
Shell, Total, dan Repsol Untung Banyak dari Harga Minyak
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
26 July 2018 19:31

London, CNBC Indonesia- Raksasa Energi Royal Dutch Shell dari Belanda, Total dari Prancis dan Repsol dari Spanyol pada hari Kamis (26/7/2018) mencatatkan peningkatan laba bersih pada kuartal kedua yang disebabkan oleh melambungnya harga minyak.
Kenaikan harga minyak dapat meningkatkan inflasi dan memberi dampak merugikan bagi perekonomian dunia ke depannya. Namun, tetap saja kenaikan harga minyak ini pertama-tama bakal jadi berkah dan ladang laba bagi negara produsennya.
"Kebaikan harga minyak mentah pastinya berita yang sangat bagus bagi perusahaan minyak," kata Fawad Razaqzada selaku analis di perusahaan trading Forex.com, dilansir dari AFP.
"Semakin tinggi harga minyak, semakin baik marjin laba dan pendapatan bagi perusahaan-perusahaan minyak," tambahnya.
Naiknya harga minyak ini tak lepas dari campur tangan dan kesepakatan kartel Organisasi Negara-negara Pengeksor Minyak (Organization of Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan Rusia untuk membatasi produksi sejak bulan Desember 2016.
Harga minyak London Brent, yang merupakan patokan minyak global utama, melonjak sekitar 50% selama setahun terakhir menjadi US$74 (Rp 1.069.115) per barel saat ini.
Khawatir akan kenaikan harga yang tidak bisa dikendalikan, OPEC dan Rusia melakukan kesepakatan baru di bulan Juni untuk membuka keran-keran minyaknya.
Shell umumkan buyback
Royal Dutch Shell pada hari Kamis juga mengumumkan bahwa laba bersihnya di kuartal kedua naik empat kali lipat, didorong oleh tingginya harga minyak dan penjualan aset. Perusahaan itu juga mengumumkan untuk melakukan aksi pembelian saham kembali (buyback) senilai US$25 miliar.
Laba setelah pajak naik menjadi US$6 miliar dalam tiga bulan sampai Juni dari tahun sebelumnya. Perusahaan itu membongkar aset senilai US$2,5 miliar yang dialirkan ke Kanada, India, Malaysia, Norwegia dan Thailand.
Shell juga telah berencana mendivestasi sahamnya senilai US$30 miliar seraya merampingkan portfolionya, menyusul akuisisi BG Group di tahun 2016.
Analis Markets.com Neil Wilson mengatakan kepada AFP bahwa Shell "Pastinya meraih keuntungan dari harga minyak yang lebih tinggi [...] dan pemangkasan ongkos yang sangat efektif, membuatnya jauh lebih ramping dan sehat dibanding ketika harga minyak di atas US$100".
Sementara itu di Paris pada hari Kamis, raksasa minyak dan gas asal Prancis Total melaporkan kenaikan laba bersih 83% menjadi US$3,7 miliar. Grup itu berkata sudah "Sepenuhnya untung dari [kenaikan harga minyak] dengan tetap fokus pada efisiensi operasional".
Laba bersih yang disesuaikan melonjak 44% menjadi US$3,55 miliar, tertolong oleh pemulihan yang relatif baru dan parsial pada hasil produksi dari Libya. Ekspor negara itu sudah berkali-kali terganggu dalam beberapa bulan belakangan karena kerusuhan.
Dorongan Libya
"Total juga diuntungkan dari pembukaan kembali kapasitas ekspor minyak Libya," kata Artjom Hatsaturjants selaku analis riset Accendo Markets kepada AFP.
"Perusahaan itu memiliki sejarah operasional panjang di sini dan posisinya semakin kuat setelah pembelian beberapa aset Marathon Oil di negara itu."
Begitu pula di Madrid pada hari Kamis, Repsol berkata laba bersih yang sudah disesuaikan melonjak hampir seperempat menjadi 549 juta euro di periode yang sama.
Meskipun begitu, ada beberapa berita negatif di sektor energi dari grup minyak Norwegia Equinor yang sebelumnya dikenal dengan nama Statoil. Laba bersih Equinor tersungkur 15% menjadi $1,2 miliar karena pembayaran pajak yang lebih tinggi, tetapi labanya naik seperlima ke $18,1 miliar.
(gus/gus) Next Article Harga BBM Shell Naik Hari Ini!
Kenaikan harga minyak dapat meningkatkan inflasi dan memberi dampak merugikan bagi perekonomian dunia ke depannya. Namun, tetap saja kenaikan harga minyak ini pertama-tama bakal jadi berkah dan ladang laba bagi negara produsennya.
"Semakin tinggi harga minyak, semakin baik marjin laba dan pendapatan bagi perusahaan-perusahaan minyak," tambahnya.
Naiknya harga minyak ini tak lepas dari campur tangan dan kesepakatan kartel Organisasi Negara-negara Pengeksor Minyak (Organization of Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan Rusia untuk membatasi produksi sejak bulan Desember 2016.
Harga minyak London Brent, yang merupakan patokan minyak global utama, melonjak sekitar 50% selama setahun terakhir menjadi US$74 (Rp 1.069.115) per barel saat ini.
Khawatir akan kenaikan harga yang tidak bisa dikendalikan, OPEC dan Rusia melakukan kesepakatan baru di bulan Juni untuk membuka keran-keran minyaknya.
Shell umumkan buyback
Royal Dutch Shell pada hari Kamis juga mengumumkan bahwa laba bersihnya di kuartal kedua naik empat kali lipat, didorong oleh tingginya harga minyak dan penjualan aset. Perusahaan itu juga mengumumkan untuk melakukan aksi pembelian saham kembali (buyback) senilai US$25 miliar.
Laba setelah pajak naik menjadi US$6 miliar dalam tiga bulan sampai Juni dari tahun sebelumnya. Perusahaan itu membongkar aset senilai US$2,5 miliar yang dialirkan ke Kanada, India, Malaysia, Norwegia dan Thailand.
Shell juga telah berencana mendivestasi sahamnya senilai US$30 miliar seraya merampingkan portfolionya, menyusul akuisisi BG Group di tahun 2016.
Analis Markets.com Neil Wilson mengatakan kepada AFP bahwa Shell "Pastinya meraih keuntungan dari harga minyak yang lebih tinggi [...] dan pemangkasan ongkos yang sangat efektif, membuatnya jauh lebih ramping dan sehat dibanding ketika harga minyak di atas US$100".
Sementara itu di Paris pada hari Kamis, raksasa minyak dan gas asal Prancis Total melaporkan kenaikan laba bersih 83% menjadi US$3,7 miliar. Grup itu berkata sudah "Sepenuhnya untung dari [kenaikan harga minyak] dengan tetap fokus pada efisiensi operasional".
Laba bersih yang disesuaikan melonjak 44% menjadi US$3,55 miliar, tertolong oleh pemulihan yang relatif baru dan parsial pada hasil produksi dari Libya. Ekspor negara itu sudah berkali-kali terganggu dalam beberapa bulan belakangan karena kerusuhan.
Dorongan Libya
"Total juga diuntungkan dari pembukaan kembali kapasitas ekspor minyak Libya," kata Artjom Hatsaturjants selaku analis riset Accendo Markets kepada AFP.
"Perusahaan itu memiliki sejarah operasional panjang di sini dan posisinya semakin kuat setelah pembelian beberapa aset Marathon Oil di negara itu."
Begitu pula di Madrid pada hari Kamis, Repsol berkata laba bersih yang sudah disesuaikan melonjak hampir seperempat menjadi 549 juta euro di periode yang sama.
Meskipun begitu, ada beberapa berita negatif di sektor energi dari grup minyak Norwegia Equinor yang sebelumnya dikenal dengan nama Statoil. Laba bersih Equinor tersungkur 15% menjadi $1,2 miliar karena pembayaran pajak yang lebih tinggi, tetapi labanya naik seperlima ke $18,1 miliar.
(gus/gus) Next Article Harga BBM Shell Naik Hari Ini!
Most Popular