
Internasional
Goldman Sachs: Prospek Fiskal AS 'Tidak Baik'
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
22 May 2018 18:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Prospek fiskal Amerika Serikat (AS) 'tidak baik' dan dapat menimbulkan ancaman bagi kondisi ekonomi negara itu dalam resesi berikutnya, kata Goldman Sachs.
Menurut perkiraan dari kepala ekonom bank investasi tersebut, defisit pemerintah federal akan meningkat dari US$825 miliar (Rp 11.661 triliun) atau 4,1% dari produk domestik bruto / PDB menjadi US$1,25 triliun (5,5% dari PDB) pada tahun 2021. Dan pada tahun 2028, bank itu memprediksikan nilai defisit akan melonjak mencapai US$2,05 triliun (7% dari PDB).
"Membesarnya defisit dan tingkat utang kemungkinan akan meningkatkan tekanan pada suku bunga dan semakin memperbesar defisit. Meskipun kami tidak percaya AS menghadapi risiko terhadap kemampuannya untuk meminjam atau membayar kembali, tingkat utang yang meningkat masih bisa memiliki tiga konsekuensi jauh sebelum keberlanjutan utang menjadi kendala utama." tulis Jan Hatzius, kepala ekonom Goldman, pada hari Minggu (20/5/2018).
Para legislator mengeluarkan paket pemotongan pajak perusahaan dan individu pada bulan Desember, kesepakatan anggaran dua tahun pada bulan Februari, dan rancangan belanja besar-besaran pada bulan Maret yang meningkatkan pengeluaran pemerintah baik untuk program domestik maupun militer, dilansir dari CNBC International.
Mengingat pengeluaran besar dan beban pajak yang lebih longgar, Kantor Anggaran Kongres (Congressional Budget Office/ CBO), pencatat keuangan nonpartisan Capitol Hill, pada bulan April memproyeksikan bahwa utang bisa sama dengan PDB dalam satu dekade ke depan jika Kongres memperpanjang pemotongan pajak ke tingkat yang belum pernah terlihat sejak Perang Dunia II.
CBO mengatakan pertumbuhan ekonomi seharusnya melonjak di atas 3% pada tahun 2018 berkat adanya stimulus tersebut, tetapi percepatannya kemungkinan akan singkat, dan utang yang ditanggung oleh publik akan melonjak menjadi US$28,7 triliun pada akhir tahun fiskal 2028.
Hatzius menulis jika ekonomi mengalami penurunan dalam waktu dekat, maka bisa menciptakan situasi yang genting untuk Kongres, menghambat kemampuan para legislator dalam menyediakan stimulus fiskal tambahan.
"Anggota parlemen mungkin ragu untuk menyetujui stimulus fiskal dalam penurunan berikutnya mengingat defisit anggaran yang sudah cukup besar. Sementara kami mengharapkan pelonggaran kebijakan fiskal tambahan selama siklus penurunan berikutnya, di mana ada peluang bagus dalam pandangan kami bahwa hal itu akan kurang agresif daripada di beberapa resesi terakhir," tambahnya.
Tetapi bahkan jika tingkat utang dan defisit tidak bisa mencegah para anggota parlemen untuk menyetujui stimulus fiskal countercyclical selama resesi berikutnya, keinginan politik untuk menstabilkan tingkat utang kemungkinan akan menahan pertumbuhan selama pemulihan berikutnya, tim Goldman menjelaskan.
"Ekspansi fiskal saat ini ... seharusnya pada titik tertentu memberikan cara yang tidak hanya bersikap netral, yang kami harapkan terjadi pada tahun 2020, tetapi juga untuk pengetatan kebijakan fiskal yang dapat membatasi pertumbuhan," tulis Hatzius.
Akhirnya, ekonom menjelaskan bahwa terlepas dari berapa lama lagi ekspansi saat ini berlanjut, meningkatkan defisit dan utang secara alami akan memberikan tekanan pada suku bunga dan semakin memperlebar defisit.
Menurut proyeksi Goldman Sachs, peningkatan 1 poin persentase dalam defisit anggaran meningkatkan yield obligasi AS bertenor 10 tahun sekitar 20 basis poin ketika ekonomi berada pada atau melebihi tingkat angkatan kerja yang penuh, seperti yang terlihat saat ini.
"Kejutan jelas mungkin terjadi di kedua arah, tetapi kami percaya risiko akan lebih condong ke arah defisit dan lebih besar dari yang diproyeksikan," Hatzius menyimpulkan.
"Sementara kami berharap Kongres pada akhirnya akan mengatasi kesenjangan anggaran yang melebar, tampaknya juga kemungkinan ini akan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan kebanyakan pelaku pasar."
(prm) Next Article Goldman Sachs Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi AS
Menurut perkiraan dari kepala ekonom bank investasi tersebut, defisit pemerintah federal akan meningkat dari US$825 miliar (Rp 11.661 triliun) atau 4,1% dari produk domestik bruto / PDB menjadi US$1,25 triliun (5,5% dari PDB) pada tahun 2021. Dan pada tahun 2028, bank itu memprediksikan nilai defisit akan melonjak mencapai US$2,05 triliun (7% dari PDB).
"Membesarnya defisit dan tingkat utang kemungkinan akan meningkatkan tekanan pada suku bunga dan semakin memperbesar defisit. Meskipun kami tidak percaya AS menghadapi risiko terhadap kemampuannya untuk meminjam atau membayar kembali, tingkat utang yang meningkat masih bisa memiliki tiga konsekuensi jauh sebelum keberlanjutan utang menjadi kendala utama." tulis Jan Hatzius, kepala ekonom Goldman, pada hari Minggu (20/5/2018).
Mengingat pengeluaran besar dan beban pajak yang lebih longgar, Kantor Anggaran Kongres (Congressional Budget Office/ CBO), pencatat keuangan nonpartisan Capitol Hill, pada bulan April memproyeksikan bahwa utang bisa sama dengan PDB dalam satu dekade ke depan jika Kongres memperpanjang pemotongan pajak ke tingkat yang belum pernah terlihat sejak Perang Dunia II.
CBO mengatakan pertumbuhan ekonomi seharusnya melonjak di atas 3% pada tahun 2018 berkat adanya stimulus tersebut, tetapi percepatannya kemungkinan akan singkat, dan utang yang ditanggung oleh publik akan melonjak menjadi US$28,7 triliun pada akhir tahun fiskal 2028.
Hatzius menulis jika ekonomi mengalami penurunan dalam waktu dekat, maka bisa menciptakan situasi yang genting untuk Kongres, menghambat kemampuan para legislator dalam menyediakan stimulus fiskal tambahan.
"Anggota parlemen mungkin ragu untuk menyetujui stimulus fiskal dalam penurunan berikutnya mengingat defisit anggaran yang sudah cukup besar. Sementara kami mengharapkan pelonggaran kebijakan fiskal tambahan selama siklus penurunan berikutnya, di mana ada peluang bagus dalam pandangan kami bahwa hal itu akan kurang agresif daripada di beberapa resesi terakhir," tambahnya.
Tetapi bahkan jika tingkat utang dan defisit tidak bisa mencegah para anggota parlemen untuk menyetujui stimulus fiskal countercyclical selama resesi berikutnya, keinginan politik untuk menstabilkan tingkat utang kemungkinan akan menahan pertumbuhan selama pemulihan berikutnya, tim Goldman menjelaskan.
"Ekspansi fiskal saat ini ... seharusnya pada titik tertentu memberikan cara yang tidak hanya bersikap netral, yang kami harapkan terjadi pada tahun 2020, tetapi juga untuk pengetatan kebijakan fiskal yang dapat membatasi pertumbuhan," tulis Hatzius.
Akhirnya, ekonom menjelaskan bahwa terlepas dari berapa lama lagi ekspansi saat ini berlanjut, meningkatkan defisit dan utang secara alami akan memberikan tekanan pada suku bunga dan semakin memperlebar defisit.
Menurut proyeksi Goldman Sachs, peningkatan 1 poin persentase dalam defisit anggaran meningkatkan yield obligasi AS bertenor 10 tahun sekitar 20 basis poin ketika ekonomi berada pada atau melebihi tingkat angkatan kerja yang penuh, seperti yang terlihat saat ini.
"Kejutan jelas mungkin terjadi di kedua arah, tetapi kami percaya risiko akan lebih condong ke arah defisit dan lebih besar dari yang diproyeksikan," Hatzius menyimpulkan.
"Sementara kami berharap Kongres pada akhirnya akan mengatasi kesenjangan anggaran yang melebar, tampaknya juga kemungkinan ini akan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan kebanyakan pelaku pasar."
(prm) Next Article Goldman Sachs Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi AS
Most Popular