Internasional

Piala Dunia Buat Produsen Bendera di Bangladesh Susah Tidur

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
23 May 2018 16:12
Piala Dunia Buat Produsen Bendera di Bangladesh Susah Tidur
Foto: Reuters
Merajnagar, CNBC Indonesia - Para produsen bendera di Bangladesh mengalami pekan perdagangan yang sibuk menjelang Piala Dunia, ironisnya tidak ada satupun yang tertarik dengan bendera negara itu. Semuanya rela mengeluarkan uang demi membeli bendera-bendera kecil atau yang disebut panji untuk mendukung Lionel Messi dari Argentina dan Neymar dari Brazil.

Pengusaha percetakan tekstil, Kamal Hossain, adalah pemilik salah satu dari sejumlah bengkel kecil, panas, dan gerah di distrik Merajnagar, Dhaka. Ia bekerja sekuat tenaga memproduksi bendera dan panji untuk pasar lokal menjelang turnamen sepakbola yang dilaksanakan di Rusia bulan Juni mendatang.

"Selama dua bulan terakhir saya bekerja tanpa henti," kata Hossain, tulis AFP.

"Ada hari-hari di mana saya tidak bisa tidur bahkan untuk dua jam saja," tambah pria berusia 40 tahun ini. Ia mengaku jarang sekali mengangkat kepalanya dari mesin cetak.

Bangladesh adalah negara yang secara tradisional memainkan olahraga cricket. Namun setiap empat tahun sekali, negara dengan 160 juta populasi ini menggilai Piala Dunia. Tim nasionalnya sendiri berada di peringkat ke-197 dunia dari 202 negara menurut Federasi Sepakbola Internasional (FIFA).


Bendera Argentina dan Brazil memenuhi jalanan. Semua percetakan di Merajnagar berharap dapat memproduksi ratusan ribu bendera sebelum turnamen dimulai di Moskow tanggal 14 Juni.

Rumah-rumah pun diubah menjadi pabrik percetakan dan penjahitan karena pesanan mengalir dari berbagai penjuru negara.

"Setiap hari kami mencetak dan membuat ribuan bendera. Hari ini kami sudah mencetak 11.000 panji Argentina," kata Hossain.
Penggemar di seluruh Bangladesh menyelenggarakan prosesi pelambaian bendera untuk menghormati tim kesukaan mereka. Pekan lalu, misalnya, sebuah video yang menunjukkan pendukung Argentina melakukan aksi turun ke jalan dengan membawa bendera negara Amerika Latin sepanjang 200 meter di kota sebelah barat laut Madarganj menjadi viral di media sosial.

Negara yang tergolong miskin itu pertama kali melihat tayangan langsung pertandingan Piala Dunia di tahun 1982.

Namun, ketika Diego Maradona seorang diri membantu Argentina memenangkan piala di turnamen tahun 1986, sepak bola mulai mengakar di Bangladesh. Begitu juga dengan tim kesukaan mereka yang baru.

"Kegilaan terhadap Argentina masih kuat. Maradona pergi, tetapi Messi adalah bintang baru," kata Faruq Mia, seorang penjual bendera yang datang dari distrik tetangga Narayanganj ke Merajnagar untuk kulakan.

Mia membeli 500 bendera pekan lalu dan memperoleh laba yang besar, jadi dia butuh 500 bendera lagi. Dia sendiri mendukung Argentina.

Pemilik pabrik Selim Howlader memperkirakan akan menjual beberapa ratus ribu bendera karena "demam Piala Dunia datang lebih cepat di negara ini, beberapa bulan sebelum terselenggara".

"Di tahun 2014, saya menjual lebih dari 80.000 bendera. Sebagian besar laku selama Piala Dunia atau beberap hari sebelum penyelenggaraan. Sekarang saya menjual 2.000-2.500 bendera besar dan 10.000 panji dalam sehari, dan Piala Dunia masih beberapa bulan ke depan," kata pebisnis berusia 33 tahun itu.

Howlader mempekerjakan 25 karyawan. Dia mengatakan total 2.000 orang bekerja di pabrik-pabrik bendera Merajnagar.


Jam kerja panjang

Sejauh ini, tim Messi dan Neymar mendominasi daftar pesanan Howlader. "Argentina dan Brazil adalah dua tim yang paling populer di Bangladesh," katanya.

"Saya bahkan dapat pesanan untuk membuat bendera Argentina sepanjang 50 kaki (15 meter). Kedua tim ini punya pendukung paling banyak di negara kami. Jerman, Spanyol, dan Portugal adalah tim populer lainnya."


Sekitar empat juta orang bekerja di 4.500 pabrik pakaian Bangladesh, yang menyediakan pakaian senilai miliaran dolar kepada para peritel papan atas di seluruh dunia.

Namun, grup pakar dan hak asasi berkata meski sudah ada perkembangan perbaikan kondisi bagi para pekerja garmen di negara itu, mereka masih menghadapi jam kerja panjang, lingkungan bekerja yang bahaya, dan upah sangat rendah.

Ledakan pesanan bendera seperti sekarang ini berarti pendapatan tambahan bagi para pekerja kurang mampu, seperti Nargis Akhter, 28 tahun, dan suaminya Mohammad Iqbal yang bekerja di pabrik milik Howlader.

"Rata-rata setiap harinya kami menghasilkan 3.000 taka [US$35 atau Rp 497.061]," kata Iqbal. Rata-rata pabrik garmen memberi upah sekitar $70 untuk hasil pekerjaan selama satu bulan, tergolong upah terendah di dunia untuk pekerjaan semacam itu.

"Saya berharap kegilaan bendera ini masih berlanjut untuk bulan-bulan yang akan datang," kata Akhter sambil tersenyum.
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular