Piala Dunia 2018

Tottenham Hotspur, Tulang Punggung Baru Timnas Inggris

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 July 2018 14:47
Tottenham Hotspur, Tulang Punggung Baru Timnas Inggris
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Tim nasional Inggris gagal mewujudkan cita-cita football is coming home. Dini hari tadi waktu Indonesia, Harry Kane cs harus mengakui keunggulan Kroasia di semifinal Piala Dunia 2018. Kini Inggris bisa mengincar posisi ketiga dalam laga kontra Belgia. 

Namun, pencapaian Inggris di Rusia 2018 sudah melebihi ekspektasi. Tidak banyak yang mengira Tim Tiga Singa bisa melaju sampai ke semifinal. 

Tim yang berangkat ke Rusia dijejali pemain-pemain muda yang meski berbakat tetapi minim pengalaman internasional. Oleh karena itu, banyak yang sangsi Inggris bisa berbicara banyak. 

Meski tersingkir, tim nasional Inggris masih menyimpan potensi. Jika level mereka bisa naik lagi, maka niscaya mampu melampaui pencapaian senior-senior, seperti Steven Gerrard, Frank Lampard, David Beckham, dan Wayne Rooney. 

Inggris adalah satu dari dua negara yang seluruh skuatnya bermain di liga domestik. Negara lainnya adalah Arab Saudi. Biasanya pemain-pemain tim nasional Inggris didominasi oleh klub-klub besar macam Manchester United, Arsenal, Liverpool, atau beberapa tahun terakhir klub orang kaya baru macam Chelsea atau Manchester City. 

Namun sekarang petanya berbalik. Kini tulang punggung tim nasional Inggris berasal dari Tottenham Hotspur, klub yang beberapa tahun lalu masih berstatus medioker. Spurs selalu di bawah bayang-bayang sang tetangga, Arsenal. 

Sejak kedatangan Mauricio Pochettino, Spurs berubah. The Lilywhites bukan lagi sekedar tim pelengkap papan tengah, tetapi menjadi penantang serius kemapanan klub-klub besar. Dalam tiga musim terakhir, Spurs tidak pernah keluar dari posisi tiga besar. 

Saat tim-tim besar disesaki bakat-bakat asing, Spurs menjadi klub yang lumayan loyal terhadap pemain lokal. Otomatis ketika performa Spurs terus menanjak, pemain-pemain lokal ini dipanggil ke tim nasional. 

Pemain Spurs yang berangkat ke Rusia bersama tim nasional Inggris adalah Danny Rose, Eric Dier, Kieran Trippier, Dele Alli, dan tentunya Kane. Mereka semua menjadi pemain inti di tim asuhan Gareth Southgate. Artinya dari 11 pemain, hampir setengahnya dari Spurs. 

Apa yang membuat Spurs berubah? 

Kunci perubahan Spurs mau tidak mau, suka tidak suka, disebabkan oleh Pochettino. Pelatih asal Argentina ini memimpin dan memelihara revolusi Spurs sehingga menjadi kekuatan yang menakutkan.

Pochettino membagi rahasianya mengubah Spurs. Dia percaya terhadap kekuatan alam semesta (energia universal), energi yang menggerakkan semua makhluk. 

"Saya percaya kepada energia unversal. Semua terhubung, tidak ada kejadian yang independen karena sesuatu terjadi sebagai akibat dari kejadian sebelumnya. Mungkin itu alasannya Harry selalu mencetak gol di pertandingan derbi. Saya percaya energi itu," paparnya dalam sebuah konferensi pers pada akhir 2016, mengutip BBC.  

Dari prinsip itu, Pochetino mengubah mentalitas Spurs. Dia menilai selama ini Spurs menjadi medioker karena mental mereka memang seperti itu. Sebuah kejadian selalu merupakan rentetan dari kejadian sebelumnya, mental medioker akan menghasilkan posisi yang medioker pula. 

Oleh karena itu, faktor mental menjadi fokus utama pembenahan Pochettino. Dia meminta pemainnya terus menyalurkan energi positif, termasuk di lapangan. 

Selain itu, Pochettino juga tahu benar kebutuhan tim. Pemain-pemain yang direkrutnya jarang yang sia-sia. Harga yang dibayar pun tidak mahal.


Misalnya Alli, yang didatangkan dari MK Dons dengan nilai 5 juta poundsterling (Rp 95,07 miliar dengan kurs saat ini). Pochettino memahami bahwa Spurs butuh gelandang lincah, bertenaga, tetapi visioner, dan kreatif. Kriteria itu dilihatnya dalam diri Alli, dan perjudian Pochettino berhasil. 

Atau Dier yang direkrut dari Sporting Lisbon (Portugal) dengan harga ekonomis, yaitu 4 juta poundsterling atau sekitar Rp 76,08 miliar. Pochettino melihat Spurs membutuhkan gelandang bertahan yang disiplin, dan Dier memenuhi persyaratan itu. Lagi-lagi Pochettino sukses besar. 

Tidak hanya pintar mencari pemain yang sesuai dengan kebutuhan tim, Pochettino juga lihai memoles pemain yang sebelumnya menghilang. Contohnya Erik Lamela.  Pada 2013, Lamela pindah ke Spurs dari AS Roma (Italia) dengan mahar 25,8 juta poundsterling atau sekira Rp 490,62 miliar.

Namun di musim pertamanya, Lamela gagal mengulangi kecermelangan seperti saat di Roma. Bahkan fans Spurs membuat olok-olok dengan menyebar selebaran yang menyatakan Lamela hilang, dan jika ada menemukan tolong kembalikan ke Roma. Lamela hanya bermain 17 kali di semua kompetisi pada musim debutnya. 

Kedatangan Pochettino mengubah segalanya. Lamela berhasil dipermak menjadi gelandang elegan yang sesuai dengan gaya permainan Spurs. Dia pun kini menjadi pemain kunci yang mampu membuat Spurs berada di papan atas dalam tiga musim terakhir. 

Dua faktor itu yang setidaknya membuat Spurs menjelma menjadi kekuatan baru. Revolusi Spurs di bawah Pochettino berjalan sukses, dan hasilnya sudah dipetik. Bukan hanya bagi Spurs sendiri, tetapi juga buat tim nasional Inggris.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular