Internasional
China Protes Bea Masuk Panel Surya AS ke WTO
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
15 August 2018 13:43

Shanghai/ Beijing, CNBC Indonesia - Kementerian perdagangan China mengatakan keputusan Amerika Serikat (AS) untuk menyubsidi perusahaan energi terbarukan dan mengenakan bea masuk pada produk impor sangat mengganggu pasar global dan merugikan kepentingan China.
China telah mengajukan keluhan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk membantu menentukan legalitas kebijakan AS. China mengatakan kebijakan itu tidak hanya merugikan hak China tetapi juga merusak otoritas WTO, kata kementerian yang dilansir dari situs www.mofcom.gov.cn pada Selasa malam, Reuters melaporkan.
AS pada bulan Januari mengumumkan telah mengenakan bea masuk terhadap panel surya impor selama empat tahun ke depan dengan pengurangan bea masuk bertahap dari 30% di tahun pertama hingga 15% di tahun keempat.
"Pelanggaran AS telah sangat mengganggu perdagangan dunia untuk produk seperti photovoltaics dan telah sangat mengganggu kepentingan perdagangan China, keputusan China menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa WTO adalah langkah yang diperlukan untuk menjaga haknya dan mempertahankan aturan perdagangan multilateral," menurut pernyataan kementerian perdagangan China.
Langkah tersebut memang tidak diharapkan akan langsung berdampak terhadap perusahaan pembuat panel surya China, termasuk GCL, Jinko Solar dan Canadian Solar, karena akses mereka terhadap pasar AS telah berkurang akibat perselisihan dagang itu.
Salah satu pejabat eksekutif China, secara anonim mengatakan kepada Reuters bahwa bea masuk tenaga surya AS adalah "pertunjukan sampingan" dan hanya memiliki sedikit dampak pada bisnis di China.
AS telah menuduh China menggunakan subsidi dan kapasitas produksi massal untuk menurunkan harga dan membuat pesaing AS keluar dari bisnis di berbagai sektor.
Menurut data dari Asosiasi Industri Photovoltaic Cina (CPIA), kapasitas produksi modul tenaga surya AS turun dari 1,5 gigawatts (GW) pada tahun 2011 menjadi 1 GW tahun lalu sebagai akibat dari kebangkrutan.
China mengklaim bahwa pabrik tidak mendapatkan keuntungan dari subsidi langsung tetapi dari lingkungan kompetitif yang menawarkan harga lebih murah.
Tahun ini, perusahaan-perusahaan negara tersebut telah menghadapi gelombang penutupan baru setelah badan perencanaan negara mengumumkan rencana untuk membatasi kapasitas baru hanya 30 GW tahun ini, turun dari rekor 53 GW pada tahun 2017.
Meskipun terjadi pergeseran kebijakan, produsen terus meningkatkan produksi, dengan output silikon wafer naik 39% pada semester pertama.
Dari Januari hingga Mei, ekspor produk solar juga melonjak 21% secara tahunan. Hanya sebagian kecil yang dikirim ke Amerika Serikat, dengan India sebagai pasar terbesar.
(prm) Next Article AS Bakal Hapuskan Tarif Impor Panel Surya dari Asean, Ada RI?
China telah mengajukan keluhan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk membantu menentukan legalitas kebijakan AS. China mengatakan kebijakan itu tidak hanya merugikan hak China tetapi juga merusak otoritas WTO, kata kementerian yang dilansir dari situs www.mofcom.gov.cn pada Selasa malam, Reuters melaporkan.
AS pada bulan Januari mengumumkan telah mengenakan bea masuk terhadap panel surya impor selama empat tahun ke depan dengan pengurangan bea masuk bertahap dari 30% di tahun pertama hingga 15% di tahun keempat.
Langkah tersebut memang tidak diharapkan akan langsung berdampak terhadap perusahaan pembuat panel surya China, termasuk GCL, Jinko Solar dan Canadian Solar, karena akses mereka terhadap pasar AS telah berkurang akibat perselisihan dagang itu.
Salah satu pejabat eksekutif China, secara anonim mengatakan kepada Reuters bahwa bea masuk tenaga surya AS adalah "pertunjukan sampingan" dan hanya memiliki sedikit dampak pada bisnis di China.
AS telah menuduh China menggunakan subsidi dan kapasitas produksi massal untuk menurunkan harga dan membuat pesaing AS keluar dari bisnis di berbagai sektor.
Menurut data dari Asosiasi Industri Photovoltaic Cina (CPIA), kapasitas produksi modul tenaga surya AS turun dari 1,5 gigawatts (GW) pada tahun 2011 menjadi 1 GW tahun lalu sebagai akibat dari kebangkrutan.
China mengklaim bahwa pabrik tidak mendapatkan keuntungan dari subsidi langsung tetapi dari lingkungan kompetitif yang menawarkan harga lebih murah.
Tahun ini, perusahaan-perusahaan negara tersebut telah menghadapi gelombang penutupan baru setelah badan perencanaan negara mengumumkan rencana untuk membatasi kapasitas baru hanya 30 GW tahun ini, turun dari rekor 53 GW pada tahun 2017.
Meskipun terjadi pergeseran kebijakan, produsen terus meningkatkan produksi, dengan output silikon wafer naik 39% pada semester pertama.
Dari Januari hingga Mei, ekspor produk solar juga melonjak 21% secara tahunan. Hanya sebagian kecil yang dikirim ke Amerika Serikat, dengan India sebagai pasar terbesar.
(prm) Next Article AS Bakal Hapuskan Tarif Impor Panel Surya dari Asean, Ada RI?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular