Krakatau Steel Lapor 3 Hambatan Pasar Baja RI ke Menperin

Tito Bosnia, CNBC Indonesia
19 September 2018 18:32
Krakatau Steel hari ini bertemu dengan Menteri Perindustrian.
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) hari ini bertemu dengan Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto. Pertemuan tersebut membahas tiga hal yang menghambat pertumbuhan pasar baja di Tanah Air.

"Konsentrasi pada saat pertemuan setidaknya ada 3 hal dan sudah cukup membantu. Ini bisa meningkatkan industri baja dan bukan hanya untukĀ KRAS tapi juga industri baja secara keseluruhan di Indonesia," ujar Direktur Utama Krakatau Steel, Silmy Karim, di Gedung Kementerian Perindustrian, Rabu (19/9/18).

Dia mengatakan hal pertama yang dibahas adalah adanya praktik curang eksportir asing yang memasukkan baja ke Indonesia.

Hal ini dilakukan dengan mengganti nomor Harmonized System (HS number) dari baja jenis carbon steel menjadi alloy steel, untuk menghindari bea masuk 15%.


"Harganya itu kalau benar-benar alloy steel itu tinggi di atas US$ 1.000. Tapi karena ini hanya dipakai untuk mengakali sehingga harganya murah, jadi ini bisa merusak industri baja nasional," tambahnya.

"Jadi sekarang pengimpor itu ilmunya cukup tinggi untuk menyiasati HS number (kode kepabeanan). Sebagai regulator, memastikan bahwa hal-hal itu tidak dimanfaatkan oleh pelaku yang tidak bertanggung jawab," ungkapnya.

Lebih lanjut pembahasan kedua dalam pertemuannya dengan pemerintah, perseroan meminta agar pengawasan terhadap tata niaga post border diawasi secara maksimal.


"Kami sampaikan kalau pemeriksaan itu tidak optimal, kadang-kadang penerapan di lapangan berbeda jadi siapa yang menjamin. Ini juga bahaya bagi pendapatan negara kedepannya," ungkap Silmy.

Silmy yang juga menjadi bagian dari Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia tersebut juga meminta pemerintah agar mengawasi dan mengatur pabrik baja yang berproduksi melalui teknologi induction furnace yang dinilai dapat menurunkan kualitas produk.

Menurutnya peredaran produk tersebut bisa memicu beredarnya produk baja yang kualitasnya lebih rendah di kalangan masyarakat.

"Kita tahu misalnya kayak gempa, itu kalau sistem produksinya menggunakan induction furnished itu sangat merugikan Indonesia juga masalah keselamatan. Ini perlu dilakukan penegakan aturan, pengawasan supaya pabrik baja yang melalui proses induction furnished itu tidak lagi memproduksi besi beton atau construction steel," ujar Silmy.
(ray/ray) Next Article Krakatau Steel Cetak Ekspor Rp 1,14 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular