BPJS Kesehatan Defisit, Industri Farmasi Kejepit

Exist In Exist, CNBC Indonesia
17 September 2018 08:19
Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) telah mengirimkan surat belum dibayarnya tagihan jatuh tempo obat sebesar Rp 3,5 triliun per Juli 2018.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diketahui mengalami defisit hingga Rp 6,74 triliun sepanjang 2017.

Hal ini ternyata berdampak negatif terhadap industri farmasi Indonesia. Pasalnya, defisit tersebut telah membuat BPJS sering terlambat membayar klaim obat kepada industri farmasi.

Hal inilah yang mendorong Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) mengajukan surat kepada Menteri Kesehatan, bernomor: 098/Ext-/PP-GPFI/VIII/2018, tanggal 13 Agustus 2018, perihal: Hutang Jatuh Tempo Obat dan Alkes (Alat Kesehatan) JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) Belum Dibayar Mencapai Rp 3,5 triliun per Juli 2018.

"Betul, GPFI sudah kirim surat ke Menkes dengan cc ke berbagai pihak terkait," kata Direktur Eksekutif GPFI, Dorojatun Sanusi, kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (17/9/2018).

Kesulitan membayar klaim obat BPJS ini akan membuat rantai pasok obat dan alat kesehatan akan bermasalah. Industri farmasi dan distributor obat tentu akan kesulitan untuk menyalurkan obat ke rumah sakit.

Apabila hal ini terjadi, maka rumah sakit otomatis akan memberikan pilihan kepada pasien untuk membeli obatnya di apotek luar yang umumnya dengan harga lebih mahal.

Selain itu, bukan tidak mungkin juga penyedia fasilitas kesehatan akan melakukan langkah-langkah untuk mempertahankan eksistensinya dengan melakukan cost sharing yang harus di pikul pasien JKN.



(roy) Next Article 3 RSUD di Wilayah Anies Baswedan Tak Layani Pasien BPJS Lagi

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular