
Strategi Jokowi di Sektor Energi Untuk Selamatkan Rupiah
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
05 September 2018 08:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah pemerintah untuk menyelamatkan rupiah dan menahan impor semakin konkret. Kali ini adalah dengan memundurkan target dan jadwal operasional pembangkit listrik sebanyak 15.200 Megawatt.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan memaparkan 15.200 MW proyek listrik yang ditunda ini merupakan bagian dari 35 ribu MW yang digagas oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo, dan dijalankan oleh PT PLN (Persero).
"Ini yang dari 35 ribu MW yang direncanakan dan belum mencapai finansial closing, dan sudah digeser ke tahun-tahun berikutnya adalah sebesar 15.200 MW," ujarnya di Kementerian ESDM, Selasa (4/9/2018).
Proyek 15.200 MW ini pada mulanya diharapkan bisa selesai di 2019, namun kini ditunda sampai ke 2021 bahkan 2026 sesuai dengan permintaan kelistrikan. Mundurnya target operasional ini sekaligus untuk menyesuaikan pertumbuhan konsumsi listrik yang di kuartal II kemarin hanya sebesar 4,7%.
Pergesaran target ini, kata Jonan, bertujuan untuk menekan pengadaan impor. Biasanya di proyek kelistrikan komposisi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bisa sampai 50% lebih di beberapa proyek, tapi secara rerata ada di 20% sampai 40%. Dengan pemunduran ini, total potensi investasi yang berkurang ke kantong pemerintah mencapai US$ 24 miliar sampai US$ 25 miliar.
"Tapi ini bisa kurangi beban impor kira-kira sampai US$ 8 miliar hingga US$ 10 miliar," jelasnya. Nilai ini setara dengan Rp 149 triliun dengan kurs dolar Rp 14.900.
Meski ditunda, Jonan memastikan ini tidak akan menganggu target rasio elektrifikasi hingga 99% di 2019. Mengingat hari ini rasio elektrifikasi sudah mencapai 97% dan akhir tahun ditargetkan bisa mencapai 97,5%.
Siasat lain pemerintah untuk menyelamatkan rupiah dan cadangan devisa negara adalah dengan memaksa eksportir sumber daya alam untuk membawa uang hasil ekspornya kembali ke RI.
Jonan menuturkan, arahan Presiden Jokowi adalah untuk pelaku ekspor uangnya harus kembali. "Jadi kami akan terapkan aturan bahwa ekspor semua harus pakai Letter of Credit (L/C), detailnya diatur oleh BI nanti," kata Jonan.
Penerapan ini khususnya di sektor minerba, dan ada pengenaan sanksi berupa pengurangan kuota produksi bagi perusahaan minerba yang laporan ekspornya tidak sesuai seperti yang tertera dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
"Kami akan terapkan peraturan bahwa ekspor semua harus pakai L/C agar hasil ekspornya 100% kembali ke Indonesia, boleh dalam bentuk Dolar AS atau bisa ditempatkan di perbankan BUMN yang memiliki kantor cabang di luar negeri, misalnya BNI di Hong Kong," ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan ketika dijumpai di kesempatan yang sama, Selasa (4/9/2018).
Adapun, untuk ekspor migas, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Amien Sunaryadi menjelaskan, di sektor hulu migas tidak mesti mengikuti aturan L/C ini, sudah memiliki mekanismenya sendiri bersama BI, Ditjen Bea dan Cukai, dan SKK Migas, yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) 16/10/2014, dan PBI 17/10/2014.
Sebagai informasi, L/C adalah suatu surat pernyataan yang dikeluarkan oleh issuing bank atas permintaan pembeli/importer yang ditunjukkan kepada penjual/eksportir/beneficiary melalui advising/conforming bank dengan menyatakan bahwa issuing bank akan membayar sejumlah uang tertentu apabila syarat-syarat yang ditetapkan dalam L/C tersebut dipenuhi.
Letter of credit merupakan jasa bank yang diberikan kepada masyarakat untuk memperlancar atau mempermudah pelayanan arus barang. Baik arus barang dalam negeri (antarpulau) maupun arus barang antarnegara (eskpor-impor).
Pada prinsipnya, Letter of credit merupakan suatu pernyataan dari bank atas permintaan nasabah yaitu importir untuk menyediakan dan membayar sejumlah uang tertentu untuk kepentingan pihak ketiga yaitu penerima L/C atau eksportir. Letter of credit biasa juga disebut dengan kredit berdokumen atau documentary credit.
Terakhir, ESDM juga sedang mengatur bahwa bagian produksi minyak mentah kontraktor asing, mekanismenya harus ditawarkan ke Pertamina terlebih dulu. Sebab, selama ini Pertamina masih impor crude dari Singapura.
(roy) Next Article Purnomo Yusgiantoro Sebut Ada 4 Konsep Ketahanan Energi RI
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan memaparkan 15.200 MW proyek listrik yang ditunda ini merupakan bagian dari 35 ribu MW yang digagas oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo, dan dijalankan oleh PT PLN (Persero).
"Ini yang dari 35 ribu MW yang direncanakan dan belum mencapai finansial closing, dan sudah digeser ke tahun-tahun berikutnya adalah sebesar 15.200 MW," ujarnya di Kementerian ESDM, Selasa (4/9/2018).
Proyek 15.200 MW ini pada mulanya diharapkan bisa selesai di 2019, namun kini ditunda sampai ke 2021 bahkan 2026 sesuai dengan permintaan kelistrikan. Mundurnya target operasional ini sekaligus untuk menyesuaikan pertumbuhan konsumsi listrik yang di kuartal II kemarin hanya sebesar 4,7%.
"Tapi ini bisa kurangi beban impor kira-kira sampai US$ 8 miliar hingga US$ 10 miliar," jelasnya. Nilai ini setara dengan Rp 149 triliun dengan kurs dolar Rp 14.900.
Meski ditunda, Jonan memastikan ini tidak akan menganggu target rasio elektrifikasi hingga 99% di 2019. Mengingat hari ini rasio elektrifikasi sudah mencapai 97% dan akhir tahun ditargetkan bisa mencapai 97,5%.
Siasat lain pemerintah untuk menyelamatkan rupiah dan cadangan devisa negara adalah dengan memaksa eksportir sumber daya alam untuk membawa uang hasil ekspornya kembali ke RI.
Jonan menuturkan, arahan Presiden Jokowi adalah untuk pelaku ekspor uangnya harus kembali. "Jadi kami akan terapkan aturan bahwa ekspor semua harus pakai Letter of Credit (L/C), detailnya diatur oleh BI nanti," kata Jonan.
Penerapan ini khususnya di sektor minerba, dan ada pengenaan sanksi berupa pengurangan kuota produksi bagi perusahaan minerba yang laporan ekspornya tidak sesuai seperti yang tertera dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
"Kami akan terapkan peraturan bahwa ekspor semua harus pakai L/C agar hasil ekspornya 100% kembali ke Indonesia, boleh dalam bentuk Dolar AS atau bisa ditempatkan di perbankan BUMN yang memiliki kantor cabang di luar negeri, misalnya BNI di Hong Kong," ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan ketika dijumpai di kesempatan yang sama, Selasa (4/9/2018).
Adapun, untuk ekspor migas, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Amien Sunaryadi menjelaskan, di sektor hulu migas tidak mesti mengikuti aturan L/C ini, sudah memiliki mekanismenya sendiri bersama BI, Ditjen Bea dan Cukai, dan SKK Migas, yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) 16/10/2014, dan PBI 17/10/2014.
Sebagai informasi, L/C adalah suatu surat pernyataan yang dikeluarkan oleh issuing bank atas permintaan pembeli/importer yang ditunjukkan kepada penjual/eksportir/beneficiary melalui advising/conforming bank dengan menyatakan bahwa issuing bank akan membayar sejumlah uang tertentu apabila syarat-syarat yang ditetapkan dalam L/C tersebut dipenuhi.
Letter of credit merupakan jasa bank yang diberikan kepada masyarakat untuk memperlancar atau mempermudah pelayanan arus barang. Baik arus barang dalam negeri (antarpulau) maupun arus barang antarnegara (eskpor-impor).
Pada prinsipnya, Letter of credit merupakan suatu pernyataan dari bank atas permintaan nasabah yaitu importir untuk menyediakan dan membayar sejumlah uang tertentu untuk kepentingan pihak ketiga yaitu penerima L/C atau eksportir. Letter of credit biasa juga disebut dengan kredit berdokumen atau documentary credit.
Terakhir, ESDM juga sedang mengatur bahwa bagian produksi minyak mentah kontraktor asing, mekanismenya harus ditawarkan ke Pertamina terlebih dulu. Sebab, selama ini Pertamina masih impor crude dari Singapura.
(roy) Next Article Purnomo Yusgiantoro Sebut Ada 4 Konsep Ketahanan Energi RI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular