Maslahat Listrik 35 Ribu Megawatt
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
25 April 2018 11:13

Lantas, dengan kondisi seperti ini apakah proyek 35.000 MW sudah tidak penting lagi? Jika bicara angka, ekonomi Indonesia tetap tercatat tumbuh meski dengan laju yang lebih lambat. Setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1%, perlu tambahan pasokan listrik sebesar 1,5% per tahun.
Meski rasio elektrifikasi sudah tinggi, yakni mencapai 95%, dan kapasitas listrik terpasang sudah mencapai 60 GW, konsumsi listrik per kapita Indonesia terhitung masih rendah jika dibagi dengan 260 juta penduduk Indonesia. Konsumsi listrik per kapita Indonesia (berdasarkan data per 2014) merupakan salah satu yang terendah di Asia, yakni 811,90 KwH per Kapita. Dibanding negara-negara ASEAN saja, konsumsi per kapita Indonesia berada di urutan ke-6 di bawah Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Sumber: World Bank, diolah oleh Tim Riset CNBC Indonesia
Dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia, seperti China (3.927,04 KwH/kapita), Jepang (7.819,71 KwH/kapita), Korea Selatan (10.496,51 KwH/kapita), Arab Saudi (9.444,22 KwH/kapita), dan Hong Kong (6.083 KwH/kapita), Indonesia juga masih tertinggal jauh.
Konsumsi listrik per kapita Indonesia yang di kisaran 800-an KwH setara dengan India (805,6 KwH/kapita), dan tipis saja di atas rata-rata konsumsi listrik negara Lower Middle Income sebesar 769,05. Namun secara time series, konsumsi listrik per kapita Indonesia mengindikasikan pertumbuhan yang konsisten positif dari tahun ke tahun, meski melambat pada 2014 (4,99%) dibandingkan dengan periode 2010-2012 yang tumbuh di atas 7%.
Sumber: World Bank, diolah oleh Tim Riset CNBC Indonesia
Anggota Dewan Energi Nasional Tumiran mengimbau untuk hati-hati menyatakan bahwa Indonesia dalam kondisi surplus listrik dengan kondisi saat ini. Menurut data PLN, konsumsi listrik per kapita Indonesia pada 2017 berada di angka 994 kilowatt hour (Kwh).Angka ini jauh lebih rendah dari Malaysia yang mencapai 4.500 Kwh per kapita pada 2014 dan China 2.500 Kwh per kapita.
China sendiri saat itu memiliki kapasitas listrik terpasang hingga 1.600 GW.Kekhawatiran Tumiran ini wajar, karena terdapat korelasi yang kuat antara konsumsi listrik per kapita dengan Indeks Pembangunan Manusia (IDM). Semakin tinggi konsumsi semakin cepat pula pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan target pembangunan sosial suatu negara.
Ambang batas terendahnya ada di angka 500 per Kwh. Angka ini didasarkan pada jumlah pemakaian minimal listrik yang digunakan untuk penerangan dan memompa air. Garis batas untuk membedakan konsumsi listrik antara negara maju dan berkembang ada di angka 4000 Kwh per kapita.
Ini artinya, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang besar untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional.Bicara dari sisi ketahanan dan kedaulatan energi, soal listrik juga tidak bisa dengan mudah dibilang tanpa masalah hanya karena listrik yang terpasang sudah cukup.
Salah satu teori ketahanan energi menekankan prinsip 5S, yakni Supply, Sufficiency, Surety, Survivability, dan Sustainability.Kondisi listrik saat ini, tanpa mengebut program 35.000 MW, masih berada di persoalan supply yakni kecukupan pasokan. Masih harus memastikan soal sufficiency atau ketercukupan sumber energi, surety yakni akses terhadap energi yang mudah dan harga terjangkau, survivability yakni daya tahan energi saat terjadi guncangan atau kondisi luar biasa, dan sustainability yang mempersoalkan pembangunan pembangkit yang ramah lingkungan.Proyek 35.000 MW sebenarnya berupaya menjawab empat faktor di atas.
Dari sisi bauran energi, ada perbaikan dibandingkan dengan program FTP I dan II lalu yang sangat mengandalkan batu bara.Dalam program ini, energi bersih seperti gas, biogas, panas bumi, mendapatkan ruang yang lebih baik dari sebelumnya. Agar tetap terjangkau tarif listriknya, kebijakan seperti membolehkan PLN untuk mengelola wilayah kerja panas bumi pun diberikan.
Untuk ketahanan energi, juga perlu diingat beberapa wilayah yang tercatat defisit pasokan energinya masih berstatus tambalan sementara dengan kapal-kapal pembangkit.Untuk itu, dilihat dari sisi kebutuhan listrik dan kondisi di atas proyek 35 ribu MW masih sangat krusial untuk dilaksanakan. Ini jika pemerintah ingin mencapai kedaulatan energi yang hakiki di mana tidak berpusat pada pasokan listrik saja, tapi juga sumber energi yang lebih ramah dan tidak tergantung dari impor, tarif yang terjangkau, dan tentunya daya tahan dari energi tersebut.*** (gus/gus)
Meski rasio elektrifikasi sudah tinggi, yakni mencapai 95%, dan kapasitas listrik terpasang sudah mencapai 60 GW, konsumsi listrik per kapita Indonesia terhitung masih rendah jika dibagi dengan 260 juta penduduk Indonesia. Konsumsi listrik per kapita Indonesia (berdasarkan data per 2014) merupakan salah satu yang terendah di Asia, yakni 811,90 KwH per Kapita. Dibanding negara-negara ASEAN saja, konsumsi per kapita Indonesia berada di urutan ke-6 di bawah Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
![]() |
Konsumsi listrik per kapita Indonesia yang di kisaran 800-an KwH setara dengan India (805,6 KwH/kapita), dan tipis saja di atas rata-rata konsumsi listrik negara Lower Middle Income sebesar 769,05. Namun secara time series, konsumsi listrik per kapita Indonesia mengindikasikan pertumbuhan yang konsisten positif dari tahun ke tahun, meski melambat pada 2014 (4,99%) dibandingkan dengan periode 2010-2012 yang tumbuh di atas 7%.
![]() |
Anggota Dewan Energi Nasional Tumiran mengimbau untuk hati-hati menyatakan bahwa Indonesia dalam kondisi surplus listrik dengan kondisi saat ini. Menurut data PLN, konsumsi listrik per kapita Indonesia pada 2017 berada di angka 994 kilowatt hour (Kwh).Angka ini jauh lebih rendah dari Malaysia yang mencapai 4.500 Kwh per kapita pada 2014 dan China 2.500 Kwh per kapita.
China sendiri saat itu memiliki kapasitas listrik terpasang hingga 1.600 GW.Kekhawatiran Tumiran ini wajar, karena terdapat korelasi yang kuat antara konsumsi listrik per kapita dengan Indeks Pembangunan Manusia (IDM). Semakin tinggi konsumsi semakin cepat pula pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan target pembangunan sosial suatu negara.
Ambang batas terendahnya ada di angka 500 per Kwh. Angka ini didasarkan pada jumlah pemakaian minimal listrik yang digunakan untuk penerangan dan memompa air. Garis batas untuk membedakan konsumsi listrik antara negara maju dan berkembang ada di angka 4000 Kwh per kapita.
Ini artinya, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang besar untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional.Bicara dari sisi ketahanan dan kedaulatan energi, soal listrik juga tidak bisa dengan mudah dibilang tanpa masalah hanya karena listrik yang terpasang sudah cukup.
Salah satu teori ketahanan energi menekankan prinsip 5S, yakni Supply, Sufficiency, Surety, Survivability, dan Sustainability.Kondisi listrik saat ini, tanpa mengebut program 35.000 MW, masih berada di persoalan supply yakni kecukupan pasokan. Masih harus memastikan soal sufficiency atau ketercukupan sumber energi, surety yakni akses terhadap energi yang mudah dan harga terjangkau, survivability yakni daya tahan energi saat terjadi guncangan atau kondisi luar biasa, dan sustainability yang mempersoalkan pembangunan pembangkit yang ramah lingkungan.Proyek 35.000 MW sebenarnya berupaya menjawab empat faktor di atas.
Dari sisi bauran energi, ada perbaikan dibandingkan dengan program FTP I dan II lalu yang sangat mengandalkan batu bara.Dalam program ini, energi bersih seperti gas, biogas, panas bumi, mendapatkan ruang yang lebih baik dari sebelumnya. Agar tetap terjangkau tarif listriknya, kebijakan seperti membolehkan PLN untuk mengelola wilayah kerja panas bumi pun diberikan.
Untuk ketahanan energi, juga perlu diingat beberapa wilayah yang tercatat defisit pasokan energinya masih berstatus tambalan sementara dengan kapal-kapal pembangkit.Untuk itu, dilihat dari sisi kebutuhan listrik dan kondisi di atas proyek 35 ribu MW masih sangat krusial untuk dilaksanakan. Ini jika pemerintah ingin mencapai kedaulatan energi yang hakiki di mana tidak berpusat pada pasokan listrik saja, tapi juga sumber energi yang lebih ramah dan tidak tergantung dari impor, tarif yang terjangkau, dan tentunya daya tahan dari energi tersebut.*** (gus/gus)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular