Petani: Sekarang, Ekspor Kopi Sama dengan Jual Emas

Raydion Subiantoro, CNBC Indonesia
22 October 2018 17:14
Nilai tukar rupiah jeblok terhadap dolar AS, harga ekspor kopi naik.
Foto: Petani kopi (REUTERS/Darren Whiteside)
Jakarta, CNBC Indonesia - Petani kopi di Indonesia kini tengah mereguk nikmatnya komoditas perkebunan itu. Nilai tukar rupiah yang jatuh terhadap dolar AS membuat petani mendapat keuntungan dari menjual kopi ke luar negeri.

Mochamad Aleh, Ketua Koperasi Produsen Kopi Margamulya, mengatakan petani kini menyisihkan sebagian besar produksinya untuk pasar ekspor.

Dia bahkan menyebut di dalam kondisi saat ini, mengekspor kopi sama saja dengan menjual emas.

"Sekarang produksi itu sekitar 70% buat ekspor, dan 30% buat pasar di dalam negeri," katanya, Senin (22/10/2018).


Aleh menyebut dirinya yang mengelola Coffee House Gunung Tilu memperkirakan ekspor kopi perusahaannya pada tahun ini dapat mencapai 70.000 ton.

Dia mengungkapkan harga kopi produksi Indonesia juga lebih mahal karena kualitas yang baik dibandingkan dengan kopi dari luar negeri.

"Produk kopi Indonesia itu specialty, harganya juga lebih mahal dari kopi luar negeri," ujarnya.

Dia mengatakan saat ini harga kopi asal RI jika diekspor harganya dapat mencapai Rp 130.000/kg secara free-on-board (FOB). Sementara itu, harga kopi luar negeri yang iimpor RI hanya sekitar Rp 80.000/kg.


Di sisi lain, permintaan kopi di dalam negeri juga sedang tinggi ditandai dengan munculnya kedai-kedai baru.

Akhirnya, kata Aleh, karena petani lebih senang mengekspor produknya maka pabrik di dalam negeri akhirnya memilih kopi impor yang di saat bersamaan harganya juga lebih murah.

"Permintaan kopi banyak, karena sekarang banyak juga muncul warung-warung kopi," kata dia.

Akumulasi dari tingginya permintaan di dalam negeri, lalu petani yang lebih memilih ekspor kopi, ditambah murahnya harga kopi impor, membuat tingginya impor kopi di Indonesia.

Hal serupa juga dikatakan oleh Ketua Umum Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) Anton Apriyantono.


Menurutnya, industri kopi olahan seperti bubuk dan sachet mencari bahan baku yang lebih murah di antaranya dari Vietnam.

"Kebutuhan industri mendapatkan bahan baku yg relatif murah dan bisa mensubstitusi, contohnya robusta Vietnam itu lebih murah dibanding robusta lokal. Akhirnya ini menarik bagi industri untuk digunakan sebagai campuran [blending] supaya harga produk mereka lebih murah. Mayoritas [impor itu] robusta asal Vietnam karena lebih murah, walaupun mutu robusta kita lebih bagus," jelasnya.

Adapun pada Januari-September 2018, impor kopi meroket hingga 524% menjadi 73.756 ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.



(ray/roy) Next Article Produksi Domestik Turun, Impor Kopi Melonjak Drastis 500%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular