
Mendag: Importir di AS Minta RI Tetap Diberi Bea Masuk Rendah
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
25 July 2018 14:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita tengah berada di Amerika Serikat untuk memperjuangkan agar Indonesia tetap mendapat bea masuk rendah dari Amerika Serikat dalam fasilitas Generalized System of Preferences (GSP).
Di sana, Mendag bertemu dengan sejumlah importir AS di Washington DC. Dia menuturkan sebetulnya importir kelas menengah di AS masih membutuhkan produk RI yang diberi fasilitas GSP.
"Indonesia memahami adanya review atas penerima GSP. Namun, Indonesia berharap hasil review tidak menganggu ekspor Indonesia ke AS dan tidak memberi dampak pada industri domestik AS yang selama ini memanfaatkan skema GSP. Tanpa skema GSP, harga produk akan naik dan daya saing akan terganggu," jelas Enggar dalam siaran pers yang diterima CNBC Indonesia, Selasa (24/7/2018) malam.
Sepanjang tahun lalu, produk Indonesia yang menggunakan skema GSP bernilai US$ 1,9 miliar. Angka ini masih jauh di bawah negara-negara penerima GSP lainnya seperti India sebesar US$ 5,6 miliar, Thailand US$ 4,2 miliar, dan Brasil US$ 2,5 miliar.
Produk ekspor RI yang ke AS yang masuk ke dalam komoditas penerima GSP antara lain ban karet, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat-alat musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai.
Seperti diketahui, AS tengah mengevaluasi apakah RI masih pantas menerima fasilitas GSP atau tidak.
Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan, bahwa impelementasi GPN menjadi salah satu dari sejumlah alasan yang membuat AS merasa dihambat oleh Indonesia.
Hal itu, pada akhirnya berujung pada evaluasi fasilitas GSP yang selama ini diterima Indonesia dari negeri adidaya itu.
(ray) Next Article RI Komitmen Tetap Impor Bahan Baku & Barang Modal dari AS
Di sana, Mendag bertemu dengan sejumlah importir AS di Washington DC. Dia menuturkan sebetulnya importir kelas menengah di AS masih membutuhkan produk RI yang diberi fasilitas GSP.
"Indonesia memahami adanya review atas penerima GSP. Namun, Indonesia berharap hasil review tidak menganggu ekspor Indonesia ke AS dan tidak memberi dampak pada industri domestik AS yang selama ini memanfaatkan skema GSP. Tanpa skema GSP, harga produk akan naik dan daya saing akan terganggu," jelas Enggar dalam siaran pers yang diterima CNBC Indonesia, Selasa (24/7/2018) malam.
Sepanjang tahun lalu, produk Indonesia yang menggunakan skema GSP bernilai US$ 1,9 miliar. Angka ini masih jauh di bawah negara-negara penerima GSP lainnya seperti India sebesar US$ 5,6 miliar, Thailand US$ 4,2 miliar, dan Brasil US$ 2,5 miliar.
Produk ekspor RI yang ke AS yang masuk ke dalam komoditas penerima GSP antara lain ban karet, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat-alat musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai.
Seperti diketahui, AS tengah mengevaluasi apakah RI masih pantas menerima fasilitas GSP atau tidak.
Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan, bahwa impelementasi GPN menjadi salah satu dari sejumlah alasan yang membuat AS merasa dihambat oleh Indonesia.
Hal itu, pada akhirnya berujung pada evaluasi fasilitas GSP yang selama ini diterima Indonesia dari negeri adidaya itu.
(ray) Next Article RI Komitmen Tetap Impor Bahan Baku & Barang Modal dari AS
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular