
Dolar AS Menguat, Menperin: Tak Selalu Positif Bagi Industri
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
22 May 2018 12:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa penguatan nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah yang terus terjadi hingga hari ini tidak selalu berpotensi positif bagi industri.
Sebelumnya, beberapa pengusaha industri besar seperti PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengklaim batasan yang aman bagi fluktuasi nilai tukar Rupiah ada di kisaran Rp 13.500-14.000/US$. Mereka berusaha menyeimbangkan antara impor bahan baku serta ekspor kendaraan untuk meminimalisir kenaikan biaya akibat penguatan Dolar.
"Ya kalau namanya pengusaha ya biasa saja merencanakan fluktuasi. Dampaknya pasti ada, apalagi kalau industri besar utangnya sebagian besar pasti [dalam bentuk] Dolar. Jadi kenaikan Dolar AS tidak serta-merta memberikan potensi positif," ujar Airlangga saat ditemui di kantornya, Selasa (22/5/2018).
Airlangga menambahkan, di tengah situasi penguatan Dolar secara terus-menerus, tentu saja upaya menggenjot ekspor harus lebih digalakkan. Namun, dia meyakini bahwa usaha mendorong ekspor tidak bisa dilihat hasilnya dalam jangka pendek.
"Jangka menengah ya, karena yang namanya ekspor itu jangka menengah. Pasar harus disiapkan, produk harus disiapkan. Industri tidak ada yang jangka pendek, semua jangka menengah. Industri kecil pun jangka menengah," tambahnya.
Airlangga pun menekankan bahwa pendalaman struktur industri terus dilakukan oleh pihaknya. Penguatan industri substitusi impor menurutnya akan menghemat banyak devisa negara, sementara dalam waktu bersamaan pengembangan industri berorientasi ekspor harus terus dilakukan untuk menghasilkan lebih banyak devisa baru.
"Pertama, industri itu untuk memenuhi kebutuhan domestik yang tentu perlu pendalaman struktur. Kalau tidak ada industrinya, sudah pasti devisa semua. Tapi dengan adanya pendalaman struktur industri, semakin banyak devisa kita yang bisa diselamatkan. Hilirisasi industri juga untuk menghasilkan devisa. Jadi kegiatan ekonomi substitusi impor menghemat devisa, sementara kegiatan ekspor akan menghasilkan devisa," jelas Menperin.
(roy) Next Article Airlangga : Indonesia Bisa Jadi Hub Otomotif Global
Sebelumnya, beberapa pengusaha industri besar seperti PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengklaim batasan yang aman bagi fluktuasi nilai tukar Rupiah ada di kisaran Rp 13.500-14.000/US$. Mereka berusaha menyeimbangkan antara impor bahan baku serta ekspor kendaraan untuk meminimalisir kenaikan biaya akibat penguatan Dolar.
"Jangka menengah ya, karena yang namanya ekspor itu jangka menengah. Pasar harus disiapkan, produk harus disiapkan. Industri tidak ada yang jangka pendek, semua jangka menengah. Industri kecil pun jangka menengah," tambahnya.
Airlangga pun menekankan bahwa pendalaman struktur industri terus dilakukan oleh pihaknya. Penguatan industri substitusi impor menurutnya akan menghemat banyak devisa negara, sementara dalam waktu bersamaan pengembangan industri berorientasi ekspor harus terus dilakukan untuk menghasilkan lebih banyak devisa baru.
"Pertama, industri itu untuk memenuhi kebutuhan domestik yang tentu perlu pendalaman struktur. Kalau tidak ada industrinya, sudah pasti devisa semua. Tapi dengan adanya pendalaman struktur industri, semakin banyak devisa kita yang bisa diselamatkan. Hilirisasi industri juga untuk menghasilkan devisa. Jadi kegiatan ekonomi substitusi impor menghemat devisa, sementara kegiatan ekspor akan menghasilkan devisa," jelas Menperin.
(roy) Next Article Airlangga : Indonesia Bisa Jadi Hub Otomotif Global
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular