Mau Kerek Ekspor CPO, Apa Jurus Menko Darmin Cs?

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
05 February 2019 14:00
Pemerintah sedang berupaya mendorong peningkatan ekspor dalam jangka pendek.
Foto: Ilustrasi Kelapa Sawit (REUTERS/Luis Echeverria)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah sedang berupaya mendorong peningkatan ekspor dalam jangka pendek melalui penghapusan kewajiban LS (Laporan Surveyor) atas ekspor komoditas tertentu serta pengurangan larangan terbatas (lartas) ekspor.

Pada tahap awal, pemerintah telah mengidentifikasi empat kelompok komoditas ekspor yang akan dihapuskan kewajiban LS ekspornya, yakni produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya, gas yang diekspor melalui pipa, rotan setengah jadi, dan kayu log dari tanaman industri.

"Prinsipnya LS itu, kalau sebenarnya tidak diperlukan tapi dikenakan ya itu yang kita minta ditiadakan. Tapi kalau diperlukan misalnya untuk GSP (generalized system of preferences), itu pasti tidak akan kita hapus," ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution di kantornya, Senin (4/2/2019).

"Selain itu, produk yang tidak diwajibkan LS di negara importir tapi kita anggap produk ini perlu ada surveyor, misalnya kalau ada aturan mengenai ekspor tambang kadarnya sekian, itu kan presisi, tentu akan diberlakukan. Tapi kalau tidak perlu, untuk apa, itu kan cuma menambah biaya," lanjutnya.

Dokumen yang diperoleh CNBC Indonesia dari Kemenko Perekonomian menyebutkan, penghapusan kewajiban LS ekspor ini akan dilakukan secara selektif dan diterapkan secara bertahap.

Dijadwalkan pada awal Februari ini, penghapusan kewajiban LS akan diterapkan pada produk CPO dan turunannya serta produk gas yang diekspor melalui pipa, melalui revisi atas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 54 Tahun 2015 tentang Laporan Surveyor Kelapa Sawit, CPO dan Produk Turunannya.
Mau Kerek Ekspor CPO, Apa Jurus Menko Darmin Cs? Foto: Ist

Ditemui terpisah, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan Kemendag masih mendetailkan aturan teknis terkait sebelum menerbitkan revisi Permendag tersebut untuk mencegah timbulnya masalah dalam kegiatan ekspor di kemudian hari.

"Untuk CPO, jangan sampai ada yang tidak terpungut [pungutan ekspor], dll. Mekanismenya teknislah. Biar terdata lebih jelas. Sampai saat ini belum diputuskan, tapi mengarah ke sana, untuk sawit tidak akan diwajibkan LS-nya. Ekspor gas melalui pipa juga sudah OK," kata Oke.



Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono meminta pemerintah memperjelas laporan surveyor mana yang hendak dihapuskan kewajibannya.

"Kan ada macam-macam LS, seperti yang dibiayai APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara). Kalau untuk industri, ada atau tidak ada LS, kita tetap melakukan survei karena itu dokumen wajib untuk kita melakukan pembayaran pungutan, pajak, crosscheck kalau ada dispute dengan pihak pembeli, dll," kata Joko.

Joko menjelaskan, perusahaan eksportir sawit secara terpisah pun juga melengkapi LS karena seringkali diwajibkan oleh pihak pembeli di negara tujuan ekspor.

"Pihak pembeli menghendaki adanya LS karena itu dianggap sebagai independent verificator. Jadi sebenarnya dalam konteks perusahaan ada itu juga dan itu atas biaya kami. Perusahaan sekarang tetap melakukan itu karena itu persyaratan dari buyer," jelasnya.
Simak video terkait rencana Uni Eropa mengimplementasikan regulasi untuk kesepakatan renewable energy directive II di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article Pemerintah Intervensi Harga Sawit, Bagaimana Nasib Karet?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular