
Laporan Keuangan Masih Merah, AC Milan Terancam Sanksi Berat
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 December 2018 16:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Associazione Calcio Milan alias AC Milan adalah sebuah nama besar di jagat persepakbolaan. Juventus boleh menjadi penguasa Italia, tetapi klub Italia paling sukses di level Eropa adalah Rossoneri.
Milan mengoleksi 18 kali juara Serie A Italia. Lumayan jauh dibandingkan pencapaian Juventus yang sudah kepala 3.
Namun dalam hal gelar Piala/Liga Champions Eropa, Milan lebih digdaya ketimbang Si Nyonya Tua. Milan berhasil menjadi juara tujuh kali, hanya kalah dari Real Madrid dengan 13 gelar.
Juventus? Dua gelar saja.
Akan tetapi setelah juara Serie A pada musim 2010/2011, Milan mulai mengalami tren penurunan. Menjadi runner-up pada musim setelahnya, Milan melorot lagi ke peringkat 3 pada musim 2012/2013.
Kemudian pada musim 2013/2014, Milan hanya mampu finis di urutan ke-8. Bahkan pelatih kepala Massimiliano Allegri dipecat pada tengah musim, digantikan oleh Clearence Seedorf.
Lalu pada musim 2014/2015, posisi Milan semakin melorot ke rangking 10. Musim ini menjadi kali pertama sejak 1999 Milan gagal berpartisipasi di kompetisi antar-klub Eropa.
Pada musim 2015/2016, posisi Milan membaik dengan finis di urutan 7. Membaik memang, tapi peringkat 7 bukanlah habitat yang pantas bagi klub sebesar Milan.
Pada musim 2016/2017, peringkat Milan naik lagi ke posisi 6. Lagi-lagi belum pantas untuk Milan.
Musim lalu, Milan mempertahankan posisi dengan finis di peringkat 6. Milan pun berhak mendapatkan jatah bermain di Liga Europa, karena menjadi runner-up Copa Italia. Juventus, yang menjuarai Copa Italia, tentu memilih bermain di Liga Champions.
Termakan PHP Li Yonghong
Namun awalnya Milan tidak diperbolehkan ikut Europa League. Penyebabnya adalah Milan gagal memenuhi peraturan Federasi Sepakbola Eropa (UEFA) terkait Financial Fair Play (FFP).
UEFA mengharuskan klub tidak boleh besar pasak daripada tiang. Klub yang diketahui mengeluarkan duit lebih dari kemampuannya akan menghadapi sanksi, salah satunya dilarang ikut kompetisi antar-klub di Benua Biru.
Mengutip Calciomercato, Milan mengalami rugi bersih 75 juta euro pada musim 2017/2018. Musim sebelumnya, laporan keuangan Milan juga merah dengan rugi bersih 90 juta euro.
Mendapat vonis dilarang tampil di Europa League, Milan pun mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase untuk Olahraga (CAS). Hasilnya menggembirakan, Milan menang di tingkat banding dan vonis UEFA dicabut.
CAS menilai ada potensi perbaikan di Milan setelah pergantian pemilik. Ya, Milan termakan harapan palsu dari investor China bernama Li Yonghong.
Setelah menggelontorkan uang lebih dari 200 juta euro untuk merekrut banyak pemain, Li meninggalkan Milan dengan tumpukan utang.
Elliot Management, tempat Li mengambil utang, akhirnya merealisasikan haknya untuk menjadi pemilik Milan. Li memang meminjam uang dari Elliot dengan Milan sebagai jaminan. Milan yang tergadai akhirnya berganti pemilik.
Ancaman UEFA Datang Lagi
Milan lolos dari lubang jarum, tetapi gagal memanfaatkan berkah itu. Milan gagal lolos dari fase grup Europa League setelah kalah 3-1 di tangan Olympiacos Pireaeus (Yunani). Sudah keluar energi untuk banding dan berhasil ikut Europa League, tapi tertendang juga...
Nasib Milan kian apes kala UEFA kembali melayangkan ancaman. UEFA memberi waktu sampai 2021 kepada Milan untuk memperbaiki keuangannya. Kalau masih merah juga, maka Milan benar-benar tidak boleh ikut kompetisi antar-klub Eropa selama dua musim.
"AC Milan tidak diperbolehkan mengikuti kompetisi antar-klub yang diselenggarakan UEFA apabila lolos pada musim 2022/2023 dan 2023/2024 apabila klub tidak mencapai posisi impas (break-even) pada 30 Juni 2021," demikian pernyataan tertulis UEFA, seperti dikutip Reuters, Minggu (18/12/2018).
Tidak hanya di laporan keuangan, Milan juga masih harus memperbaiki kinerja di lapangan. Milan kini duduk di peringkat ke-4 klasemen sementara Serie A 2018/219 dengan poin 26, tertinggal 20 angka dari Juventus di puncak.
Dua pekerjaan rumah besar Milan, yaitu perbaikan keuangan dan penampilan di lapangan, bukan tugas yang mudah. Milan bisa diibaratkan memulai kembali semuanya dari nol.
Istana megah yang dibangun sejak era Dream Team pada akhir 1980-an sampai awal 1990-an kini sudah rubuh. Bukan tugas yang ringan untuk membangunnya kembali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Klub Masih Wait and See, Bursa Musim Dingin 'Adem'
Milan mengoleksi 18 kali juara Serie A Italia. Lumayan jauh dibandingkan pencapaian Juventus yang sudah kepala 3.
Namun dalam hal gelar Piala/Liga Champions Eropa, Milan lebih digdaya ketimbang Si Nyonya Tua. Milan berhasil menjadi juara tujuh kali, hanya kalah dari Real Madrid dengan 13 gelar.
Akan tetapi setelah juara Serie A pada musim 2010/2011, Milan mulai mengalami tren penurunan. Menjadi runner-up pada musim setelahnya, Milan melorot lagi ke peringkat 3 pada musim 2012/2013.
Kemudian pada musim 2013/2014, Milan hanya mampu finis di urutan ke-8. Bahkan pelatih kepala Massimiliano Allegri dipecat pada tengah musim, digantikan oleh Clearence Seedorf.
Lalu pada musim 2014/2015, posisi Milan semakin melorot ke rangking 10. Musim ini menjadi kali pertama sejak 1999 Milan gagal berpartisipasi di kompetisi antar-klub Eropa.
Pada musim 2015/2016, posisi Milan membaik dengan finis di urutan 7. Membaik memang, tapi peringkat 7 bukanlah habitat yang pantas bagi klub sebesar Milan.
Pada musim 2016/2017, peringkat Milan naik lagi ke posisi 6. Lagi-lagi belum pantas untuk Milan.
Musim lalu, Milan mempertahankan posisi dengan finis di peringkat 6. Milan pun berhak mendapatkan jatah bermain di Liga Europa, karena menjadi runner-up Copa Italia. Juventus, yang menjuarai Copa Italia, tentu memilih bermain di Liga Champions.
Termakan PHP Li Yonghong
Namun awalnya Milan tidak diperbolehkan ikut Europa League. Penyebabnya adalah Milan gagal memenuhi peraturan Federasi Sepakbola Eropa (UEFA) terkait Financial Fair Play (FFP).
UEFA mengharuskan klub tidak boleh besar pasak daripada tiang. Klub yang diketahui mengeluarkan duit lebih dari kemampuannya akan menghadapi sanksi, salah satunya dilarang ikut kompetisi antar-klub di Benua Biru.
Mengutip Calciomercato, Milan mengalami rugi bersih 75 juta euro pada musim 2017/2018. Musim sebelumnya, laporan keuangan Milan juga merah dengan rugi bersih 90 juta euro.
Mendapat vonis dilarang tampil di Europa League, Milan pun mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase untuk Olahraga (CAS). Hasilnya menggembirakan, Milan menang di tingkat banding dan vonis UEFA dicabut.
CAS menilai ada potensi perbaikan di Milan setelah pergantian pemilik. Ya, Milan termakan harapan palsu dari investor China bernama Li Yonghong.
Setelah menggelontorkan uang lebih dari 200 juta euro untuk merekrut banyak pemain, Li meninggalkan Milan dengan tumpukan utang.
Elliot Management, tempat Li mengambil utang, akhirnya merealisasikan haknya untuk menjadi pemilik Milan. Li memang meminjam uang dari Elliot dengan Milan sebagai jaminan. Milan yang tergadai akhirnya berganti pemilik.
Baca:AC Milan Tergadai |
Ancaman UEFA Datang Lagi
Milan lolos dari lubang jarum, tetapi gagal memanfaatkan berkah itu. Milan gagal lolos dari fase grup Europa League setelah kalah 3-1 di tangan Olympiacos Pireaeus (Yunani). Sudah keluar energi untuk banding dan berhasil ikut Europa League, tapi tertendang juga...
Nasib Milan kian apes kala UEFA kembali melayangkan ancaman. UEFA memberi waktu sampai 2021 kepada Milan untuk memperbaiki keuangannya. Kalau masih merah juga, maka Milan benar-benar tidak boleh ikut kompetisi antar-klub Eropa selama dua musim.
"AC Milan tidak diperbolehkan mengikuti kompetisi antar-klub yang diselenggarakan UEFA apabila lolos pada musim 2022/2023 dan 2023/2024 apabila klub tidak mencapai posisi impas (break-even) pada 30 Juni 2021," demikian pernyataan tertulis UEFA, seperti dikutip Reuters, Minggu (18/12/2018).
Tidak hanya di laporan keuangan, Milan juga masih harus memperbaiki kinerja di lapangan. Milan kini duduk di peringkat ke-4 klasemen sementara Serie A 2018/219 dengan poin 26, tertinggal 20 angka dari Juventus di puncak.
Dua pekerjaan rumah besar Milan, yaitu perbaikan keuangan dan penampilan di lapangan, bukan tugas yang mudah. Milan bisa diibaratkan memulai kembali semuanya dari nol.
Istana megah yang dibangun sejak era Dream Team pada akhir 1980-an sampai awal 1990-an kini sudah rubuh. Bukan tugas yang ringan untuk membangunnya kembali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Klub Masih Wait and See, Bursa Musim Dingin 'Adem'
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular