
Penjelasan Lengkap DJP Soal Insentif Pajak UMKM 0,5%
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
15 August 2018 11:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan insentif khusus bagi para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Insentif itu berupa penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final dari 1% menjadi 0,5%.
Keputusan itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang merupakan perubahan dari PP 46/2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Meski demikian, sebagian pelaku usaha UMKM justru mengaku belum bisa menikmati fasilitas tersebut. Alasannya, aturan teknis yang sejatinya menjadi kunci implementasi insentif tersebut sampai saat ini belum juga dikeluarkan Kementerian Keuangan. Padahal pemerintah sudah gembar-gembor akan adanya insentif pajak tersebut.
Menindaklanjuti persoalan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menerbitkan Surat Edaran (SE) kepada para pemimpin Kantor Wilayah (Kanwil) DJP maupun Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Dalam surat bernomor S-421/PJ.03/2018 yang diterima CNBC Indonesia, Rabu (15/8/2018), surat tersebut berisi tentang pedoman surat keterangan bebas pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan bagi wajib pajak yang dikenakan tarif PPh final 0,5%.
"Disampaikan beberapa hal sebagai pedoman untuk memberikan pelayanan pada wajib pajak sampai dengan aturan pelaksanaan terbit," jelas Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Yunirwansyah dalam surat tersebut.
Berikut enam pedoman utama yang diberikan DJP kepada seluruh Kanwil DJP maupun KPP di berbagai wilayah Indonesia :
Next Article Negara Bisa Kehilangan Rp 2,5 T dari Insentif Pajak UMKM
Keputusan itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang merupakan perubahan dari PP 46/2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Dalam surat bernomor S-421/PJ.03/2018 yang diterima CNBC Indonesia, Rabu (15/8/2018), surat tersebut berisi tentang pedoman surat keterangan bebas pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan bagi wajib pajak yang dikenakan tarif PPh final 0,5%.
"Disampaikan beberapa hal sebagai pedoman untuk memberikan pelayanan pada wajib pajak sampai dengan aturan pelaksanaan terbit," jelas Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Yunirwansyah dalam surat tersebut.
Berikut enam pedoman utama yang diberikan DJP kepada seluruh Kanwil DJP maupun KPP di berbagai wilayah Indonesia :
- SKB PP 46/2013 yang telah diterbitkan sebelum tanggal 1 Juli 2018 diperlakukan sebagai surat keterangan bahwa wajib pajak dikenai PPh berdasarkan PP 23/2018 (surat keterangan).
- Dalam hal wajib pajak yang telah memiliki SKB PP 46/2013 sebagaimana dimaksud pada angka 1 bertransaksi dengan pemotong atau pemungut pajak, tidak dilakukan pemotongan PPh atas transaksi tersebut sepanjang wajib pajak dapat menyerahkan bukti penyetoran PPh atas transaksi tersebut kepada pemotong atau pemungut pajak.
- SKB PP 46/2013 sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku sampai dengan batas waktu yang tercantum dalam SKB tersebut.
- Permohonan SKB PP 46/2013 yang diajukan sebelum tanggal 1 Juli 2018 namun belum selesai ditindaklanjuti, diterbitkan Surat Keterangan sepanjang memenuhi syarat sebagai wajib pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP 23/2018. Permohonan SKB PP 46/2013 dan legalisasi SKB PP 46/2013 yang diajukan sejak tanggal 1 Juli 2018 tidak dapat diproses dan wajib pajak dapat mengajukan permohonan Surat Keterangan.
- Pedoman sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 6 berlaku sampai dengan berlakunya peraturan pelaksanaan PP 23/2018.
Next Article Negara Bisa Kehilangan Rp 2,5 T dari Insentif Pajak UMKM
Most Popular