
Pungutan Ekspor Nol Jika Harga CPO di Bawah US$ 570/Ton
Iswari Anggit, CNBC Indonesia
05 December 2018 15:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memutuskan pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebesar US$ 0/ton. Kebijakan itu berlaku jika harga global CPO di bawah US$ 570/ton.
Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono, menjelaskan dasar penetapan patokan harga itu. Dia mengatakan kebijakan pungutan ekspor dinolkan menggunakan harga acuan US$ 500/ton, ditambah dengan US$ 70/ton setelah dilakukan konversi.
[Gambas:Video CNBC]
"US$ 500/ton dengan harga Mdex [Malaysia Derivative Exchange] setara dengan US$ 570/ton. Sekali lagi, kalau dikonversi ke harga referensi itu setara US$ 570/ton," ujarnya saat konferensi pers di Kemenko Perekonomian, Rabu (5/12/2018).
Susiwijono mengatakan seluruh pelaku usaha nasional di industri CPO menanti terbitnya peraturan ini. Sebab, jika tidak cepat terbit, maka mereka menahan ekspor.
"Kemarin kita keluarkan PMK 152, semoga hasilnya lebih positif, daya saing mulai bagus, dan harganya mulai naik."
Seperti diketahui, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/PMK.05/2018 berlaku sejak 4 Desember 2018. Pemerintah menolkan (US$ 0/ton) seluruh tarif pungutan ekspor apabila harga CPO internasional berada di bawah US$ 570/ton.
Sementara itu, jika harga berada di kisaran US$ 570 - US$ 619/ton, maka pungutan ekspor CPO menjadi US$ 25/ton. Adapun bila harga internasional sudah kembali normal di atas US$ 619/ton, pungutan ekspor CPO kembali ditetapkan US$ 50/ton.
Menko Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan saat ini memang ada perbedaan harga acuan CPO antara bursa derivative Malaysia dan Rotterdam CIF. Dia menuturkan harga berdasarkan Rotterdam CIF itu lebih mahal US$ 70/ton dibandingkan dengan bursa Malaysia.
(ray/miq) Next Article Pemerintah Intervensi Harga Sawit, Bagaimana Nasib Karet?
Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono, menjelaskan dasar penetapan patokan harga itu. Dia mengatakan kebijakan pungutan ekspor dinolkan menggunakan harga acuan US$ 500/ton, ditambah dengan US$ 70/ton setelah dilakukan konversi.
[Gambas:Video CNBC]
Susiwijono mengatakan seluruh pelaku usaha nasional di industri CPO menanti terbitnya peraturan ini. Sebab, jika tidak cepat terbit, maka mereka menahan ekspor.
"Kemarin kita keluarkan PMK 152, semoga hasilnya lebih positif, daya saing mulai bagus, dan harganya mulai naik."
Seperti diketahui, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/PMK.05/2018 berlaku sejak 4 Desember 2018. Pemerintah menolkan (US$ 0/ton) seluruh tarif pungutan ekspor apabila harga CPO internasional berada di bawah US$ 570/ton.
Sementara itu, jika harga berada di kisaran US$ 570 - US$ 619/ton, maka pungutan ekspor CPO menjadi US$ 25/ton. Adapun bila harga internasional sudah kembali normal di atas US$ 619/ton, pungutan ekspor CPO kembali ditetapkan US$ 50/ton.
Menko Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan saat ini memang ada perbedaan harga acuan CPO antara bursa derivative Malaysia dan Rotterdam CIF. Dia menuturkan harga berdasarkan Rotterdam CIF itu lebih mahal US$ 70/ton dibandingkan dengan bursa Malaysia.
(ray/miq) Next Article Pemerintah Intervensi Harga Sawit, Bagaimana Nasib Karet?
Most Popular