Internasional
Karya Seni Ikut Jadi Korban Perang Dagang AS-China
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
27 August 2018 16:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Tidak hanya pasar keuangan dan perdagangan global yang bergejolak akibatĀ perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, pasar karya seni yang bernilai selangit juga ikut terdampak.
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah mengajukan proposal untuk bea masuk sebesar 25% terhadap barang impor China senilai US$200 miliar (Rp 2.922 triliun). Usulan ini dibuat untuk mendorong China agar mengubah kebijakannya yang merugikan Negeri Paman Sam.
Barang-barang China yang masuk dalam daftar tarif terbaru AS itu termasuk mesin sand blasting, belut segar atau beku (tidak termasuk fillet), topi, dan di bagian bawah halaman terakhir tertulis, lukisan dan gambar yang digambar sepenuhnya dengan tangan, pahatan asli, dan barang antik yang berusia lebih dari 100 tahun.
Bea masuk itu akan berdampak pada seluruh barang seni yang berasal dari China, dengan tidak mempedulikan cara barang tersebut bisa masuk ke AS. Contoh dampak kebijakan ini adalah pembeli AS harus membayar 25% lebih tinggi, jika ia membeli barang antik asal China di pelelangan New York yang dijual oleh pemilik asal Inggris. Begitu pula jika pembeli mendapatkan barang tersebut dari galeri di Hong Kong.
Pengumuman itu membuat dunia kesenian geram.
James Lally, pendiri J.J. Lally & Co., penjual barang seni yang berbasis di New York dengan spesialisasi seni Asia, mengatakan bea masuk yang diusulkan adalah "masalah yang sangat memprihatinkan" bagi museum, kolektor, kurator, dan penjual di seluruh dunia.
"Dampaknya akan sangat mengerikan," katanya. "Ini akan dengan cepat mengurangi pasar kesenian China di AS."
Organisasi profesional seperti Art Dealers Association of America, the Association of Art Museum Directors, dan the British Antique Dealers' Association telah menentang usulan ini.
Selama enam hari audiensi publik di Washington, puluhan perusahaan telah menyuarakan keprihatinan mereka kepada para pejabat perdagangan. Mereka memperingatkan, bea masuk yang diusulkan akan merugikan konsumen Amerika.
Peter Tompa adalah pengacara yang mewakili dua kelompok lobi perwakilan museum, penjual, dan kolektor pada sidang hari Rabu (22/8/2018). Tompa menyatakan seorang anggota komite perdagangan menanyakan satu pertanyaan kepadanya: Karena seni adalah barang mewah, bukankah orang akan tetap membayarnya?
Tompa juga telah mengatakan kepada komite masalah utamanya adalah lambatnya perputaran barang dalam perdagangan seni dan peraturan bea masuk yang baru menyebabkan penjual harus pengeluaran modal yang lebih besar.
"Penjual harus membayar di muka, tetapi perlu waktu lama untuk mendapatkan keuntungan," katanya. Ia menambahkan juga bahwa penjual harus menerima Keputusan Mahkamah Agung yang mengizinkan penjualan lewat internet dikenai pajak, New York Times melaporkan dan dikutip CNBC International.
Asosiasi pedagang Asia Week New York, balai lelang Sotheby dan Christie's mengatakan dalam keluhan tertulis bahwa AS yang akan terpengaruh paling parah, bukan China.
"Mengenakan bea masuk terhadap karya seni yang berasal dari China tidak akan berdampak pada praktik atau kebijakan perdagangan China, karena sebagian besar karya seni tersebut diimpor ke Amerika Serikat dari negara-negara lain selain China," kutipan dari isi keluhan tertulis tersebut.
Nyatanya, AS memiliki pasar yang sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah karya seni dan barang antik asal China yang dijual di Negeri Tirai Bambu. Tahun lalu, karya seni dan barang antik China senilai US$7,1 miliar dijual di pelelangan di seluruh dunia, menurut laporan yang diterbitkan bulan ini oleh Artnet.
Dari penjualan ini, US$5,1 miliar berasal dari lelang di daratan China, di mana operasi pelelangan asing dibatasi. US$408 juta berasal dari AS, meskipun jumlahnya naik 62% dari tahun 2016, dibandingkan dengan peningkatan 6% untuk China.
Para penjual telah menunjukkan bahwa menambahkan bea masuk 25% untuk biaya yang dikenal sebagai "premi pembeli" dapat menghalangi pembeli dan penjual melelang karya seni China di AS, yang akan memukul pertumbuhan di sektor itu.
"Ini tidak menghukum China tapi AS," kata Gisele Croes, seorang ahli kesenian kuno China yang berbasis di Brussels. Ia mengatakan kebijakan bea masuk akan membuat "perdagangan internasional akan kembali ke London, Paris, dan Hong Kong."
Dalam beberapa tahun terakhir, penjualan barang antik asal Negeri Tirai Bambu telah didominasi oleh penjual dan kolektor China. Di sisi lain, pasar untuk kesenian kontemporer internasional, didominasi oleh penjual dan kolektor AS. Mereka juga mengingatkan dampak yang dirasakan oleh dari kebijakan bea masuk terhadap seniman Cina yang mereka pasarkan.
"Salah satu kekuatan ekonomi Amerika adalah kebebasan pasar untuk semua," kata Jeffrey Deitch, penjual dan kurator terkemuka di New York. "Hal tersebut telah menjadikan New York sebagai ibu kota dunia bisnis seni. Merusak situasi ini dapat menimbulkan konsekuensi yang sangat serius."
Bulan depan, Deitch berencana untuk membuka galeri baru yang bernama "Zodiac" di Los Angeles. Sebuah galeri bertemakan museum yang menampilkan kesenian seniman asal China, Ai Weiwei, yang sedang bermukim di Berlin.
Daya tarik utama dari museum ini adalah 2013 instalasi "kursi", yang terdiri dari 6.000 bangku kayu. Kesenian yang bernilai US$2,9 juta ini dibuat dengan mengumpulkan bankgku dari seluruh dataran China. Hasil kesenian ini telah ditampilkan di Gropius Bau, Berlin pada tahun 2014.
Bea masuk yang akan dikenakan ditentukan berdasarkan "lokasi pembuatan, bukan kebangsaan sang pembuatnya," kata kantor perwakilan perdagangan AS yang menanggapi pernyataan melalui email. Karya-karya Ai Weiwei, yang diproduksi di Jerman, akan dibebaskan dari penalti apapun.
Situasinya akan berbeda bagi karya-karya seniman kontemporer yang mengerjakan karyanya di China.
"Seperti dampak kebijakan bea masuk pada saham: Jika harga sebuah barang berubah signifikan karena bea masuk, maka pasar akan pindah," kataMarc Glimcher, presiden dan direktur dari Pace Gallery di New York.
Pembelian di New York sudah dikenakan pajak penjualan lokal hampir 9%, katanya. M ia juga menambahkan, "Jika kami harus menaikkan harga hingga 25%, itu akan sulit untuk menjual pertunjukan."
"Perlindungan apapun dari pasar seni AS akan memiliki efek sebaliknya," dan "Tidak ada yang positif", kata Glimcher melanjutkan.
Tetapi pengenaan bea masuk yang bersifat menghukum tidak hanya memengaruhi pasar seni di AS. Itu juga akan menyulitkan seniman China untuk memamerkan karya mereka, yang berdampak pada berkurangnya pertukaran budaya.
"Ini lebih dari sekadar uang," kata Deitch, mantan direktur Museum Seni Kontemporer di Los Angeles. "Di sinilah konsensus dicapai untuk menentukan seni apakah yang penting."
"Jika Anda seorang seniman China," Deitch menambahkan, "Anda ingin menunjukkan karya Anda di sini, Anda ingin berada di pusat wacana seni internasional."
Sejauh ini, pemerintahan Trump tidak terlalu memperhatikan masalah budaya. Tapi, selama beberapa minggu mendatang, dunia seni akan bekerja untuk meyakinkan para pembuat undang-undang.
Jika AS ingin mengobarkan perang ekonomi dengan China dengan mengenakan pajak karya seni. Hal tersebut akan menjadi luka yang berdampak pada diri sendiri.
(prm) Next Article Era Biden-Harris, Perang Dagang AS-China Berlanjut?
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah mengajukan proposal untuk bea masuk sebesar 25% terhadap barang impor China senilai US$200 miliar (Rp 2.922 triliun). Usulan ini dibuat untuk mendorong China agar mengubah kebijakannya yang merugikan Negeri Paman Sam.
Barang-barang China yang masuk dalam daftar tarif terbaru AS itu termasuk mesin sand blasting, belut segar atau beku (tidak termasuk fillet), topi, dan di bagian bawah halaman terakhir tertulis, lukisan dan gambar yang digambar sepenuhnya dengan tangan, pahatan asli, dan barang antik yang berusia lebih dari 100 tahun.
Pengumuman itu membuat dunia kesenian geram.
James Lally, pendiri J.J. Lally & Co., penjual barang seni yang berbasis di New York dengan spesialisasi seni Asia, mengatakan bea masuk yang diusulkan adalah "masalah yang sangat memprihatinkan" bagi museum, kolektor, kurator, dan penjual di seluruh dunia.
"Dampaknya akan sangat mengerikan," katanya. "Ini akan dengan cepat mengurangi pasar kesenian China di AS."
Organisasi profesional seperti Art Dealers Association of America, the Association of Art Museum Directors, dan the British Antique Dealers' Association telah menentang usulan ini.
Selama enam hari audiensi publik di Washington, puluhan perusahaan telah menyuarakan keprihatinan mereka kepada para pejabat perdagangan. Mereka memperingatkan, bea masuk yang diusulkan akan merugikan konsumen Amerika.
Peter Tompa adalah pengacara yang mewakili dua kelompok lobi perwakilan museum, penjual, dan kolektor pada sidang hari Rabu (22/8/2018). Tompa menyatakan seorang anggota komite perdagangan menanyakan satu pertanyaan kepadanya: Karena seni adalah barang mewah, bukankah orang akan tetap membayarnya?
Tompa juga telah mengatakan kepada komite masalah utamanya adalah lambatnya perputaran barang dalam perdagangan seni dan peraturan bea masuk yang baru menyebabkan penjual harus pengeluaran modal yang lebih besar.
"Penjual harus membayar di muka, tetapi perlu waktu lama untuk mendapatkan keuntungan," katanya. Ia menambahkan juga bahwa penjual harus menerima Keputusan Mahkamah Agung yang mengizinkan penjualan lewat internet dikenai pajak, New York Times melaporkan dan dikutip CNBC International.
Asosiasi pedagang Asia Week New York, balai lelang Sotheby dan Christie's mengatakan dalam keluhan tertulis bahwa AS yang akan terpengaruh paling parah, bukan China.
"Mengenakan bea masuk terhadap karya seni yang berasal dari China tidak akan berdampak pada praktik atau kebijakan perdagangan China, karena sebagian besar karya seni tersebut diimpor ke Amerika Serikat dari negara-negara lain selain China," kutipan dari isi keluhan tertulis tersebut.
Nyatanya, AS memiliki pasar yang sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah karya seni dan barang antik asal China yang dijual di Negeri Tirai Bambu. Tahun lalu, karya seni dan barang antik China senilai US$7,1 miliar dijual di pelelangan di seluruh dunia, menurut laporan yang diterbitkan bulan ini oleh Artnet.
Dari penjualan ini, US$5,1 miliar berasal dari lelang di daratan China, di mana operasi pelelangan asing dibatasi. US$408 juta berasal dari AS, meskipun jumlahnya naik 62% dari tahun 2016, dibandingkan dengan peningkatan 6% untuk China.
Para penjual telah menunjukkan bahwa menambahkan bea masuk 25% untuk biaya yang dikenal sebagai "premi pembeli" dapat menghalangi pembeli dan penjual melelang karya seni China di AS, yang akan memukul pertumbuhan di sektor itu.
"Ini tidak menghukum China tapi AS," kata Gisele Croes, seorang ahli kesenian kuno China yang berbasis di Brussels. Ia mengatakan kebijakan bea masuk akan membuat "perdagangan internasional akan kembali ke London, Paris, dan Hong Kong."
Dalam beberapa tahun terakhir, penjualan barang antik asal Negeri Tirai Bambu telah didominasi oleh penjual dan kolektor China. Di sisi lain, pasar untuk kesenian kontemporer internasional, didominasi oleh penjual dan kolektor AS. Mereka juga mengingatkan dampak yang dirasakan oleh dari kebijakan bea masuk terhadap seniman Cina yang mereka pasarkan.
"Salah satu kekuatan ekonomi Amerika adalah kebebasan pasar untuk semua," kata Jeffrey Deitch, penjual dan kurator terkemuka di New York. "Hal tersebut telah menjadikan New York sebagai ibu kota dunia bisnis seni. Merusak situasi ini dapat menimbulkan konsekuensi yang sangat serius."
Bulan depan, Deitch berencana untuk membuka galeri baru yang bernama "Zodiac" di Los Angeles. Sebuah galeri bertemakan museum yang menampilkan kesenian seniman asal China, Ai Weiwei, yang sedang bermukim di Berlin.
Daya tarik utama dari museum ini adalah 2013 instalasi "kursi", yang terdiri dari 6.000 bangku kayu. Kesenian yang bernilai US$2,9 juta ini dibuat dengan mengumpulkan bankgku dari seluruh dataran China. Hasil kesenian ini telah ditampilkan di Gropius Bau, Berlin pada tahun 2014.
Bea masuk yang akan dikenakan ditentukan berdasarkan "lokasi pembuatan, bukan kebangsaan sang pembuatnya," kata kantor perwakilan perdagangan AS yang menanggapi pernyataan melalui email. Karya-karya Ai Weiwei, yang diproduksi di Jerman, akan dibebaskan dari penalti apapun.
Situasinya akan berbeda bagi karya-karya seniman kontemporer yang mengerjakan karyanya di China.
"Seperti dampak kebijakan bea masuk pada saham: Jika harga sebuah barang berubah signifikan karena bea masuk, maka pasar akan pindah," kataMarc Glimcher, presiden dan direktur dari Pace Gallery di New York.
Pembelian di New York sudah dikenakan pajak penjualan lokal hampir 9%, katanya. M ia juga menambahkan, "Jika kami harus menaikkan harga hingga 25%, itu akan sulit untuk menjual pertunjukan."
"Perlindungan apapun dari pasar seni AS akan memiliki efek sebaliknya," dan "Tidak ada yang positif", kata Glimcher melanjutkan.
Tetapi pengenaan bea masuk yang bersifat menghukum tidak hanya memengaruhi pasar seni di AS. Itu juga akan menyulitkan seniman China untuk memamerkan karya mereka, yang berdampak pada berkurangnya pertukaran budaya.
"Ini lebih dari sekadar uang," kata Deitch, mantan direktur Museum Seni Kontemporer di Los Angeles. "Di sinilah konsensus dicapai untuk menentukan seni apakah yang penting."
"Jika Anda seorang seniman China," Deitch menambahkan, "Anda ingin menunjukkan karya Anda di sini, Anda ingin berada di pusat wacana seni internasional."
Sejauh ini, pemerintahan Trump tidak terlalu memperhatikan masalah budaya. Tapi, selama beberapa minggu mendatang, dunia seni akan bekerja untuk meyakinkan para pembuat undang-undang.
Jika AS ingin mengobarkan perang ekonomi dengan China dengan mengenakan pajak karya seni. Hal tersebut akan menjadi luka yang berdampak pada diri sendiri.
(prm) Next Article Era Biden-Harris, Perang Dagang AS-China Berlanjut?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular