
Data Lifting Minyak Tak Jelas, DPR Murka ke Pemerintah
Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
27 August 2018 16:45

Jakarta, CNBC Indonesia- Rapat dengar pendapat (RDP) komisi VII dengan pihak pemerintah hari ini berlangsung memanas. Hal ini bermula saat anggota fraksi mencermati penurunan lifting minyak dan gas bumi (migas).
Anggota Komisi VII Muhammad Natsir marah kepada pemerintah, yang diwakili oleh Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto dan Wakil SKK Migas Sukandar. Murkanya Nasir diakibatkan pihak pemerintah tidak mempunyai data lengkap mengenai penurunan lifting minyak.
Dia juga menekankan bahwa bukan kali ini saja Komisi VII meminta data lifting migas tapi tidak pernah dipenuhi sehingga ada kecurigaan yang muncul karena perhitungan lifting yang tidak jelas ini.
"Daerah saya penghasil minyak terbesar. Makanya saya banyak pertanyaan setiap saya ke dapil, bagaimana perhitungan lifting ini kok bisa beda di daerah dan pusat. Saya minta jelaskan bagaimana pembagian lifting, apa yang diterima daerah dari penghasilan minyak ini jangan hanya cerita seremonial saja," ujarnya sambil marah-marah di DPR RI, Senin (27/8/2018).
Dia kembali melanjutkan bahwa pemerintah harus menyerahkan data lifting minyak tersebut sesegara mungkin.
"Data-datanya enggak ada. Dirjen enggak pegang, mana data sumur? Coba tanya Chevron mau ngeluarin enggak dia data sumurnya? Brengsek ini semua. Saya minta datanya sekarang juga," kata dia.
Bahkan Sukandar yang mengatakn bahwa data sudah ada dan nantinya akan dirapikan serta duduk bersama untuk dibahas langsung mendapat semprotan dari Nasir.
"Bapak saya enggak mau bicara-bicara saja, kalau enggak bisa jawab silahkan keluar," tegas dia.
"Saya mau datanya, saya mau monitoringnya, di mana data monitoring itu, di mana datanya. Saya mau lihat siapa bea cukainya, siapa SKK nya dan siapa Chevronnya, biar kita bisa laporkan ini kalau tidak jelas."
Memanasnya suasana ini membuat para anggota mengambil keputusan untuk menskor jalannya rapat sekitar satu jam. Setelah skors selesai, akhinya semua setuju bahwa jawaban dari pemerintah dijawab secara tertulis.
Sementara itu Dirjen Migas menangkis bahwa data lifting minyak tidak transparan, teruma ke pemerintah daerah. Ia menjelaskan sesuai dengan PP Nomor 55 Tahun 2005 diatur tentang cara penghitungan pembagian dari lifting untuk daerah. "Itu setiap 3 bulan sekali kita lakukan rekonsiliasi, ada dari Dirjen Migas, SKK, sama kementerian keuangan," jelasnya.
Prosesnya, kata dia, dari kontraktor begitu menyerahkan angka produksi langsung dihitung berapa bagian untuk daerah penghasil baik kabupaten maupun kota. Nanti dari situ angkanya dilaporkan ke Kementerian ESDM.
Tata cara pembayarannya, lanjut dia, ditangani oleh Kementerian Keuangan. Ada beberapa komponen pengurangnya mulai dari DMO, Ppn, reimburst, PBB miigas, fee, dan lainnya di kegiatan hulu migas.
(gus) Next Article 5,2 Juta Barel Minyak Tertimbun Bikin Target Lifting Meleset
Anggota Komisi VII Muhammad Natsir marah kepada pemerintah, yang diwakili oleh Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto dan Wakil SKK Migas Sukandar. Murkanya Nasir diakibatkan pihak pemerintah tidak mempunyai data lengkap mengenai penurunan lifting minyak.
"Daerah saya penghasil minyak terbesar. Makanya saya banyak pertanyaan setiap saya ke dapil, bagaimana perhitungan lifting ini kok bisa beda di daerah dan pusat. Saya minta jelaskan bagaimana pembagian lifting, apa yang diterima daerah dari penghasilan minyak ini jangan hanya cerita seremonial saja," ujarnya sambil marah-marah di DPR RI, Senin (27/8/2018).
Dia kembali melanjutkan bahwa pemerintah harus menyerahkan data lifting minyak tersebut sesegara mungkin.
"Data-datanya enggak ada. Dirjen enggak pegang, mana data sumur? Coba tanya Chevron mau ngeluarin enggak dia data sumurnya? Brengsek ini semua. Saya minta datanya sekarang juga," kata dia.
Bahkan Sukandar yang mengatakn bahwa data sudah ada dan nantinya akan dirapikan serta duduk bersama untuk dibahas langsung mendapat semprotan dari Nasir.
"Bapak saya enggak mau bicara-bicara saja, kalau enggak bisa jawab silahkan keluar," tegas dia.
"Saya mau datanya, saya mau monitoringnya, di mana data monitoring itu, di mana datanya. Saya mau lihat siapa bea cukainya, siapa SKK nya dan siapa Chevronnya, biar kita bisa laporkan ini kalau tidak jelas."
Memanasnya suasana ini membuat para anggota mengambil keputusan untuk menskor jalannya rapat sekitar satu jam. Setelah skors selesai, akhinya semua setuju bahwa jawaban dari pemerintah dijawab secara tertulis.
Sementara itu Dirjen Migas menangkis bahwa data lifting minyak tidak transparan, teruma ke pemerintah daerah. Ia menjelaskan sesuai dengan PP Nomor 55 Tahun 2005 diatur tentang cara penghitungan pembagian dari lifting untuk daerah. "Itu setiap 3 bulan sekali kita lakukan rekonsiliasi, ada dari Dirjen Migas, SKK, sama kementerian keuangan," jelasnya.
Prosesnya, kata dia, dari kontraktor begitu menyerahkan angka produksi langsung dihitung berapa bagian untuk daerah penghasil baik kabupaten maupun kota. Nanti dari situ angkanya dilaporkan ke Kementerian ESDM.
Tata cara pembayarannya, lanjut dia, ditangani oleh Kementerian Keuangan. Ada beberapa komponen pengurangnya mulai dari DMO, Ppn, reimburst, PBB miigas, fee, dan lainnya di kegiatan hulu migas.
(gus) Next Article 5,2 Juta Barel Minyak Tertimbun Bikin Target Lifting Meleset
Most Popular