
Jonan dan DPR Silang Pendapat Soal Neraca Migas
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
06 September 2018 18:43

Jakarta, CNBC Indonesia- Sempat terjadi silang pendapat antara Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR saat Menteri ESDM Ignasius Jonan memparkan tabel neraca migas dalam rapat dengar pendapat yang membahas asumsi makro di sektor energi untuk 2019.
Perdebatan dimulai ketika Menteri ESDM Ignasius Jonan memaparkan kondisi neraca migas Indonesia sampai semester I-2108. Anggota Komisi VII Fraksi Gerindra Ramson Siagian mempertanyakan maksud dari neraca tersebut, dan apa korelasinya penerimaan negara dengan ekspor dan impor migas.
Yang mempertanyakan pun tidak hanya Ramson, tetapi juga Maman Abdurrahman, dan beberapa anggota lainnya. Debat kusir pun tak terelakkan. Memang, dalam data itu hanya dipaparkan penerimaan negara, ekspor KKKS (bukan pemerintah), dan impor.
"Harusnya lebih detil lagi, kalau ada penerimaan negara, itu penerimaan negara apa. Kalau ada ekspor KKKS, berapa ekspor pemerintah, impornya bagaimana. Itu bukan hal yang bisa digabung lalu dibandingkan. Data ini tidak lengkap dan detil," ujar Ramson.
"Mana ada, hasil ekspor non pemerintah, ditambah dengan penerimaan negara, lalu dikurangi impor? Ini dia berhitungnya untuk perbandingan kan begitu," tambahnya.
Jonan pun akhirnya diminta untuk mencabut data tersebut, tetapi ia bersikukuh untuk mempertahankan data itu.
"Saya tidak akan mencabut (datanya)," tegas Jonan.
Selain itu, Komisi VII DPR juga memberikan kritik terhadap lifting migas yang lesu. Pada 2019, pemerintah memperkirakan, lifting migas mencapai rata-rata 750.000 barel per hari.
Proyeksi tersebut dikritik oleh Anggota Komisi VII DPR RI Tjatur Sapto Edy. Dia menilai pemerintah pesimis dengan asumsi lifting di angka tersebut.
Tidak hanya Tjatur, Anggota Komisi VII Fraksi Partai Nasdem Kurtubi mengatakan, ia khawatir akan lifting migas Indonesia terus mengalami penurunan karena minimnya eksplorasi kilang-kilang baru.
"Mengenai lifting ini memang saya khawatir sekali karena selalu turun, dan memang dikarenakan tidak menemukan titik-titik baru sehingga eksplorasi kita hanya di situ situ saja," kata dia di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Sehingga, dia pun meminta agar Pertamina lebih gencar untuk mencari lahan eksplorasi baru. "Jadi tolong didorong Pertamina harus segera membuka kilang-kilang baru agar mengurangi impor karena hal ini kan juga memengaruhi impor," pungkas Kurtubi.
Adapun, lagi-lagi, Ramson menambahkan, lifting migas yang menurun ini membuat Indonesia masih harus impor migas untuk menutupi kebutuhan.
"Jadi pemerintahan sekarang ini trennya penurunan lifting migas bukannya stabil atau naik, jadi impor bertambah bukan ekspor ini. Nah ini karena kinerja pemerintah yang menurun," tandasnya.
Rapat ini berlangsung selama 6,5 jam ini akhirnya ditutup tanpa membuahkan keputusan. Hal ini disebabkan, masih perlunya data-data tambahan baik dari pemerintah maupun BUMN migas untuk membahas lebih detil soal neraca migas tersebut.
(gus) Next Article Rapat 3 Jam, ESDM-Komisi VII DPR Sepakat Soal Subsidi BBM
Perdebatan dimulai ketika Menteri ESDM Ignasius Jonan memaparkan kondisi neraca migas Indonesia sampai semester I-2108. Anggota Komisi VII Fraksi Gerindra Ramson Siagian mempertanyakan maksud dari neraca tersebut, dan apa korelasinya penerimaan negara dengan ekspor dan impor migas.
Yang mempertanyakan pun tidak hanya Ramson, tetapi juga Maman Abdurrahman, dan beberapa anggota lainnya. Debat kusir pun tak terelakkan. Memang, dalam data itu hanya dipaparkan penerimaan negara, ekspor KKKS (bukan pemerintah), dan impor.
"Harusnya lebih detil lagi, kalau ada penerimaan negara, itu penerimaan negara apa. Kalau ada ekspor KKKS, berapa ekspor pemerintah, impornya bagaimana. Itu bukan hal yang bisa digabung lalu dibandingkan. Data ini tidak lengkap dan detil," ujar Ramson.
"Mana ada, hasil ekspor non pemerintah, ditambah dengan penerimaan negara, lalu dikurangi impor? Ini dia berhitungnya untuk perbandingan kan begitu," tambahnya.
Jonan pun akhirnya diminta untuk mencabut data tersebut, tetapi ia bersikukuh untuk mempertahankan data itu.
"Saya tidak akan mencabut (datanya)," tegas Jonan.
Selain itu, Komisi VII DPR juga memberikan kritik terhadap lifting migas yang lesu. Pada 2019, pemerintah memperkirakan, lifting migas mencapai rata-rata 750.000 barel per hari.
Proyeksi tersebut dikritik oleh Anggota Komisi VII DPR RI Tjatur Sapto Edy. Dia menilai pemerintah pesimis dengan asumsi lifting di angka tersebut.
Tidak hanya Tjatur, Anggota Komisi VII Fraksi Partai Nasdem Kurtubi mengatakan, ia khawatir akan lifting migas Indonesia terus mengalami penurunan karena minimnya eksplorasi kilang-kilang baru.
"Mengenai lifting ini memang saya khawatir sekali karena selalu turun, dan memang dikarenakan tidak menemukan titik-titik baru sehingga eksplorasi kita hanya di situ situ saja," kata dia di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Sehingga, dia pun meminta agar Pertamina lebih gencar untuk mencari lahan eksplorasi baru. "Jadi tolong didorong Pertamina harus segera membuka kilang-kilang baru agar mengurangi impor karena hal ini kan juga memengaruhi impor," pungkas Kurtubi.
Adapun, lagi-lagi, Ramson menambahkan, lifting migas yang menurun ini membuat Indonesia masih harus impor migas untuk menutupi kebutuhan.
"Jadi pemerintahan sekarang ini trennya penurunan lifting migas bukannya stabil atau naik, jadi impor bertambah bukan ekspor ini. Nah ini karena kinerja pemerintah yang menurun," tandasnya.
Rapat ini berlangsung selama 6,5 jam ini akhirnya ditutup tanpa membuahkan keputusan. Hal ini disebabkan, masih perlunya data-data tambahan baik dari pemerintah maupun BUMN migas untuk membahas lebih detil soal neraca migas tersebut.
(gus) Next Article Rapat 3 Jam, ESDM-Komisi VII DPR Sepakat Soal Subsidi BBM
Most Popular