Bos Inalum: Ambil Freeport Sekarang atau 50 Tahun Lagi

Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
17 July 2018 19:17
Bos Inalum mengatakan kesempatan ambil Freeport terbaik memang saat ini, jika diundur kesempatan mungkin baru datang 50 tahun lagi
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia- Banyaknya komentar miring usai penandatanganan Head of Agreements (HoA) antara PT Inalum (Persero) dan Freeport McMoran memancing para pemangku kepentingan yang mengurus transaksi ini buka suara.

Salah satunya, tentu saja dari Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi Gunadi Sadikin, yang dua tahun belakangan ini sibuk bernegosiasi untuk mengeksekusi amanat Undang-Undang untuk mengakuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia.



Ia paham banyak yang menanggapi negatif soal transaksi ini, mulai dari mengapa tidak menunggu hingga habis kontrak 2021, harga yang dinilai terlalu mahal, bagian pencitraan politik, dan skema yang dipertanyakan.

Soal transaksi dan skema transaksi, ia mengatakan ini memang teknis dan perlu waktu untuk menjelaskan. Pertimbangan mengapa akhirnya hak partisipasi Rio Tinto harus diambil, karena memang untuk benefit lebih tinggi di masa depan.

"Ini tidak mudah, adanya Rio Tinto memang membuat rumit transaksi. Soal transaksi ini kami juga berkali-kali jelaskan ke para dirjen, jamdatun, dan lainnya," ujar Budi, di kantornya, Selasa (17/7/2018).



Untuk mengukur nilai yang pantas membeli saham PT Freeport Indonesia, Budi juga menggunakan jasa-jasa tim penilai independen dari luar dan dalam negeri. "Hal seperti ini bisa dijawab dan dipaparkan jika bersedia," katanya.

Tetapi, soal pencitraan, ia hanya menegaskan bahwa upaya yang dilakukan pemerintah saat ini bukan sekedar aksi cari panggung. "It's not about siapa yang dapat panggung. Ini tambang emas besar sudah 50 tahun bukan di tangan kita, mau kami bawa kembali ke RI. Mau apa tidak? Jika kita sibuk berantem sendiri, transaksi ini bisa tidak jadi"

Penandatanganan HoA di Juli ini, juga dinilai, bukan karena tahun politik. Tapi memang upaya yang sudah ditempuh beberapa tahun dan harus 'dikunci' saat ini. Pertimbangannya memang tak bisa menunggu 2021 karena alasan teknis seperti nilai yang berpotensi lebih tinggi dan risiko arbitrase. "Iya kalau menang, kalau kalah risikonya lebih besar. Mungkin kita yang di Jakarta tidak terasa langsung efeknya, tapi puluhan ribu pekerja dan Papua bisa kena dampak langsung," cerita Budi.

Negosiasi kali ini membuahkan hasil, harga yang didapatkan pemerintah untuk mengambil Freeport senilai US$ 3,85 miliar, menurutnya, sudah harga yang bagus dengan potensi menguntungkan di masa depan. Ini tak lepas juga dari komitmen Presiden Joko Widodo yang memang menginginkan divestasi secepatnya jika sudah ada jalan.

"Opsinya memang hanya dua. Ambil sekarang, atau kalau tidak mungkin baru ada kesempatan 50 tahun lagi. Mau yang mana?" tutupnya sambil bertanya.


(gus/gus) Next Article Kesepakatan Diteken, Nilai Akuisisi Freeport Rp 53 T

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular