Luhut: CPO Dihambat Eropa, RI Pilih Boeing Daripada Airbus

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
08 May 2018 16:49
Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta Uni Eropa mempertimbangkan larangan biodiesel berbasis CPO.
Foto: Ist/www.boeing.com
Jakarta, CNBC Indonesia - Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu melakukan roadshow ke Uni Eropa untuk mendiskusikan larangan penggunaan biodiesel berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mulai 2021 di Benua Biru.

Luhut mengungkapkan dirinya sempat menyampaikan ke perwakilan Uni Eropa kalau CPO dilarang maka RI akan lebih memilih Boeing asal Amerika Serikat sebagai mitra di dunia aviasi.

"Contohnya, saya sudah sampaikan bahwa kita sudah sepakat meningkatkan kerja sama kita dengan Boeing, daripada Airbus, bila ekspor sawit kita benar-benar dihambat. Tentu kita tetap ingin berbisnis dengan keduanya tapi ini strategi bluffing kita," jelas Luhut dalam seminar di Hotel Borobudur, Selasa (8/5/2018).

Di samping itu, Luhut juga menjelaskan tentang komitmen Indonesia dalam menjaga lingkungan sehingga Uni Eropa tidak perlu khawatirkan adanya deforestasi yang dilakukan industri CPO.

"Saya bicara cukup keras pada Parlemen Uni Eropa, saya katakan jangan mengajari kami soal lingkungan. Mereka menganggap lahan sawit kita akan mengurangi lahan tanaman pangan. Saya katakan, kita juga tidak mungkin membiarkan rakyat kita mengalami kelangkaan pangan," kata Luhut.


Dia menuturkan Indonesia sudah melakukan moratorium penambahan lahan sawit, tidak lebih dari 12 juta hektar, serta fokus pada replanting untuk menggenjot produktivitas lahan dan upaya restorasi lahan gambut yang dilakukan pemerintahan Jokowi.

Luhut juga terus menekankan kontribusi kelapa sawit terhadap perekonomian dan kesejahteraan petani sawit.

Data Kemenko Kemaritiman menunjukkan industri kelapa sawit menyerap 17,5 juta tenaga kerja dan menciptakan kesejahteraan bagi sekitar 2,3 juta petani kecil.


Proporsi perkebunan sawit di tanah air juga sangat berimbang antara perusahaan dan petani, dengan 53% perkebunan swasta, 41% petani kecil, dan 6% perkebunan BUMN.

"Kesejahteraan petani yang menurun karena ekspor CPO yang dihambat bisa menyebabkan kemiskinan yang memperluas radikalisasi. Dampaknya akan kembali kepada mereka, yang tentu tidak ingin ini terjadi," paparnya.

Menurut Luhut, langkah retaliasi adalah opsi terakhir dalam diplomasi sawit Indonesia, karena Indonesia saat ini menikmati surplus perdagangan yang cukup signifikan dengan Uni Eropa. Langkah retaliasi juga dapat memicu aksi balasan yang akan mempengaruhi produk ekspor Tanah Air lainnya.

Sepanjang tahun lalu, kontribusi komoditas CPO terhadap ekspor RI senilai US$ 18,5 miliar dengan volume ekspor 31 juta ton. India menjadi importir terbesar sawit RI dengan 7,6 juta ton, diikuti Uni Eropa sekitar 5 juta ton, dan China sekitar 3,7 juta ton. Di Uni Eropa sendiri, Spanyol, Italia, Belanda, dan Jerman adalah negara destinasi utama ekspor CPO RI.
(ray/ray) Next Article Untuk Roti Sampai BBM, Ini Jenis CPO yang Diekspor RI ke UE

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular