
Internasional
Perang Dagang, Ekspor China Melesat Tapi Surplus Menipis
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
08 August 2018 15:04

Beijing, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekspor China secara mengejutkan melesat tinggi di bulan Juli meskipun dibayangi oleh pengenaan tarif impor baru oleh Amerika Serikat (AS).
Impor juga meningkat lebih cepat di bulan Juli berkat permintaan domestik yang stabil dengan pembelian komoditas seperti tembaga dan bijih besi yang meningkat dibandingkan di bulan Juni, menurut data pemerintah yang diumumkan hari Rabu (8/8/2018).
Surplus perdagangan China dengan AS hanya turun sedikit menjadi US$28,09 miliar pada bulan lalu dibandingkan US$28,97 miliar di Juni, Reuters melaporkan.
Washington telah lama mengritik surplus perdagangan China dengan AS dan meminta China untuk memangkasnya. Tetapi tetap saja perselisihan antara dua negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia itu berjalan lebih dalam dari sekadar neraca perdagangan dan ketegangan tetap berlangsung terkait akses pasar, kekayaan intelektual, transfer teknologi, dan investasi.
AS dan China sama-sama mengimplementasi bea masuk terhadap berbagai produk senilai US$ 34 miliar di bulan Juli. Sejak itu, Washington dan Beijing telah saling bertukar ancaman dagang dan mengguncang pasar keuangan yang dikhawatirkan dapat berdampak pada investasi dan pertumbuhan.
Kedua belah pihak sepertinya belum mau mengalah. AS pada hari Rabu mengatakan ingin menarik bea masuk 25% terhadap US$ 16 miliar barang China mulai 23 Agustus mendatang.
Bagaimanapun, analis tetap memprediksikan neraca perdagangan yang kurang menguntungkan untuk China di beberapa bulan ke depan.
"Melihat ke depan, kami memperkirakan pertumbuhan ekspor akan mereda dalam beberapa bulan. Walaupun ini utamanya mencerminkan pertumbuhan global yang lebih lambat daripada efek bea masuk AS, dampaknya secara langsung akan terus ditutupi sebagian besar oleh depresiasi yuan," kata Julian Evans Pritchard, senior ekonom China di Capital Economics.
(prm) Next Article Ke China Melesat, Ini Top 5 Negara Tujuan Ekspor RI di April
Impor juga meningkat lebih cepat di bulan Juli berkat permintaan domestik yang stabil dengan pembelian komoditas seperti tembaga dan bijih besi yang meningkat dibandingkan di bulan Juni, menurut data pemerintah yang diumumkan hari Rabu (8/8/2018).
Laporan menunjukkan ekspor China pada bulan Juli nak 12.2% secara tahunan dan melampaui prediksi peningkatan 10% oleh survey Reuters dan naik dari pertumbuhan 11.2% di bulan Juni.
Impor China naik 27,3% pada bulan Juli, kata lembaga kepabeanan, mengalahkan perkiraan analis dengan pertumbuhan 16,2%, dan dibandingkan dengan kenaikan hanya 14,1% pada Juni.
Dengan demikian, surplus perdagangan China juga ikut turun menjadi US$28,05 miliar di Juli dibandingkan surplus US$41,6 miliar di bulan sebelumnya.
Angka tersebut menjadi data awal untuk melihat sektor perdagangan China secara keseluruhan sejak Amerika Serikat (AS) mengenakan bea masuk terhadap US$34 miliar barang impor dari China mulai 6 Juli.Dengan demikian, surplus perdagangan China juga ikut turun menjadi US$28,05 miliar di Juli dibandingkan surplus US$41,6 miliar di bulan sebelumnya.
Surplus perdagangan China dengan AS hanya turun sedikit menjadi US$28,09 miliar pada bulan lalu dibandingkan US$28,97 miliar di Juni, Reuters melaporkan.
Washington telah lama mengritik surplus perdagangan China dengan AS dan meminta China untuk memangkasnya. Tetapi tetap saja perselisihan antara dua negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia itu berjalan lebih dalam dari sekadar neraca perdagangan dan ketegangan tetap berlangsung terkait akses pasar, kekayaan intelektual, transfer teknologi, dan investasi.
AS dan China sama-sama mengimplementasi bea masuk terhadap berbagai produk senilai US$ 34 miliar di bulan Juli. Sejak itu, Washington dan Beijing telah saling bertukar ancaman dagang dan mengguncang pasar keuangan yang dikhawatirkan dapat berdampak pada investasi dan pertumbuhan.
Kedua belah pihak sepertinya belum mau mengalah. AS pada hari Rabu mengatakan ingin menarik bea masuk 25% terhadap US$ 16 miliar barang China mulai 23 Agustus mendatang.
Bagaimanapun, analis tetap memprediksikan neraca perdagangan yang kurang menguntungkan untuk China di beberapa bulan ke depan.
"Melihat ke depan, kami memperkirakan pertumbuhan ekspor akan mereda dalam beberapa bulan. Walaupun ini utamanya mencerminkan pertumbuhan global yang lebih lambat daripada efek bea masuk AS, dampaknya secara langsung akan terus ditutupi sebagian besar oleh depresiasi yuan," kata Julian Evans Pritchard, senior ekonom China di Capital Economics.
(prm) Next Article Ke China Melesat, Ini Top 5 Negara Tujuan Ekspor RI di April
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular