
Menanti Kejutan Sri Mulyani Lewat PPh untuk Selamatkan Rupiah
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
23 August 2018 17:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Instrumen pajak penghasilan (PPh) akan digunakan pemerintah untuk mengendalikan derasnya barang-barang impor yang selama ini menjadi penyebab defisit transaksi berjalan (CAD) bengkak. Melebarnya CAD membuat nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS.
Rencananya, pemerintah akan menambah ratusan jenis barang yang bisa terkena tarif PPh impor yang selama ini terbagi dalam beberapa layer, seperti tercantum dalam PMK 34/2017.
Tarif PPh barang impor dibagi menjadi beberapa layer yaitu 2,5%, 5%, 7,5%, sampai dengan 10%. Tarif yang dikenakan kepada importir berbeda-beda, tergantung dari barang maupun klasifikasinya.
Misalnya, seperti barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu, yang menggunakan angka pengenal impor (API) akan dikenakan tarif sebesar 2,5%. Namun jika tidak menggunakan API, maka dikenakan 7,5%.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan tak memungkiri bahwa pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait tengah mengkaji apakah perlu adanya perluasan barang yang terkena tarif PPh Pasal 22 itu.
"Memang ada pembahasan untuk dikaji, apakah pantas untuk ditambah. BKF [Badan Kebijakan Fiskal] membahas ini dengan yang lainnya," kata Robert.
"7,5% sampai 10% untuk barang konsumsi, 2,5% untuk yang lain. Jadi ini macam-macam, ada variasinya," tambah Robert.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengakui, pemerintah berecana mengenakan tarif PPh impor sebesar 7,5% untuk sejumlah barang yang memiliki subtitusi impor dalam negeri.
Berdasarkan identifikasi pemerintah, masih ada sekitar 500 jenis barang impor yang bisa dikenai tarif tersebut. Barang-barang tersebut, mayoritasnya merupakan barang konsumsi.
Upaya mengendalikan impor, tak lepas dari angka defisit neraca perdagangan yang dalam berbulan-bulan terakhir mengalami defisit yang dipicu dari lonjakan impor.
Tekanan tersebut, membuat defisit transaksi berjalan tekor. Hingga kuartal II-2018, Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan mencapai 3,04% dari produk domestik bruto (PDB).
(ray) Next Article Pernyataan Lengkap Sri Mulyani Tentang RI Menahan Laju Impor
Rencananya, pemerintah akan menambah ratusan jenis barang yang bisa terkena tarif PPh impor yang selama ini terbagi dalam beberapa layer, seperti tercantum dalam PMK 34/2017.
Tarif PPh barang impor dibagi menjadi beberapa layer yaitu 2,5%, 5%, 7,5%, sampai dengan 10%. Tarif yang dikenakan kepada importir berbeda-beda, tergantung dari barang maupun klasifikasinya.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan tak memungkiri bahwa pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait tengah mengkaji apakah perlu adanya perluasan barang yang terkena tarif PPh Pasal 22 itu.
"Memang ada pembahasan untuk dikaji, apakah pantas untuk ditambah. BKF [Badan Kebijakan Fiskal] membahas ini dengan yang lainnya," kata Robert.
"7,5% sampai 10% untuk barang konsumsi, 2,5% untuk yang lain. Jadi ini macam-macam, ada variasinya," tambah Robert.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengakui, pemerintah berecana mengenakan tarif PPh impor sebesar 7,5% untuk sejumlah barang yang memiliki subtitusi impor dalam negeri.
Berdasarkan identifikasi pemerintah, masih ada sekitar 500 jenis barang impor yang bisa dikenai tarif tersebut. Barang-barang tersebut, mayoritasnya merupakan barang konsumsi.
Upaya mengendalikan impor, tak lepas dari angka defisit neraca perdagangan yang dalam berbulan-bulan terakhir mengalami defisit yang dipicu dari lonjakan impor.
Tekanan tersebut, membuat defisit transaksi berjalan tekor. Hingga kuartal II-2018, Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan mencapai 3,04% dari produk domestik bruto (PDB).
(ray) Next Article Pernyataan Lengkap Sri Mulyani Tentang RI Menahan Laju Impor
Most Popular