Jual Minyak ke RI, Pajak Chevron Cs Dilonggarkan

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
09 October 2018 18:40
Aturan pajak untuk kontraktor migas asing yang jual minyak ke Pertamina akan dilonggarkan
Foto: CNBC Indonesia/Anastasia Arvirianty
Jakarta, CNBC Indonesia- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, pemerintah akan merevisi peraturan menteri yang terkait pengenaan pajak untuk penjualan minyak di dalam negeri. 

"Ya, tujuannya untuk mengakomodasi. Permen dirjen pajak perlu direvisi, pajak yang timbul dari Premium, keuntungannya yang diperoleh, dari selisih harga dan lain-lain bisa digunakan untuk ongkos dan biaya yang timbul atas transaksi ini," terang Arcandra kepada media ketika dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (9/10/2018).



Sebelumnya, beberapa KKKS mengaku masih belum bisa melaksanakan kebijakan menjual minyak jatah ekspor mereka ke PT Pertamina (Persero), lantaran masih mengalami berbagai kendalanya, salah satunya masalah pajak.

Diketahui, salah satu kontraktor yang terkendala pajak adalah Chevron. Padahal, perusahaan asal AS ini bersedia menjual 100 ribu barel per hari (bph) ke Pertamina. Bahkan, Chevron dan Pertamina sudah tidak ada masalah lagi mengenai harga. 

Adapun, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto pernah mengatakan, pemerintah saat ini tengah melakukan evaluasi dan berdiskusi terkait aturan pajak bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang akan menjual minyak bagian ekspor mereka ke dalam negeri.

Lebih lanjut, ia menyebutkan, dari diskusi tersebut, ada tiga usulan yang dihasilkan. Djoko menjelaskan, yang pertama yakni pengecualian pajak. Ia mencontohkan, ketika minyak dari Indonesia diekspor ke Singapura, tidak dikenakan pajak. Sehingga, pada dasarnya skema ini sama saja apabila minyak jatah ekspor tersebut dijual di dalam negeri.

"Kami berpikir secara logika. misalnya minyak bagian kontraktor dijual ke Singapura, Indonesia dapat pajak tidak? Kan tidak, yang dapat uang pajak ya Singapura. Kalau jual ke sini sebenarnya Indonesia tidak dapat pajak tidak masalah juga, kan sama-sama tidak dapat pajak," terang Djoko.

"Tapi ada benefit bagi negara ga? Ada, yaitu kurangi impor, ongkos transportasi paling tidak jadi hemat. Kalau berpikirnya begitu, ya harusnya jangan dikenakan pajak," tambah Djoko.

Kendati demikian, usulan ini terbentur adanya aturan yang mengatakan apapun transaksinya harus kena pajak. "Ini yang lagi dibahas apakah ada pengecualian, perlu tidak ada PMK terkait minyak kontraktor yang djual ke dalam negeri tidak kena pajak. Ini salah satu solusi," ujar Djoko.

Usulan kedua yakni, badan usaha yang menjual minyak ekspor bisa dikenakan pajak 44% ditambah harga ICP plus minimal US$ 1. Djoko menuturkan, jika mengikuti ketentuan saat ini, 44% berasal dari total pajak yang dikenakan dalam melakukan penjualan minyak bidang hulu migas. 

"Jadi 44% itu kan pada dasarnya dikembalikan lagi karena buat bayar ke negara. Tapi, ini lagi dilihat juga, kalau kena skema ini, bagaimana harganya, apa jadi lebih murah atau mahal. Kalau lebih mahal, sebagai pengusaha lebih baik impor kan?" jelas Djoko.

Usulan terakhir yakni mengenakan pajak yang sama dengan negara lain. Misalnya di Singapura penjualan minyak dikenakan pajak sebesar 17%, maka di Indonesia juga dikenakan pajak yang besarnya sama. Sehingga, paling tidak ada penghematan di kedua belah pihak, juga hemat ongkos transportasi.

"Ini baru diskusi. Diusulkan atau tidak itu nanti SKK Migas yang ajukan. Saya belum dapat laporan, dan memang masih dibahas. Pak Menteri ESDM (Ignasius Jonan) sudah perintahkan SKK Migas bikin draft usulan ini Senin (1/10/2018) kemarin, selesainya secepatnya," tambahnya.
(gus) Next Article Di Zaman Jokowi, Pertamina Perlahan Geser Asing di Migas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular