Defisit Migas RI Tinggi, Jonan: Ini Modal Pembangunan

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
23 October 2018 14:13
Jonan menilai impor migas yang tinggi jadi tanda positif pertumbuhan ekonomi
Foto: Ignasius Jonan (CNBC Indonesia/Anastasia Arvirianty)
Jakarta, CNBC Indonesia- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan buka suara soal impor migas yang tinggi dan kerap jadi biang kerok defisit neraca perdagangan RI.

Dalam wawancara khusus bersama CNBC Indonesia, Jonan memaparkan bahwa impor migas berbeda dengan impor komoditas lainnya. "Ini komponen produksi bukan konsumsi," kata Jonan di kantornya, Selasa (23/10/2018).



Ia menjelaskan negara ini impor migas dan bbm bukan untuk diminum, namun sebagai bahan bakar kegiatan ekonomi. Permintaan yang tinggi atas bahan bakar tandanya terdapat pertumbuhan ekonomi. "Minyak dan gas digunakan sebagai modal pembangunan, bukan komoditas ekspor semata," tambahnya.

Malah, Jonan mempertanyakan, industri besar lain yang kontribusi ekspornya tidak meningkat sebesar industrinya. Padahal, industri tersebut merupakan industri kunci untuk menghidupkan roda ekonomi.

"Jadi, ini tidak ada hubungannya (antara kenaikan BBM dengan defisit neraca), mau Premium jadi Rp 7.000-8.000 per liter, juga apa orang lantas tidak pakai Premium kalau harganya segitu? Lalu tiba-tiba beralih dari naik sepeda motor terus jadi naik sepeda? Rumahnya di Cileungsi kerjanya di Sudirman? Tidak mungkin kan," pungkas Jonan.

Lagipula, ia menekankan bahwa defisit neraca perdagangan migas tak hanya terjadi di era Presiden Joko Widodo saja. "Neraca berjalan sekarang defisit, tetapi apa dari dulu tidak defisit? Apa sebelum saya dan Pak Presiden (Jokowi) memimpin, neraca tidak defisit? Bisa lihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pasti ada saat-saat defisit," ujar Jonan.

Berdasar data CNBC Indonesia, negara ini sudah menjadi net importir sejak 1997 artinya angka impor migas lebih tinggi ketimbang ekspor. Pada periode tersebut, untuk pertama kalinya volume impor hasil minyak Indonesia sebesar 11,75 juta ton (setara 94,33 juta barel minyak), melampaui volume ekspornya sebesar 10,22 juta ton (setara 82,07 juta barel minyak).

Defisit perdagangan akhirnya terus membengkak setiap tahun, angka terbesar terjadi di 2012. Ketika harga minyak dunia menyentuh US$ 100-US$ 120 per barel, defisit migas Indonesia mencapai US$ 5,58 miliar. Defisit semakin lebar memasuki 2013, di penghujung tahun defisit migas menyentuh US$ 12,6 miliar. Ini berimbas ke neraca perdagangan Indonesia yang defisit sampai US$ 4,07 miliar. 
(gus/gus) Next Article Defisit Dagang Migas Terparah Tahun Ini, Begini Jawab Jonan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular