
Dua Alasan Jonan Tunda 15.200 MW Proyek Listrik
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
06 September 2018 14:50

Jakarta, CNBC Indonesia- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyebut penundaan proyek listrik sebesar 15.200 megawatt (MW) dilakukan pemerintah karena memperhatikan dua hal, penyelematan nilai tukar rupiah dan permintaan listrik yang tak sesuai target.
Dia mengakui bahwa ada pertumbuhan atau kecepatan impor barang yang tak diiringi peningkatan ekspor. Sehingga, pemerintah mengambil jalan untuk menunda sementara. "Kalau tidak perlu, ditunda karena pelemahan kurs rupiah belakangan ini menjadi hal yang sangat diperhatikan," ujar Jonan ketika ditemui di Jakarta Convention Center, Kamis (6/9/2018).
Selanjutnya, pertumbuhan permintaan listrik pada 2018 yang tertuang dalam APBN adalah sebesar 8%. "Namun sampai kuartal II-2018, hanya 4% lebih. Kami lihat mungkin sampai akhir tahun paling banyak 6%," jelasnya.
Maka dari itu, dia menyebut ada beberapa pembangunan pembangkit yang belum sampai tahap financial close atau belum dapat persetujuan pemerintah, akan digeser sekitar satu hingga dua tahun.
"Penundaan ini kalau dari sisi regulator, kami minta shifting. Regulator hanya maintain RUPTL secara nasional, pertumbuhannya berapa. Kalau belum butuh sekarang digeser, tapi detail aksi korporasi mungkin bisa ditanya ke PLN dan BUMN," tuturnya.
Dengan pemunduran ini, total potensi investasi yang berkurang ke kantong pemerintah mencapai US$ 24 miliar sampai US$ 25 miliar. "Tapi ini bisa kurangi beban impor kira-kira sampai US$ 8 miliar hingga US$ 10 miliar," jelas Jonan sebelumnya. Nilai ini setara dengan Rp 149 triliun dengan kurs dolar Rp 14.900.
Meski ditunda, Jonan memastikan ini tidak akan menganggu target rasio elektrifikasi hingga 99% di 2019. Mengingat hari ini rasio elektrifikasi sudah mencapai 97% dan akhir tahun ditargetkan bisa mencapai 97,5%.
Tidak cuma sektor listrik, rencana pembatasan impor barang ini juga berlaku di sektor hulu migas, pertambangan minerba dan juga energi baru dan terbarukan. "Kami tidak akan setujui rencana impor yang produknya sudah bisa dihasilkan oleh manufaktur dalam negeri," tegas Jonan.
(gus) Next Article Jonan Bantah Ada Penurunan Investasi Ketenagalistrikan
Dia mengakui bahwa ada pertumbuhan atau kecepatan impor barang yang tak diiringi peningkatan ekspor. Sehingga, pemerintah mengambil jalan untuk menunda sementara. "Kalau tidak perlu, ditunda karena pelemahan kurs rupiah belakangan ini menjadi hal yang sangat diperhatikan," ujar Jonan ketika ditemui di Jakarta Convention Center, Kamis (6/9/2018).
Maka dari itu, dia menyebut ada beberapa pembangunan pembangkit yang belum sampai tahap financial close atau belum dapat persetujuan pemerintah, akan digeser sekitar satu hingga dua tahun.
"Penundaan ini kalau dari sisi regulator, kami minta shifting. Regulator hanya maintain RUPTL secara nasional, pertumbuhannya berapa. Kalau belum butuh sekarang digeser, tapi detail aksi korporasi mungkin bisa ditanya ke PLN dan BUMN," tuturnya.
Dengan pemunduran ini, total potensi investasi yang berkurang ke kantong pemerintah mencapai US$ 24 miliar sampai US$ 25 miliar. "Tapi ini bisa kurangi beban impor kira-kira sampai US$ 8 miliar hingga US$ 10 miliar," jelas Jonan sebelumnya. Nilai ini setara dengan Rp 149 triliun dengan kurs dolar Rp 14.900.
Meski ditunda, Jonan memastikan ini tidak akan menganggu target rasio elektrifikasi hingga 99% di 2019. Mengingat hari ini rasio elektrifikasi sudah mencapai 97% dan akhir tahun ditargetkan bisa mencapai 97,5%.
Tidak cuma sektor listrik, rencana pembatasan impor barang ini juga berlaku di sektor hulu migas, pertambangan minerba dan juga energi baru dan terbarukan. "Kami tidak akan setujui rencana impor yang produknya sudah bisa dihasilkan oleh manufaktur dalam negeri," tegas Jonan.
(gus) Next Article Jonan Bantah Ada Penurunan Investasi Ketenagalistrikan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular