
Kisruh Perang Dagang, OECD Revisi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
20 September 2018 19:33

PARIS, CNBC Indonesia- Pertumbuhan ekonomi global di puncak kerentanan di tengah makin ramainya isu sengketa dagang, dan turbulensi di pasar negara berkembang.
Hal ini yang membuat negara-negara yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation & Development OECD, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini. Sebagaimana ditulis dalam pernyataan resmi, Kamis (20/9/2018), dilansir dari Reuters. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan ada di kisaran 3,7% tahun ini dan tahun depan, naik tipis dibanding tahun lalu yang 3,6%.
Proyeksi ini turun dibanding hasil kesepakatan Mei lalu, di Paris. OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia bisa mencapai 3,8% tahun ini dan 3,9% di tahun depan.
Dalam beberapa tahun terakhir, OECD mengatakan pertumbuhan perdagangan adalah mesin di balik pergerakan ekonomi global. Pada tahun ini, hal itu telah melambat menjadi sekitar 3% dari 5% pada 2017, disebabkan oleh ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan mitra dagang utamanya yang menggoyahkan kepercayaan dan investasi.
"Pesanan ekspor menurun. Hal ini telah berlangsung selama beberapa bulan, dan artinya perlambatan pertumbuhan perdagangan akan terus berlanjut," kata Laurence Boone, kepala ekonom OECD kepada para wartawan, dikutip dari Reuters.
"Kebangkitan akan kebijakan proteksionisme yang memangkas proyeksi pertumbuhan," tambahnya.
Meskipun AS adalah sumber dari friksi perdagangan ini. Prospek ekonomi negeri Abang Sam (AS) adalah yang paling terang di antara negara-negara berkembang utama OECD, tentu akibat pemotongan pajak dan pengeluaran pemerintah.
OECD memproyeksi pertumbuhan AS tahun ini tetap di 2,9%. Tetapi memangkas perkiraan untuk tahun depan menjadi 2,7%, dari 2,8%.
Bea masuk AS mulai berdampak pada ekonomi terbesar dunia. Negara yang sudah terkena dampak diperkirakan mengalami kenaikan pada keseluruhan harga AS sebesar 0,3%-0,4%.
Produk AS khusus bahkan terkena pengaruh lebih. Harga untuk mesin cuci melonjak 20% antara Maret dan Juli, sementara ekspor mobil AS ke China turun hampir 40% selama satu tahun.
Sementara itu, OECD mengatakan mata uang yang lebih lemah sejauh ini telah membantu China. Anggota non-OECD, menyerap dampak bea masuk AS yang lebih tinggi, prakiraan pertumbuhannya tidak mengalami perubahan pada 6,7% untuk tahun ini dan 6,4% untuk tahun depan.
Kenaikan suku bunga AS dan mata uang dolar yang menguat menimbulkan masalah bagi ekonomi pasar negara berkembang seperti Argentina, Brasil, dan Turki, kata OECD, yang memotong perkiraan untuk ketiga negara tersebut.
Boone mengatakan OECD tidak memperkirakan kesulitan ini akan menjadi krisis untuk pasar negara berkembang, seperti yang terjadi pada tahun 1998. Mengingat sekarang negara-negara telah mengelola keuangan mereka menjadi lebih baik.
Sementara itu, lunaknya permintaan asing menjadikan ekonomi zona euro tidak mungkin menerapkan tarif seperti yang diharapkan sebelumnya.
OECD menurunkan perkiraan pertumbuhan zona euro untuk tahun ini menjadi 2% dari 2,2%. Hal tersebut mendorong penurunan perkiraaan tahun depan yang turun menjadi 1,9% dari 2,1%.
(gus) Next Article OECD Pangkas Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Global
Hal ini yang membuat negara-negara yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation & Development OECD, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini. Sebagaimana ditulis dalam pernyataan resmi, Kamis (20/9/2018), dilansir dari Reuters. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan ada di kisaran 3,7% tahun ini dan tahun depan, naik tipis dibanding tahun lalu yang 3,6%.
Proyeksi ini turun dibanding hasil kesepakatan Mei lalu, di Paris. OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia bisa mencapai 3,8% tahun ini dan 3,9% di tahun depan.
Dalam beberapa tahun terakhir, OECD mengatakan pertumbuhan perdagangan adalah mesin di balik pergerakan ekonomi global. Pada tahun ini, hal itu telah melambat menjadi sekitar 3% dari 5% pada 2017, disebabkan oleh ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan mitra dagang utamanya yang menggoyahkan kepercayaan dan investasi.
"Pesanan ekspor menurun. Hal ini telah berlangsung selama beberapa bulan, dan artinya perlambatan pertumbuhan perdagangan akan terus berlanjut," kata Laurence Boone, kepala ekonom OECD kepada para wartawan, dikutip dari Reuters.
"Kebangkitan akan kebijakan proteksionisme yang memangkas proyeksi pertumbuhan," tambahnya.
Meskipun AS adalah sumber dari friksi perdagangan ini. Prospek ekonomi negeri Abang Sam (AS) adalah yang paling terang di antara negara-negara berkembang utama OECD, tentu akibat pemotongan pajak dan pengeluaran pemerintah.
OECD memproyeksi pertumbuhan AS tahun ini tetap di 2,9%. Tetapi memangkas perkiraan untuk tahun depan menjadi 2,7%, dari 2,8%.
Bea masuk AS mulai berdampak pada ekonomi terbesar dunia. Negara yang sudah terkena dampak diperkirakan mengalami kenaikan pada keseluruhan harga AS sebesar 0,3%-0,4%.
Produk AS khusus bahkan terkena pengaruh lebih. Harga untuk mesin cuci melonjak 20% antara Maret dan Juli, sementara ekspor mobil AS ke China turun hampir 40% selama satu tahun.
Sementara itu, OECD mengatakan mata uang yang lebih lemah sejauh ini telah membantu China. Anggota non-OECD, menyerap dampak bea masuk AS yang lebih tinggi, prakiraan pertumbuhannya tidak mengalami perubahan pada 6,7% untuk tahun ini dan 6,4% untuk tahun depan.
Kenaikan suku bunga AS dan mata uang dolar yang menguat menimbulkan masalah bagi ekonomi pasar negara berkembang seperti Argentina, Brasil, dan Turki, kata OECD, yang memotong perkiraan untuk ketiga negara tersebut.
Boone mengatakan OECD tidak memperkirakan kesulitan ini akan menjadi krisis untuk pasar negara berkembang, seperti yang terjadi pada tahun 1998. Mengingat sekarang negara-negara telah mengelola keuangan mereka menjadi lebih baik.
Sementara itu, lunaknya permintaan asing menjadikan ekonomi zona euro tidak mungkin menerapkan tarif seperti yang diharapkan sebelumnya.
OECD menurunkan perkiraan pertumbuhan zona euro untuk tahun ini menjadi 2% dari 2,2%. Hal tersebut mendorong penurunan perkiraaan tahun depan yang turun menjadi 1,9% dari 2,1%.
(gus) Next Article OECD Pangkas Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Global
Most Popular