
Semester I, Keuangan Pertamina Tergerus Rp 18 T Gara-Gara BBM
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
16 October 2018 16:15

Jakarta, CNBC Indonesia- Lembaga pemeringkat Fitch Ratings menilai kebijakan pemerintah yang menunda kenaikan harga BBM premium hanya semakin menekan kondisi keuangan PT Pertamina (Persero).
"Penundaan pemerintah menaikkan harga bahan bakar akan menekan laba Pertamina hingga 12 bulan ke depan, akibat makin meruginya perusahaan di sektor penjualan BBM," ujar Direktur Fitch Ratings Shahim Zubair, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/10/2018).
Lembaga ini menyoroti maju mundur kebijakan kenaikan harga BBM yang terjadi 10 Oktober lalu, di mana rencana menaikkan harga Premium dibatalkan begitu saja sejam sejak diumumkan. Ini, kata Fitch Ratings, menggambarkan betapa sensitifnya isu BBM di Indonesia. Dengan kejadian tersebut, mereka meyakini kenaikan harga bbm yang diatur pemerintah (yakni BBM subsidi maupun Premium) sulit dilakukan hingga Pemilu berlagsung di April tahun depan.
Sebagai kompensasi atas beban yang ditanggung Pertamina, pemerintah memang telah menambah subsidi dari Rp 500 menjadi Rp 2000/liter untuk bensin solar. Namun, perlu diingat masih terdapat Premium yang tidak disubsidi, tapi selisih harga jualnya masih ditanggung Pertamina karena harga dilarang naik.
"Kami memprediksi kompensasi yang ditanggung Pertamina untuk produk bensin yang diatur pemerintah bisa mencapai 69%075% harga pasar," katanya. Ditambah dengan harga minyak yang terus terdongkrak, keuangan Pertamina juga diprediksi tergerus lebih tinggi dibanding tahun lalu.
Di 2017, laba perseroan tergerus hingga US$ 2 miliar. "Di semester 1 tahun ini, diperkirakan perusahaan tergerus sebanyak US$ 1,2 miliar (setara Rp 18,2 triliun). Dan diperkirakan masih lebih tinggi hingga semester dua 2018 dengan harga rata-rata minyak dunia," jelasnya.
Soal tergerusnya laba perusahaan, Deputi Bidang Industri Strategis dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara sebelumnya juga telah menyebut laba Pertamina di semester I-2018 tergerus cukup banyak. Perusahaan, kata dia, hanya berhasil membukukan laba sekitar Rp 5 triliun, merosot hingga 73% dibanding capaian serupa tahun lalu.
(gus/roy) Next Article Ternyata, Pertalite dan RON 92 Lebih Laris Dibanding Premium
"Penundaan pemerintah menaikkan harga bahan bakar akan menekan laba Pertamina hingga 12 bulan ke depan, akibat makin meruginya perusahaan di sektor penjualan BBM," ujar Direktur Fitch Ratings Shahim Zubair, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/10/2018).
Lembaga ini menyoroti maju mundur kebijakan kenaikan harga BBM yang terjadi 10 Oktober lalu, di mana rencana menaikkan harga Premium dibatalkan begitu saja sejam sejak diumumkan. Ini, kata Fitch Ratings, menggambarkan betapa sensitifnya isu BBM di Indonesia. Dengan kejadian tersebut, mereka meyakini kenaikan harga bbm yang diatur pemerintah (yakni BBM subsidi maupun Premium) sulit dilakukan hingga Pemilu berlagsung di April tahun depan.
![]() |
Sebagai kompensasi atas beban yang ditanggung Pertamina, pemerintah memang telah menambah subsidi dari Rp 500 menjadi Rp 2000/liter untuk bensin solar. Namun, perlu diingat masih terdapat Premium yang tidak disubsidi, tapi selisih harga jualnya masih ditanggung Pertamina karena harga dilarang naik.
"Kami memprediksi kompensasi yang ditanggung Pertamina untuk produk bensin yang diatur pemerintah bisa mencapai 69%075% harga pasar," katanya. Ditambah dengan harga minyak yang terus terdongkrak, keuangan Pertamina juga diprediksi tergerus lebih tinggi dibanding tahun lalu.
Di 2017, laba perseroan tergerus hingga US$ 2 miliar. "Di semester 1 tahun ini, diperkirakan perusahaan tergerus sebanyak US$ 1,2 miliar (setara Rp 18,2 triliun). Dan diperkirakan masih lebih tinggi hingga semester dua 2018 dengan harga rata-rata minyak dunia," jelasnya.
Soal tergerusnya laba perusahaan, Deputi Bidang Industri Strategis dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara sebelumnya juga telah menyebut laba Pertamina di semester I-2018 tergerus cukup banyak. Perusahaan, kata dia, hanya berhasil membukukan laba sekitar Rp 5 triliun, merosot hingga 73% dibanding capaian serupa tahun lalu.
(gus/roy) Next Article Ternyata, Pertalite dan RON 92 Lebih Laris Dibanding Premium
Most Popular