Kematian Paus Wakatobi & Ketidakjelasan Rencana Cukai Plastik

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
22 November 2018 12:52
Kasus kematian paus di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Senin (19/11/2018), menuai keprihatinan mendalam.
Foto: Bangkai paus yang terdampar di perairan Pulau Kapota, Wakatobi, Sulawesi Tenggara ( KARTIKA SUMOLANG/via REUTERS)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus kematian paus di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Senin (19/11/2018), menuai keprihatinan mendalam dari masyarakat Indonesia dan dunia.


Ini tak lepas dari temuan sampah plastik seberat 5,9 kilogram di dalam perut paus sepanjang 9,6 meter tersebut. Selepas peristiwa itu mencuat dalam pemberitaan wacana pengenaan tarif cukai plastik pun kembali mengemuka.

Salah satunya melalui petisi di laman change.org. Petisi itu ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Harapannya, pengenaan cukai dapat mengontrol penggunaan plastik agar tidak menjadi-jadi.



Namun, rencana pemerintah menerapkan tarif cukai plastik masih belum jelas. Bahkan, ada nuansa pesimistis kebijakan tersebut bisa diimplementasikan secara penuh tahun ini.

Kepala Sub Direktorat Humas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro mengemukakan, pembahasan rencana tersebut masih berkutat di tingkat panitia antar kementerian (PAK).

"Untuk saat ini, itu saja yang bisa kami sampaikan," kata Deni kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Kamis (22/11/2018).

[Gambas:Video CNBC]

PAK yang dibentuk pemerintah untuk merumuskan kebijakan pengenaan tarif cukai plastik terdiri dari Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Lingkungan Hidup.

Namun, berdasarkan informasi yang diterima CNBC Indonesia, Kementerian Perindustrian menjadi salah satu anggota PAK yang belum menyepakati penerapan cukai plastik.

Seperti diketahui, Kementerian Perindustrian memang menjadi salah satu pihak yang ingin agar rencana penerapan cukai plastik bisa dirumuskan secara komprehensif.

Bagi otoritas perindustrian, rencana Ditjen Bea dan Cukai mengenakan cukai plastik hanya akan memberikan beban bagi industri, yang pada akhirnya berdampak pada geliat industri nasional.

Tragedi Kematian Paus dan Ketidakjelasan Tarif Cukai PlastikFoto: Ilustrasi Sampah Plastik di Pantai (REUTERS/Thierry Gouegnon)


Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi beberapa waktu lalu mengemukakan, hasil koordinasi PAK telah mencetuskan pengenaan cukai plastik akan difokuskan kepada plastik kresek.

Ada beberapa ketentuan yang akan diterapkan, terutama dari sisi tarif, yakni pengenaan tarif cukai yang berbeda-beda sesuai dengan sejumlah ketentuan.

"Jadi kepada yang sudah ramah lingkungan, akan diberikan tarif lebih rendah dan bahkan dibebaskan. Sedangkan produsen yang tidak ramah, akan dibebankan tarif lebih tinggi," kata Heru.

Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo) menyebut pengenaan cukai terhadap plastik kresek hanya akan semakin memberatkan industri plastik hilir.

Pelaku industri mengaku, saat ini sudah dibebani tarif bea masuk 10% untuk bahan baku plastik seperti polipropilenia (PP) dan polietlena (PE) yang tertuang dalam PMK 19/2009.

Namun, hal tersebut tidak membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bergeming. Bendahara negara sadar betul, atas bahaya yang bisa ditimbulkan dari plastik. "Kami akan terus persiapkan mengenai cukai plastik itu karena memang evidence-nya semakin banyak, bahwa dampak negatifnya sudah dirasakan," tegasnya.

(miq/miq) Next Article Paus Mati Telan Plastik, Kapan Sri Mulyani Bertindak?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular