Inggris Lawan Swedia, David Vs Goliath
07 July 2018 19:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Malam nanti, perempat final Piala Dunia 2018 menyuguhkan partai antara Inggris vs Swedia. Duel ini bukan hanya sekedar memperebutkan satu tiket ke semifinal, namun juga mempertaruhkan nama baik mereka di kancah sepak bola internasional.
Bagi Inggris, ini adalah partai perempat final ketujuh sepanjang edisi Piala Dunia. Sementara bagi Swedia, ini partai perempat final yang keenam. Dengan statistik ini, boleh dibilang sejarah kedua negara dalam perhelatan Piala Dunia cukup baik.
Namun, tampaknya gengsi Inggris lebih dipertaruhkan. Pasalnya, Timnas Negeri Ratu Elizabeth dihuni oleh pemain-pemain dengan nilai cukup besar. Merujuk data transfer market, setidaknya ada tiga pemain yang berada di posisi 25 besar pemain termahal.
Sebut saja Harry Kane dengan nilai mencapai 150 juta euro, lalu ada Dele Alli dengan nilai mencapai 100 euro dan terakhir Raheem Sterling 90 juta euro. Kondisi berbeda terjadi dengan Swedia, dimana pemain value termahal dimiliki Emil Forsberg dengan nilai hanya mencapai 25 juta euro, lalu diikuti Victor Lindeloef yang saat ini bermain di Manchester United dengan nilai yang sama.
Perbandingan nilai skuat antar kedua timnas yang cukup jauh menjadi beban tersendiri bagi Inggris. Dengan skuat yang diisi pemain-pemain termahal plus dengan strategi menyerang yang atraktif, tentu mewajibkan Negeri Ratu Elizabeth mampu memenangi laga tersebut. Terutama dalam meniti jalan meraih kesuksesan saat meraih juara pada Piala Dunia 1966.
Sementara bagi Swedia, dengan rekor belum pernah sekalipun menjuarai piala dunia, tentu akan berusaha semaksimalkan mungkin untuk meraih kemenangan. Meskipun belum pernah juara, namun penampilan Swedia praktis tanpa beban. Hal inilah boleh dikatakan menjadi salah satu strategi mereka hingga menembus perempat final.
Perbandingan ekonomi sejalan dengan Prestasi di Sepakbola
Prestasi kedua negara dalam sepakbola nampaknya sejalan dengan pembangunan ekonomi di kedua negara.
Inggris merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia.
Data Internasional Monetary Fund (IMF) tahun 2017, Negeri Ratu Elizabeth berada di posisi 5 besar Produk Domestik Bruto (PDB) dengan nilai sekitar US$ 2,6 triliun. Sementara Swedia hanya menempati posisi 22 dengan nilai sekitar US$ 538 miliar. Maka jika dibandingkan PDB Inggris nilai hampir lima kali lipat dari PDB Swedia.
Perbandingan yang cukup signifikan antar kedua negara ternyata berdampak kepada pembinaan sepak bola di kedua negara. Di Inggris, pembinaan sepak bola terlihat dari penyelenggaran liga lokal yaitu Premier League. Klub-klub di liga tersebut memiliki finansial yang cukup sehat seiring dengan masuknya sponsor-sponsor ke negara tersebut.
Tentu salah pendorongnya karena Inggris termasuk negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Dampak dari brand ini pun, mendorong perusahaan-perusahaan di dunia sebut saja Etihad Airways yang menjadi sponsor di Manchester City, Chevrolet yang menjadi sponsor di Mancherster United (MU) hingga Standart Chartered di Liverpool.
Adanya aliran dari sponsor pun ikut membantu klub untuk menyiapkan akademi guna melahirkan pemain-pemain hebat di masa depan terutama timnas Inggris. Sebut saja Trent Alexander-Arnold, jebolan akademi Liverpool yang sukses menembus skuat tim nasional (timnas) Inggris saat ini. Contoh lain, Paul Pobga, jebolan akademi MU saat ini sukses menembus timnas Prancis yang dibawanya ke semifinal Piala Dunia 2018.
Kehebatan liga inggris khususnya klub-klub melahirkan pemain besar tentu berdampak kepada peningkatan level timnas termasuk Inggris.
Sementara di Swedia, pembinaan pemain muda di negara tersebut nampaknya kurang menjadi perhatian.
Akibatnya calon-calon pemain sepakbola di negara tersebut pun menimba ilmu di luar negeri. Sebut saja Zlatan Ibrahimovic yang telah malang melintang bermain di liga eropa seperti Juventus, AC Milan hingga MU. Lalu ada Victor Lindelof yang saat ini bermain juga bermain MU.
Swedia sebenarnya bukan negara miskin, namun dengan kondisi pertumbuhan ekonomi tidak semaju di Inggris nampaknya juga berdampak kepada aliran finansial yang masuk ke liga domestik. Akibatnya klub-klub di liga tersebut pun kurang memberi perhatian lebih dalam membangun skuat timnasnya.
Namun untuk tahun ini, dewi fortuna nampaknya menaungi negara tersebut. Praktis sejak menyingkirkan Italia di babak playoff, laju tim tersebut belum terhenti. Saat ini, Inggris berada di hadapan mereka.
Dengan fakta perbandingan ekonomi hingga skuat timnas yang jauh berbeda, apakah Swedia mampu melanjutkan keberuntungannya? Atau Inggris yang mampu memanfaatkan pemain hebat di skuatnya untuk terus melaju hingga final dan mengulang kesuksesan menjuarai piala dunia pada tahun 1966. Kita tunggu saja pertandingan nanti malam
(ray/ray)
Bagi Inggris, ini adalah partai perempat final ketujuh sepanjang edisi Piala Dunia. Sementara bagi Swedia, ini partai perempat final yang keenam. Dengan statistik ini, boleh dibilang sejarah kedua negara dalam perhelatan Piala Dunia cukup baik.
Namun, tampaknya gengsi Inggris lebih dipertaruhkan. Pasalnya, Timnas Negeri Ratu Elizabeth dihuni oleh pemain-pemain dengan nilai cukup besar. Merujuk data transfer market, setidaknya ada tiga pemain yang berada di posisi 25 besar pemain termahal.
Sebut saja Harry Kane dengan nilai mencapai 150 juta euro, lalu ada Dele Alli dengan nilai mencapai 100 euro dan terakhir Raheem Sterling 90 juta euro. Kondisi berbeda terjadi dengan Swedia, dimana pemain value termahal dimiliki Emil Forsberg dengan nilai hanya mencapai 25 juta euro, lalu diikuti Victor Lindeloef yang saat ini bermain di Manchester United dengan nilai yang sama.
Perbandingan nilai skuat antar kedua timnas yang cukup jauh menjadi beban tersendiri bagi Inggris. Dengan skuat yang diisi pemain-pemain termahal plus dengan strategi menyerang yang atraktif, tentu mewajibkan Negeri Ratu Elizabeth mampu memenangi laga tersebut. Terutama dalam meniti jalan meraih kesuksesan saat meraih juara pada Piala Dunia 1966.
Sementara bagi Swedia, dengan rekor belum pernah sekalipun menjuarai piala dunia, tentu akan berusaha semaksimalkan mungkin untuk meraih kemenangan. Meskipun belum pernah juara, namun penampilan Swedia praktis tanpa beban. Hal inilah boleh dikatakan menjadi salah satu strategi mereka hingga menembus perempat final.
Perbandingan ekonomi sejalan dengan Prestasi di Sepakbola
Prestasi kedua negara dalam sepakbola nampaknya sejalan dengan pembangunan ekonomi di kedua negara.
Inggris merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia.
Data Internasional Monetary Fund (IMF) tahun 2017, Negeri Ratu Elizabeth berada di posisi 5 besar Produk Domestik Bruto (PDB) dengan nilai sekitar US$ 2,6 triliun. Sementara Swedia hanya menempati posisi 22 dengan nilai sekitar US$ 538 miliar. Maka jika dibandingkan PDB Inggris nilai hampir lima kali lipat dari PDB Swedia.
Perbandingan yang cukup signifikan antar kedua negara ternyata berdampak kepada pembinaan sepak bola di kedua negara. Di Inggris, pembinaan sepak bola terlihat dari penyelenggaran liga lokal yaitu Premier League. Klub-klub di liga tersebut memiliki finansial yang cukup sehat seiring dengan masuknya sponsor-sponsor ke negara tersebut.
Tentu salah pendorongnya karena Inggris termasuk negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Dampak dari brand ini pun, mendorong perusahaan-perusahaan di dunia sebut saja Etihad Airways yang menjadi sponsor di Manchester City, Chevrolet yang menjadi sponsor di Mancherster United (MU) hingga Standart Chartered di Liverpool.
Adanya aliran dari sponsor pun ikut membantu klub untuk menyiapkan akademi guna melahirkan pemain-pemain hebat di masa depan terutama timnas Inggris. Sebut saja Trent Alexander-Arnold, jebolan akademi Liverpool yang sukses menembus skuat tim nasional (timnas) Inggris saat ini. Contoh lain, Paul Pobga, jebolan akademi MU saat ini sukses menembus timnas Prancis yang dibawanya ke semifinal Piala Dunia 2018.
Kehebatan liga inggris khususnya klub-klub melahirkan pemain besar tentu berdampak kepada peningkatan level timnas termasuk Inggris.
Sementara di Swedia, pembinaan pemain muda di negara tersebut nampaknya kurang menjadi perhatian.
Akibatnya calon-calon pemain sepakbola di negara tersebut pun menimba ilmu di luar negeri. Sebut saja Zlatan Ibrahimovic yang telah malang melintang bermain di liga eropa seperti Juventus, AC Milan hingga MU. Lalu ada Victor Lindelof yang saat ini bermain juga bermain MU.
Swedia sebenarnya bukan negara miskin, namun dengan kondisi pertumbuhan ekonomi tidak semaju di Inggris nampaknya juga berdampak kepada aliran finansial yang masuk ke liga domestik. Akibatnya klub-klub di liga tersebut pun kurang memberi perhatian lebih dalam membangun skuat timnasnya.
Namun untuk tahun ini, dewi fortuna nampaknya menaungi negara tersebut. Praktis sejak menyingkirkan Italia di babak playoff, laju tim tersebut belum terhenti. Saat ini, Inggris berada di hadapan mereka.
Dengan fakta perbandingan ekonomi hingga skuat timnas yang jauh berbeda, apakah Swedia mampu melanjutkan keberuntungannya? Atau Inggris yang mampu memanfaatkan pemain hebat di skuatnya untuk terus melaju hingga final dan mengulang kesuksesan menjuarai piala dunia pada tahun 1966. Kita tunggu saja pertandingan nanti malam
Artikel Selanjutnya
Keren! Ada Replika Trofi Piala Dunia di Kampung Ini
(ray/ray)