Piala Dunia 2018
Uruguay-Prancis: Veteran Berpengalaman vs Pemuda Bertalenta
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 July 2018 15:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Selain Brasil vs Belgia, babak perempat final Piala Dunia 2018 juga menyajikan partai seru lainnya, yaitu Uruguay berhadapan dengan Prancis. Uruguay, skuad yang tulang punggungnya sudah mulai renta, menghadapi Prancis yang diisi darah-darah muda.
Tim Uruguay saat ini masih mengandalkan pemain-pemain berpengalaman, seperti Fernando Muslera, Diego Godin, dan tentunya duet Luis Suarez-Edinson Cavani. Mereka sudah bersama sejak Piala Dunia 2010. Tahun yang gila, menurut Cavani.
Saat itu, mereka memang mencapai puncak penampilan. Uruguay melaju sampai ke semifinal, dikalahkan oleh sang calon runners-up, Belanda. Kala itu, Uruguay dipuji sekaligus dicaci.
Uruguay dipuji karena penampilan yang impresif dan menawan khas Amerika Latin. Namun, mereka juga dicaci karena tidak jarang menampilkan aksi kotor. Seolah menghalalkan segara cara untuk menang.
Contohnya kala menghadapi Ghana di perempat final. Saat terjadi kemelut di depan gawang, Suarez bertingkah bak kiper dengan menangkap bola yang seyogianya masuk ke gawang Uruguay.
Suarez memang mendapat ganjarannya, yaitu kartu merah dan Uruguay pun dihukum tendangan penalti. Namun, Asamoah Gyan yang menjadi eksekutor gagal menunaikan kewajiban, tendangannya membentur tiang gawang.
Padahal kalau saja penalti itu masuk, Ghana akan menjadi negara Afrika pertama yang mencapai semifinal Piala Dunia. Soalnya, setelah sepak Gyan wasit langsung meniup peluit panjang dan pertandingan harus diselesaikan melalui adu penalti.
Ghana kalah dalam drama tos-tosan itu, Uruguay pun melaju ke semifinal pertama mereka di Piala Dunia dalam 40 tahun. Suarez dipuja bagai martir oleh publik dan penggemar Uruguay karena 'pengorbanannya' membuahkan hasil maksimal. Namun bagi kebanyakan orang, Suarez tidak lebih dari seorang yang licik dan jahat karena mengaburkan mimpi sebuah negara melalui cara culas.
Oleh karena itu, wajar ketika Cavani menyebut 2010 sebagai tahun yang gila. Tahun penuh gairah dan kegembiraan.
Itu sudah delapan tahun lalu. Muslera, Godin, Cavani, dan Suarez kembali memperkuat Uruguay di Rusia 2018. Mereka mungkin masih punya semangat, tetapi usia tentu tidak bisa bohong.
Suarez mungkin masih cepat, tapi tidak mungkin secepat sewindu yang lalu. Suarez juga sudah semakin matang, sehingga tidak lagi meledak-ledak dan licik. Gairah Uruguay sudah tidak seseru di Afrika Selatan.
Meski demikian, Uruguay masih bisa bicara banyak di Rusia 2018. Sejauh ini, Uruguay melaju relatif mulus hingga ke perempat final. Lawan yang lumayan merepotkan hanya Portugal di fase 16 besar, itupun bisa dilalui tanpa perpanjangan waktu apalagi adu penalti.
Rusia 2018 mungkin menjadi Piala Dunia terakhir bagi Muslera, Godin, Cavani, atau Suarez. Tentunya mereka akan menunjukkan performa terbaik sebelum tirai panggung ditutup.
Tim Uruguay saat ini masih mengandalkan pemain-pemain berpengalaman, seperti Fernando Muslera, Diego Godin, dan tentunya duet Luis Suarez-Edinson Cavani. Mereka sudah bersama sejak Piala Dunia 2010. Tahun yang gila, menurut Cavani.
Saat itu, mereka memang mencapai puncak penampilan. Uruguay melaju sampai ke semifinal, dikalahkan oleh sang calon runners-up, Belanda. Kala itu, Uruguay dipuji sekaligus dicaci.
Contohnya kala menghadapi Ghana di perempat final. Saat terjadi kemelut di depan gawang, Suarez bertingkah bak kiper dengan menangkap bola yang seyogianya masuk ke gawang Uruguay.
Suarez memang mendapat ganjarannya, yaitu kartu merah dan Uruguay pun dihukum tendangan penalti. Namun, Asamoah Gyan yang menjadi eksekutor gagal menunaikan kewajiban, tendangannya membentur tiang gawang.
Padahal kalau saja penalti itu masuk, Ghana akan menjadi negara Afrika pertama yang mencapai semifinal Piala Dunia. Soalnya, setelah sepak Gyan wasit langsung meniup peluit panjang dan pertandingan harus diselesaikan melalui adu penalti.
Ghana kalah dalam drama tos-tosan itu, Uruguay pun melaju ke semifinal pertama mereka di Piala Dunia dalam 40 tahun. Suarez dipuja bagai martir oleh publik dan penggemar Uruguay karena 'pengorbanannya' membuahkan hasil maksimal. Namun bagi kebanyakan orang, Suarez tidak lebih dari seorang yang licik dan jahat karena mengaburkan mimpi sebuah negara melalui cara culas.
Oleh karena itu, wajar ketika Cavani menyebut 2010 sebagai tahun yang gila. Tahun penuh gairah dan kegembiraan.
Itu sudah delapan tahun lalu. Muslera, Godin, Cavani, dan Suarez kembali memperkuat Uruguay di Rusia 2018. Mereka mungkin masih punya semangat, tetapi usia tentu tidak bisa bohong.
Suarez mungkin masih cepat, tapi tidak mungkin secepat sewindu yang lalu. Suarez juga sudah semakin matang, sehingga tidak lagi meledak-ledak dan licik. Gairah Uruguay sudah tidak seseru di Afrika Selatan.
Meski demikian, Uruguay masih bisa bicara banyak di Rusia 2018. Sejauh ini, Uruguay melaju relatif mulus hingga ke perempat final. Lawan yang lumayan merepotkan hanya Portugal di fase 16 besar, itupun bisa dilalui tanpa perpanjangan waktu apalagi adu penalti.
Rusia 2018 mungkin menjadi Piala Dunia terakhir bagi Muslera, Godin, Cavani, atau Suarez. Tentunya mereka akan menunjukkan performa terbaik sebelum tirai panggung ditutup.
Next Page
Prancis yang Muda, Berbakat, dan Mahal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular