Cegah PHK Massal, Pengusaha CPO Minta Ini ke Jokowi

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
24 November 2018 17:12
harga CPO kontrak acuan di Bursa Derivatif Malaysia sudah amblas nyaris 20% sepanjang tahun ini (year to date).
Foto: Pekerja membongkar buah sawit dari sebuah truk di sebuah pabrik kelapa sawit di Salak Tinggi, di luar Kuala Lumpur 4 Agustus 2014. REUTERS / Samsul Said / File Photo
Jakarta, CNBC Indonesia - Industri sawit nasional saat ini tengah berada dalam posisi sulit akibat harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di pasar internasional yang terus jatuh sejak awal tahun.

Bagaimana tidak, harga CPO kontrak acuan di Bursa Derivatif Malaysia sudah amblas nyaris 20% sepanjang tahun ini (year to date).

Sempat menembus level MYR 2.600/ton pada awal Januari 2018, harga CPO kini harus susah payah bertahan di atas level MYR 2.000/ton. Pada penutupan perdagangan sesi I Rabu (21/11/2018), harga CPO bahkan sempat tergelincir ke  MYR 1.960/ton, pertama kalinya sejak awal September 2015.

Ketua bidang Ketenagakerjaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumarjono Saragih mengkhawatirkan potensi terjadinya lay-off atau pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri kelapa sawit apabila hal ini terus-menerus dibiarkan.

Dia mengungkapkan fakta yang ada di lapangan saat ini, di mana pekerjaan panen dan perawatan kebun sudah berkurang, bahkan ada yang berhenti.

"Stok CPO penuh di tangki-tangki karena tidak ada pembeli dan ditolak di pasar global," kata Sumarjono, Rabu (21/11/2018) lalu.

Jatuhnya harga CPO yang berkelanjutan ini paling memukul petani sawit di sektor hulu, terutama petani rakyat (mandiri) yang tidak bermitra dengan perusahaan sawit manapun. Harga beli Tandan Buah Segar (TBS) jatuh ke level Rp 880/kg, bahkan ada yang menyentuh Rp 600/kg di sentra produksi seperti Indragiri Hulu, Riau.

Menurutnya, solusi jangka pendek yang bisa diterapkan pemerintah dalam waktu cepat adalah dengan menghapus pungutan ekspor CPO demi mengangkat kembali harga komoditas ini.

Sebagai informasi, saat ini ekspor CPO dikenakan pungutan ekspor sebesar US$ 50/ton sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 114 Tahun 2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum BPDP-KS.

"Kita harapkan kalau itu dihilangkan bisa mengangkat harga. Nanti kalau harga CPO sudah bagus, bisa diterapkan lagi," jelas Sumarjono kepada CNBC Indonesia, Sabtu (24/11/2018).

Dia menjelaskan, dana pungutan ekspor produk sawit pada konsepnya memang dikelola demi industri sawit RI, yakni untuk subsidi biodiesel, peremajaan lahan sawit rakyat [replanting] serta riset dan pengembangan SDM. 

Oleh sebab itu, sudah seharusnya penerapan pungutan dilakukan secara fleksibel sesuai dengan kondisi terkini industri.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengaku telah mengusulkan hal ini ke Kemenko Perekonomian sejak tiga bulan lalu dan saat ini sedang dikaji bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto juga menyebutkan bahwa Malaysia telah menghapus pungutan ekspor CPO mereka sehingga membuat ekspor Negeri Jiran tersebut lebih kompetitif dibandingkan RI.

[Gambas:Video CNBC]
(roy) Next Article Harga Tender CPO Domestik Terjun Bebas

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular