksanakan impor saat [petani domestik] panen," kata Susi.
Sejauh ini, dia menemukan persoalan yang timbul akibat volume garam berlebihan di saat produksi dalam negeri melimpah. Karena itu, dia ingin agar aspek produktivitas domestik ini menjadi pertimbangan utama pada 2019 mendatang dalam kebijakan impor garam.
"Kalau impornya dikembalikan menjadi 2,1 juta ton misalnya, pasti produksi naik terus. Nanti tahun depan kami ingin kurangi lagi jadi 1,7 juta ton. Kalau terus begitu, akan membangun kapasitas untuk swasembada. Kalau tidak, nanti tidak bisa terus meningkatkan kapasitas petani, karena harga tertekan terus," tegas Susi.
(prm) Next Article Susi 'Cium' Kapal Asing Beraksi Lagi, KKP Komentar Begini
"Saya akan minta ke Mendag mengurangi kuota impornya. Saya akan minta melalui surat. Sesuai dengan jumlah produksi yang naik maka impor harus turun. [Garam] tidak boleh membanjiri pasar," ungkapnya di Jakarta, Senin (17/12/2018).
Sebelumnya, polemik impor garam sempat memanas pada akhir triwulan pertama tahun 2018 ini. Pasalnya, terdapat tumpang tindih regulasi setelah Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.
"Dalam hal Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong Industri, penetapan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan peraturan pemerintah ini diserahkan pelaksanaannya kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian," tulis PP itu.
Sedangkan untuk keputusan persetujuan impor komoditas perikanan dan pergaraman tetap menjadi kewenangan Kementerian Perdagangan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 6.
Disebutkan, persetujuan Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan untuk bahan baku dan bahan penolong Industri sesuai rekomendasi menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian setelah memenuhi persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
![]() |
Sementara dalam pasal 1, Menteri yang dimaksud adalah Menteri Kelautan dan Perikanan. Praktis, dalam poin ini terdapat tumpang tindih regulasi mengingat status UU yang secara konstitusional memiliki kekuatan lebih tinggi dibandingkan PP.
Susi pun ingin wewenangnya dalam memberikan rekomendasi impor garam dikembalikan.
"Kalau kita boleh mengatur seperti 2016, petaninya makmur, produksinya naik. Sekarang produksinya naik tapi harga kadang-kadang turun karena pelaku impor melaksanakan impor saat [petani domestik] panen," kata Susi.
Sejauh ini, dia menemukan persoalan yang timbul akibat volume garam berlebihan di saat produksi dalam negeri melimpah. Karena itu, dia ingin agar aspek produktivitas domestik ini menjadi pertimbangan utama pada 2019 mendatang dalam kebijakan impor garam.
"Kalau impornya dikembalikan menjadi 2,1 juta ton misalnya, pasti produksi naik terus. Nanti tahun depan kami ingin kurangi lagi jadi 1,7 juta ton. Kalau terus begitu, akan membangun kapasitas untuk swasembada. Kalau tidak, nanti tidak bisa terus meningkatkan kapasitas petani, karena harga tertekan terus," tegas Susi.
(prm) Next Article Susi 'Cium' Kapal Asing Beraksi Lagi, KKP Komentar Begini
Most Popular