
Piala Dunia 2018
Inggris, Ibu yang Mendamba Anaknya Pulang ke Rumah
Raydion Subiantoro, CNBC Indonesia
12 July 2018 17:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Anak itu sudah lama mengembara. Sudah terlalu lama Sang Ibu tak berjumpa dengannya.
Kisah sedih sepakbola Inggris, ibarat Ibu yang mendambakan anaknya kembali pulang. Bukan dipeluk atau disayang orang lain.
Terakhir, anak itu direngkuh pada tahun 1966. Namun apa mau dikata, setelah itu Sang Anak lebih senang berada dipelukan orang lain.
Tahun ini, sejengkal lagi Sang Ibu bersua dengan anaknya namun momen itu buyar di ketika pertandingan sisa 11 menit lagi. Striker Kroasia, Mario Mandzukic, mencetak gol di menit 100 perpanjangan waktu. Inggris kalah 2-1.
Ibu pun menangis karena lagi-lagi Sang Anak gagal pulang. Football is Coming Home tak terwujud di tahun ini.
Sang Anak malah bisa jadi jatuh ke tangan Kroasia, negara seumur jagung yang baru merdeka pada 1995.
Sepakbola memang diakui berasal dari Inggris, karena itu Negara Ratu Elizabeth ini kerap disebut sebagai Ibu dari permainan kulit bundar.
Legalnya Inggris sebagai negara yang melahirkan sepakbola ditegaskan oleh FIFA. Asosiasi itu menyatakan sepakbola lahir dari Inggris pada 1863, ketika asosiasi PSSI-nya Inggris, The Football Association, terbentuk.
Sebetulnya sampai sekarang Inggris berhasil menjaga marwah sebagai negara kelahiran sepakbola. Kita semua tahu, Liga Inggris adalah kompetisi terketat dan terbaik di dunia.
Nyaris tidak ada isu SARA di liga sana. Kerusuhan yang terlihat pun jarang terjadi. Klub-klub Inggris juga sudah sangat profesional.
Dari sisi komersial, Liga Inggris bisa dijual ke mana-mana. Bahkan, Garuda Indonesia pernah menjadi sponsor Liverpool, meski kala itu tidak punya penerbangan ke Inggris. Sampai sekarang Garuda juga tak membuka penerbangan Jakarta-Liverpool.
Kasarnya, Inggris punya hampir semua hal positif di sepakbola. Negara itu sejatinya menjadi panutan bagi negara lainnya dalam mengembangkan industri sepakbola.
Sialnya, karena sangat majunya sepakbola di sana, Liga Inggris juga menjadi kawah candradimuka pemain bola dari seluruh dunia. Tujuan mereka adalah bermain di klub Liga Inggris. Akhirnya, negara lain juga yang mengambil keuntungan.
Saat pertandingan Prancis vs Belgia di semifinal, ada 14 orang pemain di starting line up yang bermain di Liga Inggris. 4 pemain di Prancis, dan 10 orang di Belgia.
Kroasia sendiri punya 1 pemain sebagai Kartu AS untuk mengalahkan Inggris, dan melangkah ke final: Dejan Lovren, yang mengawal jantung pertahanan Liverpool. Dia pasti tahu bagaimana cara menghentikan Harry Kane untuk mencetak gol.
Kapten Kroasia, Luka Modric, juga pernah bermain di Tottenham Hotspurs sebelum berlabuh di klub Spanyol Real Madrid. Liga Inggris memang menjadi tempat menimba ilmu bagi para legiun asing.
Sisi positifnya, English Premiere League yang kompetitif juga menjadi lokasi menempa para pemain muda Inggris. Mereka tidak perlu berpetualang ke negara lain untuk menjadi pemain hebat.
Terbukti, saat ini rata-rata usia pemain timnas Inggris adalah 26 tahun 18 hari. Bisa dibilang, Inggris memiliki generasi emas yang bisa membawa The Three Lions ke semifinal Piala Dunia 2018 atau yang pertama kali sejak 1990.
Generasi emas di 2018 ini bisa jadi menjadi modal berlaga di Piala Dunia 2016 dan Piala Dunia 2020, untuk membawa Sang Anak kembali ke pangkuan Ibunya.
(ray/roy) Next Article Sepakbola Bikin Kroasia Berpesta
Kisah sedih sepakbola Inggris, ibarat Ibu yang mendambakan anaknya kembali pulang. Bukan dipeluk atau disayang orang lain.
Terakhir, anak itu direngkuh pada tahun 1966. Namun apa mau dikata, setelah itu Sang Anak lebih senang berada dipelukan orang lain.
Ibu pun menangis karena lagi-lagi Sang Anak gagal pulang. Football is Coming Home tak terwujud di tahun ini.
Sang Anak malah bisa jadi jatuh ke tangan Kroasia, negara seumur jagung yang baru merdeka pada 1995.
Sepakbola memang diakui berasal dari Inggris, karena itu Negara Ratu Elizabeth ini kerap disebut sebagai Ibu dari permainan kulit bundar.
Legalnya Inggris sebagai negara yang melahirkan sepakbola ditegaskan oleh FIFA. Asosiasi itu menyatakan sepakbola lahir dari Inggris pada 1863, ketika asosiasi PSSI-nya Inggris, The Football Association, terbentuk.
Sebetulnya sampai sekarang Inggris berhasil menjaga marwah sebagai negara kelahiran sepakbola. Kita semua tahu, Liga Inggris adalah kompetisi terketat dan terbaik di dunia.
Nyaris tidak ada isu SARA di liga sana. Kerusuhan yang terlihat pun jarang terjadi. Klub-klub Inggris juga sudah sangat profesional.
Dari sisi komersial, Liga Inggris bisa dijual ke mana-mana. Bahkan, Garuda Indonesia pernah menjadi sponsor Liverpool, meski kala itu tidak punya penerbangan ke Inggris. Sampai sekarang Garuda juga tak membuka penerbangan Jakarta-Liverpool.
Kasarnya, Inggris punya hampir semua hal positif di sepakbola. Negara itu sejatinya menjadi panutan bagi negara lainnya dalam mengembangkan industri sepakbola.
Sialnya, karena sangat majunya sepakbola di sana, Liga Inggris juga menjadi kawah candradimuka pemain bola dari seluruh dunia. Tujuan mereka adalah bermain di klub Liga Inggris. Akhirnya, negara lain juga yang mengambil keuntungan.
Saat pertandingan Prancis vs Belgia di semifinal, ada 14 orang pemain di starting line up yang bermain di Liga Inggris. 4 pemain di Prancis, dan 10 orang di Belgia.
Kroasia sendiri punya 1 pemain sebagai Kartu AS untuk mengalahkan Inggris, dan melangkah ke final: Dejan Lovren, yang mengawal jantung pertahanan Liverpool. Dia pasti tahu bagaimana cara menghentikan Harry Kane untuk mencetak gol.
Kapten Kroasia, Luka Modric, juga pernah bermain di Tottenham Hotspurs sebelum berlabuh di klub Spanyol Real Madrid. Liga Inggris memang menjadi tempat menimba ilmu bagi para legiun asing.
Sisi positifnya, English Premiere League yang kompetitif juga menjadi lokasi menempa para pemain muda Inggris. Mereka tidak perlu berpetualang ke negara lain untuk menjadi pemain hebat.
Terbukti, saat ini rata-rata usia pemain timnas Inggris adalah 26 tahun 18 hari. Bisa dibilang, Inggris memiliki generasi emas yang bisa membawa The Three Lions ke semifinal Piala Dunia 2018 atau yang pertama kali sejak 1990.
Generasi emas di 2018 ini bisa jadi menjadi modal berlaga di Piala Dunia 2016 dan Piala Dunia 2020, untuk membawa Sang Anak kembali ke pangkuan Ibunya.
(ray/roy) Next Article Sepakbola Bikin Kroasia Berpesta
Most Popular