
BBM Premium Tak Naik, Hati-Hati Keuangan Pertamina Berdarah
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
16 October 2018 19:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat Fitch Ratings menilai kebijakan pemerintah yang menunda kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium hanya semakin menekan kondisi keuangan PT Pertamina (Persero).
"Penundaan pemerintah menaikkan harga bahan bakar akan menekan laba Pertamina hingga 12 bulan ke depan, akibat makin meruginya perusahaan di sektor penjualan BBM," ujar Direktur Fitch Ratings Shahim Zubair, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/10/2018).
Seperti diketahui, pengumuman batal naiknya harga BBM Premium disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 10 Oktober lalu, hanya sejam berselang dari pengumuman rencana kenaikan harga Premium dari Rp 6.550/liter jadi Rp 7.000/liter.
Dalam risetnya, Fitch menjelaskan bahwa kenaikan alokasi subsidi diesel, kenaikan harga BBM Perta Series, hingga dampak positif kenaikan harga minyak dunia terhadap bisnis hulu Pertamina, tidak akan cukup untuk mengompensasi dampak negatif dari tingginya biaya di bisnis hilir.
Mengapa demikian?
Pertama, dari sisi subsidi, pemerintah sebenarnya sudah menaikkan subsidi solar hingga Rp 2.000/liter pada tahun ini, dari sebelumnya Rp 500/liter. Akan tetapi, Fitch mengestimasikan bahwa kompensasi yang diterima Pertamina saat ini untuk BBM bersubsidi, hanya berkisar antara 60% - 75% dari harga pasar.
Alhasil, selisih harga yang ditanggung Pertamina (under-recoveries) khusus untuk BBM yang diregulasi (BBM Premium dan bersubsidi) akan jauh lebih tinggi pada tahun ini, dibandingkan dengan US$ 2 miliar (Rp 30,36 triliun) di tahun 2017.
Fitch memperkirakan under-recoveries yang akan ditanggung pertamina berada di kisaran US$ 1,2 miliar pada semester I-2018, dan akan menanjak lebih jauh di semester II-2018 seiring naiknya harga minyak mentah global.
Berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, harga minyak mentah jenis Brent sudah naik hingga 4% lebih di kuartal III-2018. Harga sang emas hitam bahkan sudah menembus level psikologis US$ 80/barel pada akhir September.
Kedua, dari sisi kenaikan harga Perta Series. Teranyar, Pertamina menetapkan harga Pertamax di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya menjadi Rp 10.400/liter, Pertamax Turbo Rp 12.250/ liter, Pertamina Dex Rp 11.850/liter, Dexlite Rp 10.500/liter, dan Biosolar Non PSO Rp 9.800/liter.
Kenaikan tersebut merupakan yang terbesar pada tahun ini, sekaligus menjadi kenaikan ke-empat pada tahun 2018.
Meski demikian, disparitas yang substansial antara harga BBM Premium/bersubsidi dan BBM Perta Series dapat mengakibatkan permintaan BBM Perta Series tertekan secara signifikan. Alhasil, kerugian di sektor hilir justru akan membengkak.
Ketiga, kenaikan harga minyak dunia memang akan membuat bisnis hulu Pertamina jadi lebih menguntungkan. Namun, Fitch berpendapat bahwa hal ini hanya akan mengompensasi sebagian saja dari kerugian sektor hilir yang lebih besar, secara jangka pendek.
Fitch mengekspektasikan divisi hilir Pertamina akan mengalami kerugian EBITDA di sepanjang 2018, apabila dibandingkan dengan profit sebesar US$ 2,1 miliar (Rp 31,88 triliun) di 2017. Bahkan, dengan adanya kenaikan subsidi solar oleh pemerintah.
Oleh karena itu, Fitch mengestimasikan EBITDA Pertamina secara keseluruhan (mengecualikan dampak konsolidasi PT Perusahaan Gas Negara/PGN) akan jatuh di bawah US$ 6 miliar (Rp 91,08 triliun) di sepanjang 2018. Menurun drastis dari US$ 6,9 miliar (Rp 104,74 triliun) di 2017. Hal ini terjadi bahkan dengan sudah memasukkan komponen volume produksi hulu yang lebih tinggi.
Apa Dampaknya di Jangka Pendek dan Menengah?
Profil kredit Pertamina "BBB-" dapat memburuk jika tidak ada perbaikan di profitabilitas sektor hilir. Arus kas operasional Pertamina yang lemah dapat mengakibatkan biaya penggalian utang yang lebih tinggi untuk berinvestasi.
Dalam jangka menengah, diberikannya blok migas yang sudah habis kontraknya dalam 24 bulan mendatang, diperkirakan Fitch akan memperkuat operasi dan profitabilitas sektor hulu Pertamina. Fitch menilai bahwa hal ini merefleksikan dukungan pemerintah secara implisit.
Maka dari itu, rating Pertamina akan terus sejajar dengan peringkat utang pemerintah Indonesia (BBB/Stable). Hal ini berdasarkan kajian Fitch terkait hubungan yang sangat kuat antara Pertamina dan pemerintah, termasuk adanya insentif pemerintah untuk bisa memberikan dukungan bagi Pertamina.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(gus) Next Article Harga Minyak Anjlok, Harga Pertamax Cs Ikut Turun?
"Penundaan pemerintah menaikkan harga bahan bakar akan menekan laba Pertamina hingga 12 bulan ke depan, akibat makin meruginya perusahaan di sektor penjualan BBM," ujar Direktur Fitch Ratings Shahim Zubair, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/10/2018).
Seperti diketahui, pengumuman batal naiknya harga BBM Premium disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 10 Oktober lalu, hanya sejam berselang dari pengumuman rencana kenaikan harga Premium dari Rp 6.550/liter jadi Rp 7.000/liter.
![]() |
Mengapa demikian?
Pertama, dari sisi subsidi, pemerintah sebenarnya sudah menaikkan subsidi solar hingga Rp 2.000/liter pada tahun ini, dari sebelumnya Rp 500/liter. Akan tetapi, Fitch mengestimasikan bahwa kompensasi yang diterima Pertamina saat ini untuk BBM bersubsidi, hanya berkisar antara 60% - 75% dari harga pasar.
Alhasil, selisih harga yang ditanggung Pertamina (under-recoveries) khusus untuk BBM yang diregulasi (BBM Premium dan bersubsidi) akan jauh lebih tinggi pada tahun ini, dibandingkan dengan US$ 2 miliar (Rp 30,36 triliun) di tahun 2017.
Fitch memperkirakan under-recoveries yang akan ditanggung pertamina berada di kisaran US$ 1,2 miliar pada semester I-2018, dan akan menanjak lebih jauh di semester II-2018 seiring naiknya harga minyak mentah global.
Berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, harga minyak mentah jenis Brent sudah naik hingga 4% lebih di kuartal III-2018. Harga sang emas hitam bahkan sudah menembus level psikologis US$ 80/barel pada akhir September.
Kedua, dari sisi kenaikan harga Perta Series. Teranyar, Pertamina menetapkan harga Pertamax di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya menjadi Rp 10.400/liter, Pertamax Turbo Rp 12.250/ liter, Pertamina Dex Rp 11.850/liter, Dexlite Rp 10.500/liter, dan Biosolar Non PSO Rp 9.800/liter.
Kenaikan tersebut merupakan yang terbesar pada tahun ini, sekaligus menjadi kenaikan ke-empat pada tahun 2018.
Meski demikian, disparitas yang substansial antara harga BBM Premium/bersubsidi dan BBM Perta Series dapat mengakibatkan permintaan BBM Perta Series tertekan secara signifikan. Alhasil, kerugian di sektor hilir justru akan membengkak.
![]() |
Ketiga, kenaikan harga minyak dunia memang akan membuat bisnis hulu Pertamina jadi lebih menguntungkan. Namun, Fitch berpendapat bahwa hal ini hanya akan mengompensasi sebagian saja dari kerugian sektor hilir yang lebih besar, secara jangka pendek.
Fitch mengekspektasikan divisi hilir Pertamina akan mengalami kerugian EBITDA di sepanjang 2018, apabila dibandingkan dengan profit sebesar US$ 2,1 miliar (Rp 31,88 triliun) di 2017. Bahkan, dengan adanya kenaikan subsidi solar oleh pemerintah.
Oleh karena itu, Fitch mengestimasikan EBITDA Pertamina secara keseluruhan (mengecualikan dampak konsolidasi PT Perusahaan Gas Negara/PGN) akan jatuh di bawah US$ 6 miliar (Rp 91,08 triliun) di sepanjang 2018. Menurun drastis dari US$ 6,9 miliar (Rp 104,74 triliun) di 2017. Hal ini terjadi bahkan dengan sudah memasukkan komponen volume produksi hulu yang lebih tinggi.
Apa Dampaknya di Jangka Pendek dan Menengah?
Profil kredit Pertamina "BBB-" dapat memburuk jika tidak ada perbaikan di profitabilitas sektor hilir. Arus kas operasional Pertamina yang lemah dapat mengakibatkan biaya penggalian utang yang lebih tinggi untuk berinvestasi.
Dalam jangka menengah, diberikannya blok migas yang sudah habis kontraknya dalam 24 bulan mendatang, diperkirakan Fitch akan memperkuat operasi dan profitabilitas sektor hulu Pertamina. Fitch menilai bahwa hal ini merefleksikan dukungan pemerintah secara implisit.
Maka dari itu, rating Pertamina akan terus sejajar dengan peringkat utang pemerintah Indonesia (BBB/Stable). Hal ini berdasarkan kajian Fitch terkait hubungan yang sangat kuat antara Pertamina dan pemerintah, termasuk adanya insentif pemerintah untuk bisa memberikan dukungan bagi Pertamina.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(gus) Next Article Harga Minyak Anjlok, Harga Pertamax Cs Ikut Turun?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular