
Mendag Beberkan Alasan RI Terpaksa Selalu Impor Garam
Samuel Pablo & Exist In Exist, CNBC Indonesia
14 September 2018 13:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sering disorot karena kebijakan impor garam. Sebab, negeri ini memiliki pantai terpanjang di dunia sebagai modal untuk memproduksi garam sesuai kebutuhan.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengungkapkan mengapa Indonesia harus terus menerus melakukan impor garam.
"Tidak ada yang pernah membina industri garam rakyat, kalau garam produksi rakyat itu bisa dipakai, saya orang pertama yang menolak impor," katanya saat berkujung ke kantor Transmedia, Kamis (13/9/2018).
Minimnya pembinaan terhadap industri garam rakyat membuat produktivitas cenderung rendah, bahkan dinilai tidak maksimal.
"Persoalannya tingkat produktivitasnya itu 50% dan garam itu sudah cokelat, kontaminasi di pantura itu luar biasa. Yang terbaik adalah Madura, itu pun sekarang sudah menurun. Kalau yang terbaik di Indonesia adalah NTT," ujarnya.
Akibat dari rendahnya tingkat produksi, Enggar mengatakan pada tahun ini Indonesia terpaksa menerbitkan izin impor garam sebanyak 3,7 juta ton karena industri membutuhkan itu.
Mendag menceritakan keputusan impor itu berdasarkan persetujuan rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian.
"Pak Wapres (Wakil Presiden Jusuf Kalla) tadinya menekankan agar saya mengeluarkan izin. Kemudian, bersama Presiden (Presiden Joko Widodo) saya usul untuk industri, rekomendasi yang paling adalah [dari] Kemenperin, berapa butuhnya," katanya.
"Kita lakukan rakor di Kantor Menko Ekonomi, hadir deputi Menko Maritim, deputi Menteri KKP, keluar angka 3,7 juta ton untuk industri," lanjut Enggar.
(ray/ray) Next Article Strategi Mendag Jaga Harga Pangan di Tengah Pelemahan Rupiah
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengungkapkan mengapa Indonesia harus terus menerus melakukan impor garam.
"Tidak ada yang pernah membina industri garam rakyat, kalau garam produksi rakyat itu bisa dipakai, saya orang pertama yang menolak impor," katanya saat berkujung ke kantor Transmedia, Kamis (13/9/2018).
![]() |
Minimnya pembinaan terhadap industri garam rakyat membuat produktivitas cenderung rendah, bahkan dinilai tidak maksimal.
"Persoalannya tingkat produktivitasnya itu 50% dan garam itu sudah cokelat, kontaminasi di pantura itu luar biasa. Yang terbaik adalah Madura, itu pun sekarang sudah menurun. Kalau yang terbaik di Indonesia adalah NTT," ujarnya.
Akibat dari rendahnya tingkat produksi, Enggar mengatakan pada tahun ini Indonesia terpaksa menerbitkan izin impor garam sebanyak 3,7 juta ton karena industri membutuhkan itu.
Mendag menceritakan keputusan impor itu berdasarkan persetujuan rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian.
![]() |
"Pak Wapres (Wakil Presiden Jusuf Kalla) tadinya menekankan agar saya mengeluarkan izin. Kemudian, bersama Presiden (Presiden Joko Widodo) saya usul untuk industri, rekomendasi yang paling adalah [dari] Kemenperin, berapa butuhnya," katanya.
"Kita lakukan rakor di Kantor Menko Ekonomi, hadir deputi Menko Maritim, deputi Menteri KKP, keluar angka 3,7 juta ton untuk industri," lanjut Enggar.
(ray/ray) Next Article Strategi Mendag Jaga Harga Pangan di Tengah Pelemahan Rupiah
Most Popular