
Massa Manik Buka-Bukaan Soal Kondisi BUMN dan Pertamina
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
22 November 2018 18:59

Jakarta, CNBC Indonesia- Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik buka-bukaan soal Pertamina ketika dirinya menjabat sebagai orang nomor 1 di direksi BUMN migas tersebut.
Ia menyebutkan, ketika menjadi Dirut Pertamina, dia mengalami beberapa hal yang menurutnya tidak perlu dilakukan dan buang-buang waktu. Misalnya, lanjut Elia, selama 13 bulan menjadi Dirut Pertamina, dirinya harus melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR sebanyak 37 kali, sangat berbeda ketika di sektor swasta, dirinya hanya tiga kali RDP dalam setahun.
Dengan rapat berpuluh-puluh kali itu, ia menilai hal itu menyita waktu kerjanya sebagai Dirut Pertamina. Padahal, jika mau rapat, cukup diwakili dengan kementerian terkait seperti Kementerian BUMN atau Kementerian ESDM.
"Terus kapan kerjanya tuh direksi? Ini satu hal kecil. Bisa diubah? Bisa kok. Itu satu aturan selesai kok, ngapain DPR panggil BUMN terus, kan ada kementerian, ya pihak kementerian dong yang ke sana, biar CEO-nya kerja. Dari dulu saya sudah bicara hal ini lho, bukan baru sekarang setelah tidak di Pertamina," ungkap Elia dalam paparannya di hadapan alumni ITB, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Lebih lanjut, Elia mengungkapkan, lambatnya komisaris Pertamina dalam menyetujui suatu hal. Ia menyebut, dirinya butuh waktu paling tidak tiga bulan untuk mendapat sebuah persetujuan.
"Komisaris makan gaji gede, bos. Saya minta approval saja bisa tiga bulan urus beginian," kata Elia.
Kendati demikian, Elia berpendapat, perbaikan di tubuh Pertamina bukan hal yang tidak bisa dilakukan. Hanya saja, untuk memperbaikinya, hal utama yang mesti dibenahi adalah memperbaiki kualitas orang-orang di dalamnya.
"Bisa diperbaiki. Baru ketiga itu aturan. Banyak yang bisa dilakukan terobosan asal banyak (orang) warasnya. Perlu bantuan politik," pungkas Elia.
(gus) Next Article Massa Manik Sebut Menteri Rini Terlalu Intervensi Pertamina
Ia menyebutkan, ketika menjadi Dirut Pertamina, dia mengalami beberapa hal yang menurutnya tidak perlu dilakukan dan buang-buang waktu. Misalnya, lanjut Elia, selama 13 bulan menjadi Dirut Pertamina, dirinya harus melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR sebanyak 37 kali, sangat berbeda ketika di sektor swasta, dirinya hanya tiga kali RDP dalam setahun.
"Terus kapan kerjanya tuh direksi? Ini satu hal kecil. Bisa diubah? Bisa kok. Itu satu aturan selesai kok, ngapain DPR panggil BUMN terus, kan ada kementerian, ya pihak kementerian dong yang ke sana, biar CEO-nya kerja. Dari dulu saya sudah bicara hal ini lho, bukan baru sekarang setelah tidak di Pertamina," ungkap Elia dalam paparannya di hadapan alumni ITB, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Lebih lanjut, Elia mengungkapkan, lambatnya komisaris Pertamina dalam menyetujui suatu hal. Ia menyebut, dirinya butuh waktu paling tidak tiga bulan untuk mendapat sebuah persetujuan.
"Komisaris makan gaji gede, bos. Saya minta approval saja bisa tiga bulan urus beginian," kata Elia.
Kendati demikian, Elia berpendapat, perbaikan di tubuh Pertamina bukan hal yang tidak bisa dilakukan. Hanya saja, untuk memperbaikinya, hal utama yang mesti dibenahi adalah memperbaiki kualitas orang-orang di dalamnya.
"Bisa diperbaiki. Baru ketiga itu aturan. Banyak yang bisa dilakukan terobosan asal banyak (orang) warasnya. Perlu bantuan politik," pungkas Elia.
(gus) Next Article Massa Manik Sebut Menteri Rini Terlalu Intervensi Pertamina
Most Popular