Pengembang Khawatir Langkah BI Bikin Bunga Bank Meroket

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
31 July 2018 14:24
Kalangan pengusaha sektor properti mengkhawatirkan adanya kenaikan bunga bank secara sporadis
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pengusaha sektor properti mengkhawatirkan adanya kenaikan bunga bank secara sporadis merespons keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan bunga acuan sebanyak 100 bps.

Direktur Utama Summarecon Agung Adrianto Adhi menilai, kenaikan bunga perbankan secara signifikan hanya akan menekan pasar properti yang dalam beberapa tahun terakhir belum mengalami perbaikan.

Menurut dia, kenaikan bunga perbankan akan membuat upaya bank sentral menggenjot pasar properti melalui relaksasi aturan Loan to Value (LTV) menjadi tidak efektif.

"Kami khawatir bunga bank akan naik. Ketika bunga naik, bunga KPR akan naik, dan daya beli merosot. Situasi ini cukup rumit," kata Adrianto dalam sebuah seminar, Selasa (31/7/2018).

"Saya tidak tahu lagi apakah BI memiliki instrumen lain untuk menyikapi ini. Apalagi, saat ini terjadi pelemahan rupiah yang semakin berpotensi menurunkan daya beli," sambungnya.

Hal senada turut dikemukakan oleh Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia Ignesjz Kemalawarta. Menurut dia, tumbuh berkembangnya pasar properti akan ditentukan oleh faktor permintaan.

"Kami perlu menyesuaikan supply terhadap demand juga," ungkap Ignesjz, yang juga merupakan direktur PT Bumi Serpong Damai itu

Syarat Bank Tak Naikkan Bunga Secara Agresif

Salah satu perwakilan perbankan yang hadir dalam seminar tersebut, pun tak memungkiri bakal segera menyesuaikan suku bunga meskipun nominal rata-ratanya tidak sebesar yang diperkirakan.

Direktur Consumer Banking PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Budi Satria mengakui, bahwa kondisi perbankan saat ini mengalami dilema dalam menghadapi kondisi terkini.

"ini dilema bagi perbankan, karena market akan seperti apa. Kami simulasikan, kredit BTN naik 0,25% jadi angsuran tidak akan memberatkan," jelas Budi.

Budi memandang, perbankan nasional tidak akan secara agresif menaikkan bunga selama likuiditas tetap terjaga. Namun jika likuiditas mengetat, maka bank pun mau tidak mau harus melakukan penyesuaian.

"Kalau likuiditas bagus, kami tidak akan naikkan. Tapi kalau market ketat, kami naikkan 0,25% lah. Tapi saya rasa, BI selalu memantau likuiditas di market untuk menjaga likuiditas," jelasnya.

Lantas, apakah BI bisa menahan perbankan menaikkan bunga bank? Kepala Grup Riset Makroprudensial Departemen Kebijakan Makro Prudensial BI Retno Ponco Windarti menegaskan, bahwa hal itu sangat sulit dilakukan.

"Agak berat ya [menahan bunga bank tidak naik]. Kita sama-sama tau, bahwa kita tidak bisa direct seperti dulu untuk mengatur suku bunga kredit berapa. Sekarang kami serahkan semua ke bank," kata Retno.

Namun, BI memastikan akan selalu berada di pasar untuk memastikan likuiditas tetap terjaga. "BI sangat concern, itu sebabnya kami monitor baik likuiditas perbankan maupun market," tegasnya.

Sebagai informasi, Gubernur BI Perry Warjiyo kerap mengibaratkan keputusan bank sentral menaikkan bunga acuan bagaikan 'jamu pahit' meskipun sejatinya bertujuan untuk menjaga stabilitas, khususnya stabilitas nilai tukar.

Bank sentral memahami, kenaikkan bunga acuan akan berdampak pada akselerasi perekonomian. Maka dari itu, BI merelaksasi LTV yang diibaratkan sebagai 'jamu manis' sebagai salah satu cara mendorong geliat ekonomi.

(dru) Next Article Mampukah Relaksasi LTV Kembali Gairahkan Sektor Properti?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular