Internasional
Permintaan Trump pada China Tak Masuk Akal
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
23 May 2018 12:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Permintaan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump agar China memangkas defisit dagang AS sebesar US$200 miliar (Rp 2.839 triliun) dalam dua tahun adalah permintaan yang sulit dipenuhi secara politis.
Permintaan itu juga bertentangan dengan hukum ekonomi.
Pada hari Selasa (22/5/2018), sang presiden menarik kembali komentar dari Menteri Keuangan Steven Mnuchin yang telah beredar sepanjang akhir pekan lalu. Mnuchin pada dasarnya menyebut telah terjadi "gencatan senjata" di tengah perang dagang antara AS dengan China.
Sebelumnya, pemerintah Trump mengancam akan memberlakukan tarif tinggi terhadap produk-produk China yang masuk ke AS, kecuali bila Beijing menurunkan surplus dagangnya dengan AS sebesar $200 miliar di tahun 2020.
"Tahun lalu, kami rugi $500 miliar dalam perdagangan dengan China," kata Trump, dengan menyebut angka yang salah, dalam konferensi pers tanggal 23 Maret dilansir dari CNBC International. "Kita tidak bisa membiarkannya terjadi."
Sebenarnya, perhitungan Trump meleset lebih dari $100 miliar.
Tahun lalu, AS mengimpor produk China senilai $505 miliar (termasuk ponsel, komputer, sepatu, dan peralatan dapur), kemudian mengekspor barang ke China senilai $130 miliar dengan pesanan terbesar untuk pesawat dan kedelai. Selisihnya sekitar $375 miliar.
Keseimbangan dagang sebuah negara dihitung dari selisih antara nilai semua komoditas yang diimpor dari satu mitra dagang dan semua yang diekspor kembali ke negara itu. Defisit perdagangan muncul ketika nilai impor lebih tinggi daripada nilai ekspor, baik dalam hal produk maupun jasa.
Belum jelas apakah defisit perdagangan merugikan perekonomian AS yang sedang menikmati ekspansi terpanjangnya dalam sejarah.
Trump juga mengabaikan bertambahnya keuntungan dagang yang dinikmati AS dengan layanan yang disediakan China, termasuk berbagai hal dari perjalanan sampai perbankan.
Ketika sebuah keluarga China jalan-jalan ke Disneyland menggunakan maskapai Amerika atau seorang mahasiswa China membayar uang kuliah ke universitas Amerika, sebenarnya kedua hal itu menambah surplus perdagangan untuk AS. Tahun lalu, neraca perdagangan jasa dengan China mencatatkan surplus hingga $36,8 miliar.
Namun, pemerintahan Trump ngotot China harus mengambil langkah untuk memangkas surplus perdagangan barangnya di tahun 2020. Bahkan jikapun hal yang tidak mungkin terjadi, yaitu pemerintah China menyepakati pergeseran besar dalam kebijakan perdagangan, hal itu tidak mungkin bisa mengurangi surplus dagang sebesar $200 miliar dalam waktu dua tahun.
Satu-satunya cara untuk membuatnya mungkin terjadi adalah dengan mengurangi impor AS dari China dengan jumlah tersebut atau meningkatkan ekspor AS ke China. Alternatif lainnya adalah kombinasi dari keduanya.
China tidak memiliki kendali yang besar terhadap permintaan produk dan jasa dari AS, termasuk pengiriman ponsel senilai lebih dari $70 miliar. Jika AS memberlakukan tarif ke produk China, belum jelas apakah konsumen akan membeli lebih sedikit ponsel. Namun yang pasti, mereka harus membayar lebih mahal.
Meningkatkan ekspor AS senilai $200 juta per tahun akan lebih sulit lagi.
"Bahkan jika kami menjual setiap butir kedelai terakhir yang kami miliki atau produksi, itu hanya akan memiliki sedikit kontribusi terhadap $200 miliar itu," kata Stefan Selig, bankir investasi di Bridgepark Advisors, kepada CNBC International.
Hal yang sama juga terjadi terhadap pesawat Boeing ataupun truk Ford. Bahkan jika China memutuskan untuk membeli produk manufaktur AS senilai $200 juta, dengan tingkat pengangguran AS yang berada di bawah 4% akan tidak mungkin menemukan pekerja terampil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan itu.
Meskipun Trump bersikukuh, AS tidak "merugi" $375 miliar dari China. Alasannya dengan uang tersebut, konsumen dan bisnis Amerika menerima produk yang lebih berharga secara kolektif ketimbang semua produk yang China terima dari AS.
Itulah mengapa sebagian besar ekonom melihat ukuran yang lebih luas terkait relasi ekonomi kedua negara yaitu transaksi berjalan, termasuk pemasukan dari luar negeri, investasi, dan transfer modal lainnya. Misalnya, saat sebuah perusahaan Amerika memperoleh laba dari operasi luar negeri, uang tersebut dimasukkan ke saldo transaksi berjalan.
"Yang benar-benar penting adalah surplus transaksi berjalan China yang terus turun sejak 2008 dan mencapai sekitar 1% terhadap produk domestik bruto," menurut Jeffrey Frankel, ekonom di Kennedy School of Government di Harvard University.
(prm) Next Article Impor Anjlok, Waspada Penurunan Kapasitas Industri Domestik
Permintaan itu juga bertentangan dengan hukum ekonomi.
Pada hari Selasa (22/5/2018), sang presiden menarik kembali komentar dari Menteri Keuangan Steven Mnuchin yang telah beredar sepanjang akhir pekan lalu. Mnuchin pada dasarnya menyebut telah terjadi "gencatan senjata" di tengah perang dagang antara AS dengan China.
"Tahun lalu, kami rugi $500 miliar dalam perdagangan dengan China," kata Trump, dengan menyebut angka yang salah, dalam konferensi pers tanggal 23 Maret dilansir dari CNBC International. "Kita tidak bisa membiarkannya terjadi."
Sebenarnya, perhitungan Trump meleset lebih dari $100 miliar.
Tahun lalu, AS mengimpor produk China senilai $505 miliar (termasuk ponsel, komputer, sepatu, dan peralatan dapur), kemudian mengekspor barang ke China senilai $130 miliar dengan pesanan terbesar untuk pesawat dan kedelai. Selisihnya sekitar $375 miliar.
Keseimbangan dagang sebuah negara dihitung dari selisih antara nilai semua komoditas yang diimpor dari satu mitra dagang dan semua yang diekspor kembali ke negara itu. Defisit perdagangan muncul ketika nilai impor lebih tinggi daripada nilai ekspor, baik dalam hal produk maupun jasa.
Belum jelas apakah defisit perdagangan merugikan perekonomian AS yang sedang menikmati ekspansi terpanjangnya dalam sejarah.
Trump juga mengabaikan bertambahnya keuntungan dagang yang dinikmati AS dengan layanan yang disediakan China, termasuk berbagai hal dari perjalanan sampai perbankan.
Ketika sebuah keluarga China jalan-jalan ke Disneyland menggunakan maskapai Amerika atau seorang mahasiswa China membayar uang kuliah ke universitas Amerika, sebenarnya kedua hal itu menambah surplus perdagangan untuk AS. Tahun lalu, neraca perdagangan jasa dengan China mencatatkan surplus hingga $36,8 miliar.
Namun, pemerintahan Trump ngotot China harus mengambil langkah untuk memangkas surplus perdagangan barangnya di tahun 2020. Bahkan jikapun hal yang tidak mungkin terjadi, yaitu pemerintah China menyepakati pergeseran besar dalam kebijakan perdagangan, hal itu tidak mungkin bisa mengurangi surplus dagang sebesar $200 miliar dalam waktu dua tahun.
Satu-satunya cara untuk membuatnya mungkin terjadi adalah dengan mengurangi impor AS dari China dengan jumlah tersebut atau meningkatkan ekspor AS ke China. Alternatif lainnya adalah kombinasi dari keduanya.
China tidak memiliki kendali yang besar terhadap permintaan produk dan jasa dari AS, termasuk pengiriman ponsel senilai lebih dari $70 miliar. Jika AS memberlakukan tarif ke produk China, belum jelas apakah konsumen akan membeli lebih sedikit ponsel. Namun yang pasti, mereka harus membayar lebih mahal.
Meningkatkan ekspor AS senilai $200 juta per tahun akan lebih sulit lagi.
"Bahkan jika kami menjual setiap butir kedelai terakhir yang kami miliki atau produksi, itu hanya akan memiliki sedikit kontribusi terhadap $200 miliar itu," kata Stefan Selig, bankir investasi di Bridgepark Advisors, kepada CNBC International.
Hal yang sama juga terjadi terhadap pesawat Boeing ataupun truk Ford. Bahkan jika China memutuskan untuk membeli produk manufaktur AS senilai $200 juta, dengan tingkat pengangguran AS yang berada di bawah 4% akan tidak mungkin menemukan pekerja terampil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan itu.
Meskipun Trump bersikukuh, AS tidak "merugi" $375 miliar dari China. Alasannya dengan uang tersebut, konsumen dan bisnis Amerika menerima produk yang lebih berharga secara kolektif ketimbang semua produk yang China terima dari AS.
Itulah mengapa sebagian besar ekonom melihat ukuran yang lebih luas terkait relasi ekonomi kedua negara yaitu transaksi berjalan, termasuk pemasukan dari luar negeri, investasi, dan transfer modal lainnya. Misalnya, saat sebuah perusahaan Amerika memperoleh laba dari operasi luar negeri, uang tersebut dimasukkan ke saldo transaksi berjalan.
"Yang benar-benar penting adalah surplus transaksi berjalan China yang terus turun sejak 2008 dan mencapai sekitar 1% terhadap produk domestik bruto," menurut Jeffrey Frankel, ekonom di Kennedy School of Government di Harvard University.
(prm) Next Article Impor Anjlok, Waspada Penurunan Kapasitas Industri Domestik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular