Menko Darmin: Rupiah Selalu Ditekan, Tapi Tetap Bisa Menguat
22 August 2018 11:15

Jakarta, CNBC Indonesia- Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan tekanan yang membuat kurs rupiah melemah ataupun menguat akan selalu ada, terutama tekanan eksternal seperti perang dagang dan kebijakan-kebijakan Presiden AS, Donald Trump.
Namun, dia meyakini bahwa kurs rupiah kini perlahan-lahan sudah mulai bergerak menguat terhadap dolar AS, untuk mencari posisi keseimbangan terbarunya.
"Artinya begini, sebenarnya pergerakan ini sudah lebih besar dari yang seharusnya. Rupiah akan mencari posisinya kembali, walaupun selalu bisa diinterupsi oleh situasi-situasi yang kita tidak tahu apa. Kalau 2 minggu lalu kan ada [krisis lira] Turki, minggu depan nggak tahu apa, kita bisa kena lagi. Ya memang begitu," jelas Darmin usai shalat Idul Adha di Masjid Al-Hakim, Pancoran, Rabu (22/8/2018).
"Tapi jangan dianggap itu bencana besar. Ini persoalan yang memang harus terjadi dengan hubungan-hubungan antar negara yang sedang berubah di dunia ini," imbuhnya.
Adapun tekanan yang membuat rupiah menguat menurutnya lebih banyak dari dalam negeri, yakni bermacam-macam bauran kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam rangka upaya stabilisasi kurs.
Darmin juga mengingatkan bahwa normalisasi kebijakan moneter di AS masih akan terus terjadi sampai tahun depan, sehingga tentu akan menjadi pemicu fluktuasi rupiah.
"Jadi ini bisa melemah sedikit, menguat lagi, ya itu akan berjalan, karena di Amerika sendiri normalisasi kebijakan moneternya masih terjadi, mungkin sampai tahun depan masih belum selesai. Tadinya kan dia sudah semangat betul normalisasinya, tahu-tahu Trump marah dengan Bank Sentralnya, sehingga di-rem lagi sama The Fed," jelasnya.
Lagipula, tambahnya, posisi rupiah saat ini tidak begitu besar pelemahannya. Jika tidak ada tekanan eksternal, arahnya akan terus menguat meski tidak banyak.
(gus)
Namun, dia meyakini bahwa kurs rupiah kini perlahan-lahan sudah mulai bergerak menguat terhadap dolar AS, untuk mencari posisi keseimbangan terbarunya.
"Tapi jangan dianggap itu bencana besar. Ini persoalan yang memang harus terjadi dengan hubungan-hubungan antar negara yang sedang berubah di dunia ini," imbuhnya.
Adapun tekanan yang membuat rupiah menguat menurutnya lebih banyak dari dalam negeri, yakni bermacam-macam bauran kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam rangka upaya stabilisasi kurs.
Darmin juga mengingatkan bahwa normalisasi kebijakan moneter di AS masih akan terus terjadi sampai tahun depan, sehingga tentu akan menjadi pemicu fluktuasi rupiah.
"Jadi ini bisa melemah sedikit, menguat lagi, ya itu akan berjalan, karena di Amerika sendiri normalisasi kebijakan moneternya masih terjadi, mungkin sampai tahun depan masih belum selesai. Tadinya kan dia sudah semangat betul normalisasinya, tahu-tahu Trump marah dengan Bank Sentralnya, sehingga di-rem lagi sama The Fed," jelasnya.
Lagipula, tambahnya, posisi rupiah saat ini tidak begitu besar pelemahannya. Jika tidak ada tekanan eksternal, arahnya akan terus menguat meski tidak banyak.
Artikel Selanjutnya
'RI Pilih Urus Diri Sendiri Daripada Urus Perang Dagang'
(gus)