JK: Pelemahan Mata Uang Jadi Tantangan Negara Berkembang

Arys Aditya & Bernhart Farras, CNBC Indonesia
25 September 2018 11:25
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menghadapi risiko keluarnya arus modal dan depresiasi mata uang.
Foto: wapresri.go.id
New York, CNBC Indonesia - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan serius, yaitu risiko keluarnya arus modal dari dalam negeri dan depresiasi mata uang.
Rupiah, misalnya, telah melemah hampir 10% sepanjang tahun ini, belum lagi mata uang berbagai negara lain, seperti lira Turki dan peso Argentina yang kehilangan hampir separuh nilainya dalam periode yang sama. Pelemahan mata uang berdampak pada keluarnya arus modal dari dalam negeri.



Kondisi tersebut tidak hanya berakibat buruk pada pertumbuhan ekonomi negara-negara terdampak namun juga terhadap rencana pembangunan jangka panjang.

"Kita harus menemukan cara untuk mempersempit celah yang semakin berkembang ini," kata JK dalam pidatonya di pertemuan tingkat tinggi The Economic and Social Council (ECOSOC) di gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, hari Senin (24/9/2018) sore waktu setempat.

Aliran modal keluar dapat menghambat ketersediaan pendanaan bagi berbagai proyek pembangunan dalam rencana Sustainable Development Goals (SDGs). Oleh karena itu, Indonesia tidak memiliki pilihan selain menciptakan dan mempertahankan iklim ekonomi yang kondusif untuk mendiversifikasi dan meningkatkan sumber daya keuangan, ujarnya seperti dikutip dari siaran pers hari Selasa.

"Untuk tujuan ini, Indonesia telah melakukan sejumlah strategi," kata JK.

JK: Pelemahan Mata Uang Jadi Tantangan Negara BerkembangWakil Presiden Jusuf Kalla di PBB (Foto: wapresri.go.id)
Strategi pertama adalah melakukan langkah-langkah kebijakan moneter dan fiskal yang cepat tanggap. Hal ini ditujukan untuk mempromosikan ketahanan dan pertumbuhan ekonomi bersama.

Kedua, meningkatkan partisipasi investor domestik dan asing dengan cara menempatkan kebijakan dan kerangka hukum yang diperlukan.

"Misalnya, peraturan presiden dikeluarkan untuk menjamin tingkat pengembalian tetap bagi investor," ujarnya.

Kemitraan Pemerintah Swasta (PPP) juga dipromosikan melalui skema pembiayaan investasi infrastruktur non-anggaran atau PINA. Skema tersebut saat ini sedang dikembangkan untuk mendanai sebagian besar proyek infrastruktur Indonesia

Ketiga, untuk meningkatkan kemudahan berbisnis di Indonesia, pemerintah Indonesia telah menjalankan upaya untuk lebih meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah.

"Ini termasuk perjuangan kami yang berkelanjutan melawan korupsi dan [menciptakan] proses birokrasi yang lebih baik", ucapnya.

Keempat adalah menyiapkan pembiayaan inovatif untuk pembangunan dengan mengeksplorasi berbagai metode, termasuk melalui peluncuran peta jalan untuk mengembangkan keuangan Islam.

"Ada potensi besar dalam pembiayaan Islam untuk mendukung pelaksanaan SDGs, termasuk untuk keperluan infrastruktur," kata JK.

Kelima, untuk memastikan pendekatan yang seimbang, upaya pengembangan dan penyediaan sumber daya keuangan tersedia tidak hanya dilakukan di daerah yang mencatatkan pertumbuhan, tetapi juga di daerah pedesaan yang kurang berkembang dan perbatasan.



JK meyakinkan para hadirin bahwa Indonesia telah mengembangkan kebijakan dalam rangka melindungi perekonomian dari aliran modal yang tidak stabil serta telah melibatkan pihak swasta dalam kemitraan efektif yang saling menguntungkan.

"Memang pengalaman kami unik dan mungkin tidak sepenuhnya direplikasi untuk negara lain. Namun, pelajaran ini mungkin berharga dalam menyoroti perlunya negara berkembang untuk mendiversifikasi sumber mereka untuk membiayai SDGs," kata JK.
(prm) Next Article Jaga Disiplin! JK Was-was Covid RI Bisa Capai 2 Juta di April

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular