Jokowi, Bebas Pajak Setengah Abad, dan Kendalanya

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
27 July 2018 13:39
Indikasi Inkosistensi Regulasi Pemerintah dan Tahun Politik
Foto: CNBC Indonesia
Regulasi tax holiday sebenarnya sudah ada sejak tahun 1967 melalui Undang-Undang (UU) No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing. Namun, regulasi ini beberapa kali dihapuskan dan diterbitkan kembali.

Baru pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) regulasi tax holiday kembali diluncurkan dengan payung hukum PMK No. 130/2011. Pada era pemerintahan Jokowi-JK, peraturan ini diubah dengan PMK No. 159/2015, yang kemudian disempurnakan menjadi PMK No. 103/2016.

Ada perubahan mendasar yang mengindikasikan inkonsistensi pemerintah, yakni perubahan istilah "Pembebasan atau Pengurangan PPh badan” pada PMK No 130/2011 era SBY menjadi hanya “Pengurangan PPh Badan” pada PMK No. 103 tahun 2016 era Jokowi.

Pada PMK 130/2011, tidak ada ketentuan rentang besaran pengurangan PPh Badan atau 100% dibebaskan. Namun, pada PMK 159/2015 diatur bahwa pengurangan PPh Badan berada di rentang 10%-100% dari jumlah PPh Badan terutang. Inkosistensi ini nampaknya memicu kekhawatiran tersendiri bagi investor.

Memang, pada PMK No.35 Tahun 2018, ketentuannya sudah diganti menjadi pengurangan PPh Badan sebesar 100%, atau berarti bebas pajak. Namun, pandangan “ganti rezim = ganti peraturan” tentu saja masih menghantui investor.

Apalagi, tahun 2019 merupakan tahun politik. Tidak ada yang menjamin Presiden Jokowi akan memimpin untuk 2 periode berturut-turut. Alhasil, tidak ada pula yang bisa memastikan regulasi tax holiday akan berumur panjang.

(dru)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular