Ini 5 Faktor Penyebab RI Terus-Terusan Defisit Migas

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
13 November 2018 15:51
defisit migas bikin CAD RI jebol, ini 5 sebabnya
Foto: CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara
Jakarta, CNBC Indonesia- Seperti tak ada obatnya, defisit migas masih terus-menerus terjadi, yang berimbas pada defisit transaksi berjalan yang terus membengkak.

Pengamat energi Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, defisit migas pada dasarnya sudah masalah struktural, akut, dan terjadinya sudah sejak lama. Menurutnya, tidak perlu kaget karena defisit itu memang masih akan terus terjadi, tidak akan hilang atau menjadi positif dalam waktu singkat hanya karena kebijakan tertentu. 



"Defisit kita sekarang ini hanya akan membesar atau mengecil, terutama dipengaruhi pergerakan harga minyak. Ketika harga tinggi, defisit membesar, ketika harga turun defisit mengecil. Tapi tetap sama-sama defisit.," terang Pri Agung kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Selasa (13/11/2018).

Ia pun menyebutkan, ada lima faktor yang membuat defisit migas masih terus terjadi, yakni;

1. Permasalahan mendasar di sektor hulu migas yang belum dibenahi, misalnya produksi yang terus turun.
2. Tidak ada penambahan kapasitas kilang di midstream, sehingga impor BBM makin besar
3. Di hilir, harga BBM yang tidak dinaikkan, sehingga mendorong peningkatan konsumsi. Ini bakal mengakibatkan impor migas makin tinggi dan defisit menggunung. 
4. Naiknya harga minyak dunia
5. Kurs rupiah terhadap dolar AS juga cenderung terus melemah

"Nomor 1-3 itu permasalahan mendasar di sektor hulu migas yang mestinya ditangani secara struktural, fundamental dan serius oleh pemerintah," ujarnya.

Kondisi yang sudah berlarut dan terjadi struktural di sektor migas RI menurutnya tak pernah dibenahi sungguh-sungguh, solusi yang dicari biasanya solusi instan. 

"Defisitnya tidak diatasi sungguh-sungguh, sudah lama kan itu, sejak 2004 Indonesia sudah jadi nett importir minyak. Sejak 2011 kita juga sudah selalu negatif dalma neraca perdagangan migasnya. Kalau tidak diatas sungguh-sungguh, ya makin lama akan makin besar pasti, seperti sekarang ini," kata Pri. 

"Solusi sebenarnya benahi sektor migas secara mendasar, baik di hulu maupun di hilir."

Ia menilai, solusi perbaikan neraca perdagangan migas tidak sekedar dengan mendorong kebijakan seperti gross split, dan untuk sektor hilir, kebijakan harga bbm jangan dipolitisir. Pri Agung berpendapat, solusi-solusi yang ditawarkan sekarang ini, seperti B20, membeli minyak KKKS, itu cenderung reaktif saja. 

"Apa tidak ada manfaatnya? Tentu ada, tapi terbatas dan tidak akan cukup menutup defisit neraca perdagangan migas yang ada," pungkasnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan kuartal III-2018 sebesar US$ 8,8 miliar. "Peningkatan defisit neraca transaksi berjalan dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa," tulis BI dalam keterangannya seperti dikutip CNBC Indonesia, Jumat (9/11/2018).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, defisit yang disumbang oleh sektor migas sejak Januari hingga September mencapai US$ 9,37 miliar atau setara Rp 142 triliun. Jumlah ini naik signifikan dibanding capaian di periode serupa tahun lalu, yang hanya mencapai US$ 5,87 miliar.

Secara keseluruhan, defisit impor migas Januari-September 2018 naik 59% dibanding periode serupa di 2017.


(gus) Next Article Jonan: Defisit Dagang Migas Bukan Cuma di Zaman Jokowi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular