
Target Lifting Minyak 2019 Dinilai Terlalu Optimistis
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
18 September 2018 18:38

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah menargetkan angka lifting minyak di 2019 mencapai 775 ribu barel per hari, pengamat energi Fabby Tumiwa menilai angka ini terlalu optimistis.
"Targetnya cukup realistis walaupun kemungkinan 775 ribu barel per hari memiliki risiko tercapai, melihat realisasi investasi untuk eksplorasi dan sumur produksi yang belum meningkat. Belum lagi sumur-sumur tua seperti Rokan yang mengalami penurunan produksi alami," ujar Fabby ketika dihubungi Selasa (18/9/2018).
Lebih lanjut, ia mengatakan, angka 775 ribu barel per hari tersebut patut diapresiasi sebab menunjukkan optimisme dari pemerintah untuk berupaya meningkatkan produksi siap jual minyak dalam negeri.
Kendati demikian, menurutnya, dengan melihat kondisi terkini, target lifting idealnya ada di 730-750 ribu barel per hari.
"Saya kira 775 ribu barel per hari itu untuk menunjukan optimisme, tapi kalau menurut saya idealnya ada di 730-750 barel per hari," pungkas Fabby.
Dalam paparannya di badan anggaran DPR RI, Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, hingga Agustus 2018 lifting minyak masih di angka 774 ribu barel per hari atau 97% dari target. Untuk 2018, proyeksinya di akhir tahun rata-rata lifting dan produksi masih di kisaran serupa.
Realisasi produksi dan lifting minyak RI tersebut masih di bawah target APBN 2018 yang ditetapkan sebesar 800 ribu barel per hari. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut Salah satu penyebab lesunya produksi karena kurang agresifnya perusahaan migas pelat merah dalam mencari sumber minyak.
Sementara, untuk 2019, rata-rata produksi diprediksi lebih kecil dari realisasi yakni hanya 750 ribu barel. Meskipun begitu, pemerintah mengasumsikan untuk RAPBN 2019 rata-rata lifting mencapai 775 ribu barel per hari.
Untuk kontributor produksi terbesar, Chevron dengan blok Rokan masih berada di posisi teratas dengan rata-rata 210 ribu barel per hari. Sementara, perusahaan migas dalam negeri yakni PT Pertamina EP ada di posisi 3 dengan rata-rata 76 ribu barel.
Terkait dengan rendahnya produksi ini, Djoko pun mengungkap alasannya, terutama soal PT Pertamina EP yang masih terhitung kecil produksinya ketimbang Chevron dan Exxon. "Pertamina kurang agresif lakukan eksplorasi, dia senang investasi di luar negeri padahal belum tentu berhasil. Jangan hanya senang di lapangan tua," ujar Djoko di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Apalagi, lanjutnya, sumur-sumur yang dimiliki oleh Pertamina EP termasuk sumur tua dan belum ada temuan lapangan baru lagi. "Ke depan kami ingin ada peningkatan produktivitas," katanya.
(gus) Next Article Efisiensi, Lifting Minyak Dihitung dari Tangki Bukan Kapal
"Targetnya cukup realistis walaupun kemungkinan 775 ribu barel per hari memiliki risiko tercapai, melihat realisasi investasi untuk eksplorasi dan sumur produksi yang belum meningkat. Belum lagi sumur-sumur tua seperti Rokan yang mengalami penurunan produksi alami," ujar Fabby ketika dihubungi Selasa (18/9/2018).
Kendati demikian, menurutnya, dengan melihat kondisi terkini, target lifting idealnya ada di 730-750 ribu barel per hari.
"Saya kira 775 ribu barel per hari itu untuk menunjukan optimisme, tapi kalau menurut saya idealnya ada di 730-750 barel per hari," pungkas Fabby.
Dalam paparannya di badan anggaran DPR RI, Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, hingga Agustus 2018 lifting minyak masih di angka 774 ribu barel per hari atau 97% dari target. Untuk 2018, proyeksinya di akhir tahun rata-rata lifting dan produksi masih di kisaran serupa.
Realisasi produksi dan lifting minyak RI tersebut masih di bawah target APBN 2018 yang ditetapkan sebesar 800 ribu barel per hari. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut Salah satu penyebab lesunya produksi karena kurang agresifnya perusahaan migas pelat merah dalam mencari sumber minyak.
Sementara, untuk 2019, rata-rata produksi diprediksi lebih kecil dari realisasi yakni hanya 750 ribu barel. Meskipun begitu, pemerintah mengasumsikan untuk RAPBN 2019 rata-rata lifting mencapai 775 ribu barel per hari.
Untuk kontributor produksi terbesar, Chevron dengan blok Rokan masih berada di posisi teratas dengan rata-rata 210 ribu barel per hari. Sementara, perusahaan migas dalam negeri yakni PT Pertamina EP ada di posisi 3 dengan rata-rata 76 ribu barel.
Terkait dengan rendahnya produksi ini, Djoko pun mengungkap alasannya, terutama soal PT Pertamina EP yang masih terhitung kecil produksinya ketimbang Chevron dan Exxon. "Pertamina kurang agresif lakukan eksplorasi, dia senang investasi di luar negeri padahal belum tentu berhasil. Jangan hanya senang di lapangan tua," ujar Djoko di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Apalagi, lanjutnya, sumur-sumur yang dimiliki oleh Pertamina EP termasuk sumur tua dan belum ada temuan lapangan baru lagi. "Ke depan kami ingin ada peningkatan produktivitas," katanya.
(gus) Next Article Efisiensi, Lifting Minyak Dihitung dari Tangki Bukan Kapal
Most Popular