
Pengusaha: Lebih Murah Laptop Impor daripada Produksi Lokal
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
09 September 2018 14:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia kebanjiran laptop yang diproduksi negara lain. Pada Semester I-2018, nilai impor laptop tercatat US$ 550,15 juta (Rp 8,19 triliun) atau naik 27,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel), Ali Soebroto, mengatakan industri laptop di dalam negeri memang belum berjalan.
Terlebih, biaya impor laptop memang lebih murah dibandingkan dengan produksi dalam negeri karena bea masuk ditetapkan 0%.
"Komputer ini belum ada industrinya dalam negeri. Impor komputer lebih murah karena bea masuknya 0%, industri komponen dalam negeri tidak ada. Ini berbeda dengan handphone yang diregulasi melalui TKDN [tingkat kandungan dalam negeri]," jelasnya.
Kendati demikian, pemerintah tetap berupaya untuk menahan impor laptop melalui kenaikan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 dari 7,5% menjadi 10%.
Ali mengatakan sebetulnya PPh 22 ini bisa tidak membebani harga jual produk impor.
"PPh 22 ini tidak meningkatkan harga perolehan barang, dia kan bukan BM [bea masuk], dia seperti deposit PPh. Itu artinya di akhir tahun pajak mereka akan dihitung dengan deposit yang mereka punya. Selebihnya tentu direstitusi, tapi butuh waktu sekitar 2 tahun lebih," jelas Ali kepada CNBC Indonesia, Minggu (9/9/2018).
"Kebijakan ini tidak akan meningkatkan harga barang, tidak berdampak ke konsumen. Ini lebih berdampak ke importir, tergantung cash flow importir kuat apa tidak. Tujuannya kan memang menghambat impor yang mereka lakukan," imbuhnya.
(ray/ray) Next Article Ini Bukti Betapa Derasnya Impor Laptop di Indonesia
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel), Ali Soebroto, mengatakan industri laptop di dalam negeri memang belum berjalan.
Terlebih, biaya impor laptop memang lebih murah dibandingkan dengan produksi dalam negeri karena bea masuk ditetapkan 0%.
Kendati demikian, pemerintah tetap berupaya untuk menahan impor laptop melalui kenaikan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 dari 7,5% menjadi 10%.
Ali mengatakan sebetulnya PPh 22 ini bisa tidak membebani harga jual produk impor.
"PPh 22 ini tidak meningkatkan harga perolehan barang, dia kan bukan BM [bea masuk], dia seperti deposit PPh. Itu artinya di akhir tahun pajak mereka akan dihitung dengan deposit yang mereka punya. Selebihnya tentu direstitusi, tapi butuh waktu sekitar 2 tahun lebih," jelas Ali kepada CNBC Indonesia, Minggu (9/9/2018).
"Kebijakan ini tidak akan meningkatkan harga barang, tidak berdampak ke konsumen. Ini lebih berdampak ke importir, tergantung cash flow importir kuat apa tidak. Tujuannya kan memang menghambat impor yang mereka lakukan," imbuhnya.
(ray/ray) Next Article Ini Bukti Betapa Derasnya Impor Laptop di Indonesia
Most Popular