
Eks Bos NATO Sebut America First a la Trump Picu Kekacauan
Rehia Indrayanti Beru Sebayang, CNBC Indonesia
16 October 2018 17:37

Brussels, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerapkan kebijakan 'America First' selama memimpin sejak Januari 2017. Kebijakan itu turut berimbas tatanan global.
Menurut Sekretaris Jenderal NATO periode 2009-2014 Anders Fogh Rasmussen kepada Silvia Amaro dari CNBC di Brussels, Belgia, Senin (15/10/2018), hanya AS yang memiliki jangkauan global untuk bertindak memulihkan hukum dan ketertiban internasional.
"Namun, tentu saja sekarang tampaknya agak sulit karena presiden AS, seperti yang dikatakan, menarik diri. Dia telah menarik diri dari urusan dunia dan itulah mengapa kita melihat semua kekacauan itu sekarang. Dunia membutuhkan kepemimpinan dan hanya AS yang bisa memberikan kepemimpinan itu," kata Rasmussen dilansir CNBC International.
Menurut dia, AS adalah satu-satunya negara yang mampu menumbuhkan perdamaian sekaligus mencegah kekacauan politik.
Jauh sebelum terpilih, Trump telah menggaungkan 'America First'. Selepas dilantik, dia menerapkan atau mengancam menerapkan tarif impor atas barang yang berasal dari beberapa sekutu lama AS seperti Eropa, tetangganya seperti Meksiko dan Kanada, dan mitra dagang seperti China.
Meskipun demikian, agenda Trump dan tarif impor telah terbukti populer. Utamanya di kalangan banyak pemilih yang khawatir tentang mata pencarian mereka serta ancaman yang dirasakan dari impor dan manufaktur asing yang lebih murah.
"Karena semuanya berjalan sekarang, ada risiko yang jelas bahwa Presiden Trump akan terpilih kembali pada 2020, jadi dia akan menjabat sampai 2024," kata Rasmussen. "Sementara itu, saya pikir (Eropa) memiliki tanggung jawab," lanjutnya.
Pekan lalu, analis politik Ian Bremmer memperingatkan dunia sedang memasuki "resesi geopolitik". Pendiri Eurasia Group itu berpendapat hal itu akan menandai akhir dari tatanan global yang dipimpin AS.
"Amerika kurang tertarik dalam mengekspor demokrasi ... Hari ini ada argumen yang harus dibuat bahwa Amerika mengekspor populisme," kata Bremmer di ANZ Finance & Treasury Form di Singapura, Rabu lalu.
(miq/miq) Next Article Duh, Donald Trump Diancam Diculik & Dibunuh
Menurut Sekretaris Jenderal NATO periode 2009-2014 Anders Fogh Rasmussen kepada Silvia Amaro dari CNBC di Brussels, Belgia, Senin (15/10/2018), hanya AS yang memiliki jangkauan global untuk bertindak memulihkan hukum dan ketertiban internasional.
"Namun, tentu saja sekarang tampaknya agak sulit karena presiden AS, seperti yang dikatakan, menarik diri. Dia telah menarik diri dari urusan dunia dan itulah mengapa kita melihat semua kekacauan itu sekarang. Dunia membutuhkan kepemimpinan dan hanya AS yang bisa memberikan kepemimpinan itu," kata Rasmussen dilansir CNBC International.
Komentar Rasmussen datang pada saat ketegangan diplomatik antara Arab Saudi dan Barat meningkat. Pemicu utama adalah kematian wartawan Saudi Jamal Khashoggi di Konsulat Jenderal Saudi di Istanbul, 2 Oktober lalu.
Jauh sebelum terpilih, Trump telah menggaungkan 'America First'. Selepas dilantik, dia menerapkan atau mengancam menerapkan tarif impor atas barang yang berasal dari beberapa sekutu lama AS seperti Eropa, tetangganya seperti Meksiko dan Kanada, dan mitra dagang seperti China.
Meskipun demikian, agenda Trump dan tarif impor telah terbukti populer. Utamanya di kalangan banyak pemilih yang khawatir tentang mata pencarian mereka serta ancaman yang dirasakan dari impor dan manufaktur asing yang lebih murah.
"Karena semuanya berjalan sekarang, ada risiko yang jelas bahwa Presiden Trump akan terpilih kembali pada 2020, jadi dia akan menjabat sampai 2024," kata Rasmussen. "Sementara itu, saya pikir (Eropa) memiliki tanggung jawab," lanjutnya.
Pekan lalu, analis politik Ian Bremmer memperingatkan dunia sedang memasuki "resesi geopolitik". Pendiri Eurasia Group itu berpendapat hal itu akan menandai akhir dari tatanan global yang dipimpin AS.
"Amerika kurang tertarik dalam mengekspor demokrasi ... Hari ini ada argumen yang harus dibuat bahwa Amerika mengekspor populisme," kata Bremmer di ANZ Finance & Treasury Form di Singapura, Rabu lalu.
(miq/miq) Next Article Duh, Donald Trump Diancam Diculik & Dibunuh
Most Popular