Piala Dunia 2018

Serba-serbi Babak 16 Besar Piala Dunia 2018

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
05 July 2018 17:46
Serba-serbi Babak 16 Besar Piala Dunia 2018
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Jika Piala Dunia 2018 di Rusia mengajarkan kita sesuatu, hal itu tentu saja adalah bahwa 'penguasaan permainan' bukanlah lagi hukum pasti yang menentukan kemenangan dalam sepakbola.

Penguasaan permainan yang dulunya dianggap sebagai jalan pasti menuju kemenangan, kini justru lebih sering berakhir dengan kekalahan, yang membawa tim keluar dari turnamen.

Rusia Selamat dari 'Kematian Sepakbola'

Spanyol rata-rata membukukan penguasaan bola 69% dalam empat pertandingan, namun penguasaannya naik menjadi 75% dalam pertandingan 16 besar melawan Rusia, menurut statistik FIFA, dilansir dari CNBC International.

Sayangnya hal tersebut tidak berujung kemenangan maupun pujian, karena Spanyol kalah dalam adu penalti saat melawan tim tuan rumah. Dalam pertandingan tersebut Spanyol terhitung melakukan 1.000 umpan dalam 120 menit pertandingan namun hanya mencetak sembilan tembakan ke gawang.

David de Gea memang memiliki reputasi besar di Liga Premier Inggris saat bergabung dalam tim Setan Merah, Manchester United, tetapi kiper Spanyol itu kebobolan enam dari tujuh gol yang dihadapinya di Piala Dunia ini.

Kenyataannya, justru rekan Rusia-nya Igor Akinfeev-lah yang muncul sebagai pahlawan, karena berhasil menghalau dua gol dalam adu penalti ketika Rusia terus berusaha membuktikan timnya bukanlah tim dengan peringkat terendah dalam kompetisi.

Messi Menyerah Pada Mbappe Muda yang Suka Berpura-Pura

Argentina bernasib sedikit lebih baik, setelah berjuang melalui tiga pertandingan pertama dan harus tersingkir, di mana mereka dikalahkan oleh Prancis di babak 16 besar. Tim Tango mengakhiri turnamen dengan rata-rata penguasaan permainan 64%.

Pemain depan Prancis, Kylian Mbappe, masih berusia 19 tahun tetapi dua golnya dan penampilannya yang mengalahkan Lionel Messi, menjadikan Prancis sebagai tim yang berhasil tampil dengan peforma terbaiknya di Piala Dunia tahun ini.

Pemain Paris Saint-Germain, yang secara teknis masih dipinjam dari Monaco itu, menjadi remaja pertama yang mencetak dua gol di Piala Dunia, yang terakhir kali berhasil dilakukan oleh Pele dari Brasil pada tahun 1958.

Prancis memenangkan pertandingan dengan skor 4-3, meski hanya menguasai bola 41% selama pertandingan. Jika hal itu terdengar kontra-intuitif, maka kemenangan menuju 16 besar Uruguay atas Portugal akan terasa lebih luar biasa.
Tim didikan manajer Uruguay, Oscar Tabarez, hanya menguasai 39% bola tetapi berhasil menang 2-1 melawan Portugal, yang menampilkan superstar sepakbola Cristiano Ronaldo yang sulit ditandingi. Pertandingan itu lebih tampak seperti rencana permainan yang dijalankan dengan sempurna.

"Ada asumsi keliru yang sangat sering dibuat yaitu bahwa penguasaan bola mengarah ke peluang mencetak gol," kata Tabarez. "Tetapi bahkan jika Anda tidak memiliki banyak penguasaan bola, Anda masih bisa menyerang lawan dengan cara yang berbeda."

Adu Penalti Heroik yang Penuh Emosi

Kroasia dan Denmark membuat sejarah dalam Piala Dunia dengan menjadi tim pertama yang mengambil bagian dalam adu penalti di mana lima penalti berhasil digagalkan.

Kasper Schmeichel menggagalkan dua tendangan penalti Kroasia dalam adu penalti, plus satu lagi dari Luka Modric di perpanjangan waktu, tetapi timnya tetap saja kalah. Rekan sesama kiper beda timnya, Danijel Subasic, menggagalkan tiga gol luar biasa dan mengirim Kroasia ke perempat final.

Piala Dunia mungkin akan berakhir untuk Denmark, tetapi ayah Kasper yang juga mantan kiper Denmark, Peter Schmeichel masih memuji apa yang disaksikannya.

Peter Schmeichel sendiri memenangkan 129 caps internasional dari tahun 1987 hingga 2001, tetapi baru menyaksikan rekor Piala Dunia 533 menit tanpa kemasukan gol turnamen berhasil dicapai putranya di Piala Dunia Rusia 2018. Belgia memuncaki grup Piala Dunia dan menjadikan timnya disebut sebagai tim yang sulit di tandingi. Namun, itu tidak berlaku pada putaran pertandingan 16 besar melawan Jepang, negara dengan peringkat rendah (peringkat ke 58) di daftar FIFA.

Jepang tidak pernah mencetak gol kekalahan dalam sejarah Piala Dunia sebelumnya sampai pertandingan ini, tetapi berhasil menjebol gawang dua kali dalam waktu empat menit, dan hampir mencapai kemenangan yang dirasa tidak mungkin.

Namun, Belgia berhasil menjadi tim pertama (sejak terakhir kali Jerman Barat pada tahun 1970) yang membalikkan kekalahan dua gol di Piala Dunia, di sisa 30 detik dari akhir waktu tambahan untuk menjadi pemenang. Gol Nacer Chadli adalah gol kemenangan di menit 90 kesembilan, di Piala Dunia ini. Hanya ada 10 gol seperti itu dalam lima turnamen sebelumnya jika digabungkan.

Neymar Bawa Brasil Ke Perempat Final

Brasil masuk ke perempat final untuk turnamen ketujuh berturut-turut dan terlihat membaik di setiap pertandingan. Pusat peluangnya adalah pemain depan Neymar, yang merupakan pemain paling kotor di turnamen (23), yang berhasil mencetak dan menyumbang gol dalam kemenangan 2-0 melawan Meksiko.

Neymar mungkin membuat penikmat sepak bola kebingungan antara memuji keahlian sepakbolanya atau kesal karena keahlian dramanya di lapangan, namun tetap saja Neymar masih digemari, terbukti dari jumlah pengikut Instagramnya yang lebih dari 98 juta. Swedia lolos ke Piala Dunia setelah menang di pertandingan ulang (playoff) melawan Italia dan telah membuktikan tempat itu pantas dengan memuncaki grup, yang ada Jerman di dalamnya. Swedia telah menyapu bersih tiga dari empat pertandingan sejauh ini.

Tim ini dikucilkan saat melawan Swiss dan mungkin masih belum memiliki keunggulan kelas dunia yang pernah dimilikinya saat masih menyertakan Zlatan Ibrahimovic. Namun, meskipun begitu tim ini merupakan kesatuan yang kuat dan satu tim yang senang karena mengaku menguasai permainan, meski kenyataannya Swiss menguasai hampir 2/3 bola, namun tetap saja Swedia menang.

Inggris Mengakhiri Penalti yang Membuat Patah Hati

Mengingat sejarah pertandingan 16 besar melawan Kolombia sebelumnya, rekam jejak Inggris di Piala Dunia adalah bertanding tiga kali dan kalah tiga kali juga. Namun, statistik itu kini berubah, setelah tendangan Eric Dier berhasil menghancurkan kutukan tersebut dan mengirim tim didikan manajer Gareth Southgate itu ke perempat final.


Inggris belum pernah memenangkan pertandingan yang ditentukan oleh tendangan penalti di Piala Dunia dalam 12 tahun ini dan baru menang dua kali sejak tahun 1990. Keputusan Southgate untuk memainkan tim yang disebut-sebut lemah dalam pertandingan grup final melawan Belgia, kini justru menuai pujian karena berhasil membersihkan nama tim, di mana Inggris menghindari Brasil, Perancis, Uruguay, dan Belgia, kemungkinan hingga akhir.

Sepakbola memang bukan tentang kekalahan, tetapi pasti menuju ke arah itu.
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular