SMGR Caplok SMCB Saat Industri Semen Suram, Kenapa?

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
13 November 2018 16:55
Andalkan Kebangkitan Properti dan Performa Ekspor
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Hanya ada dua cara untuk mengatasi masalah oversuplai tersebut. Pertama, mengurangi produksi semen tanah air. Namun, di tengah tingkat utilitas yang rendah, justru kebijakan ini akan menambah kerugian produsen semen domestik.

Maka dari itu cara yang masuk akal adalah cara kedua, yakni meningkatkan permintaan semen. Industri semen harus banyak-banyak berharap sektor properti di tanah air bisa segera bangkit dan mengerek permintaan semen. Sektor properti memang terbilang jauh lebih penting dalam mendongkrak permintaan semen ketimbang sektor infrastruktur.

Pasalnya, penjualan semen kemasan/sak yang biasa digunakan untuk pembangunan hunian memberikan kontribusi sekitar 75% dari total penjualan semen. Sementara itu, semen curah yang biasa digunakan sebagai bahan baku proyek-proyek infrastruktur hanya berkontribusi sekitar 25%.

Sayangnya, kemungkinan strategi ini akan menemui hambatan. Pertengahan pekan ini, Bank Indonesia (BI) merilis data survei harga properti residensial di kuartal III-2018. Di pasar primer, harga properti residensial terindikasi melambat.

Hal itu tercermin dari pergerakan Indeks Harga Properti Residensial (IHRP) yang tumbuh 0,42% secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ) atau lebih lambat dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 0,76% QtQ.

Secara tahunan, pertumbuhan IHRP juga menurun dari semula 3,26% YoY di kuartal II-2018 menjadi 3,18% YoY di kuartal III-2018. Pertumbuhan IHRP di kuartal III-2018 itu juga masih lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di periode yang sama tahun lalu sebesar 3,32% YoY.



Adanya perlambatan IHRP tidak lepas dari volume penjualan properti yang melambat cukup signifikan. Pada kuartal III-2018, penjualan properti terkontraksi alias minus 14,14% QtQ, atau lebih rendah dibandingkan kuartal II-2018 sebesar -0,08% QtQ.

"Sebagian besar responden berpendapat bahwa faktor utama yang menyebabkan penurunan penjualan rumah pada triwulan III-2018 adalah penurunan permintaan konsumen, terbatasnya penawaran perumahan dari responden, suku bunga KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang dianggap masih tinggi, dan harga rumah yang kurang terjangkau oleh konsumen," tulis BI pada laporannya.

Khusus untuk peningkatan suku bunga KPR, nampaknya hal ini tidak lepas dari kenaikan suku bunga oleh acuan oleh BI hingga 150 basis poin (bps) di tahun ini (dari 4,25% menjadi 5,25%). 

Oleh karena itu, nampaknya industri semen sekarang bisa berharap pada relaksasi BI berupa pelonggaran ketentuan uang muka alias loan to value (LTV). Untuk rumah tapak dengan luas di atas 70 meter persegi misalnya, pembeli pertama yang sebelumnya diwajibkan membayar uang muka senilai 10-15% kini dibebaskan dari kewajiban membayar uang muka (0%).

Apabila kebijakan BI untuk melonggarkan LTV tersebut dapat berjalan dengan maksimal, masih ada harapan bahwa sektor properti akan bangkit.

Salah satu siasat lainnya untuk mengatasi oversuplai semen adalah dengan memperkuat pasar ekspor ke luar negeri. Di sepanjang tahun 2017, volume ekspor semen Indonesia “hanya” sekitar 3,41 juta ton, atau hanya sekitar 3% dari kapasitas terpasang produksi nasional di tahun lalu. Lima besar tujuan utama Indonesia adalah Sri Lanka, Australia, Bangladesh, Filipina, dan Timor Leste.



Oleh karena itu, Indonesia masih punya ruang untuk menggenjot volume eskpor komoditas semen, termasuk memperluas pasar tujuan. Berita baiknya, berdasarkan data ASI, eskpor semen RI di periode Januari-September 2018 melesat 103,8% YoY ke 4,11 juta ton.

Meski capaian itu patut dipuji, tapi jangan lupa jumlah itu bahkan tidak sampai dari 4% kapasitas terpasang produksi nasional di tahun 2017. Atau apabila dibandingkan penjualan domestik, porsinya baru sekitar 6%. Masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang harus dikerjakan.

Beberapa negara tujuan lain yang bisa diprospek adalah Benua Eropa (Belanda dan Prancis), Nepal, dan Hong Kong. Beberapa negara tersebut menjadi salah satu importir semen terbesar di dunia pada tahun 2017.

Ekspor semen RI ke Belanda dan Prancis bisa dibilang masih amat minim pada tahun 2017, total ekspor ke pasangan itu bahkan tidak sampai 1 ton. Untuk ke Nepal, RI sama sekali tidak mengekspor semen pada tahun lalu. Adapun ekspor semen RI ke Hong Kong “hanya” sebesar 6.500 ton di periode yang sama.

Mengutip riset Fitch Ratings, salah satu tantangan utama RI untuk memperluas jaringan ekspor adalah kondisi oversuplai yang sebenarnya terjadi di negara produsen lainnya, yakni Thailand dan Vietnam. Oleh karena itu, RI harus berlomba-lomba dalam menjual semen domestik. Kualitas semen dalam negeri yang punya daya saing, mutlak harus dicapai.

(TIM RISET CNBC INDONESIA) (RHG/hps)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular