Indonesia Darurat Investasi Migas?

Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
17 April 2018 15:36
Investasi di sektor minyak dan gas terhitung masih rendah. Akibatnya, produksi minyak terus menurun sementara tidak ada temuan cadangan minyak baru.
Foto: Dokumentasi ESDM
Jakarta, CNBC Indonesia- Investasi di sektor minyak dan gas terhitung masih rendah. Akibatnya, produksi minyak terus menurun sementara tidak ada temuan cadangan minyak baru dalam skala besar selama sepuluh tahun terakhir.

Dalam acara bincang santai yang digelas oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Senin malam (16/4/2018), isu soal investasi di sektor migas ini pun menjadi topik pembicaraan yang hangat.



Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi memaparkan investasi migas di 2018 ditargetkan sebesar US$ 14,3 miliar. Tapi hingga kuartal I-2018, yang terealisasi baru US$ 2,4 miliar. "Baru 17% dari target. Ini memang tidak seperti yang diharapkan. Tentu ingin naiknya lebih dari 17%, paling tidak 20%," kata Amien.

Indonesia, kata Amien, diidentifikasi memiliki 128 cekungan yang terdapat kandungan hidrokarbon. Dari semua cekungan itu, sebanyak 74 cekungan sama sekali belum tersentuh atau tereksplorasi. "Oleh karena itu diperlukan eksplorasi yang masif baik onshore maupun offshore untuk identifikasi kandungan karbon itu dan bisa diketemukan cadangan migas baru," ujarnya.

Data terakhir dari Kementerian ESDM cadangan minyak diperkirakan habis pada 2030, dengan asumsi produksi sebanyak 800 ribu barel per hari dan tidak ditemukannya lagi cadangan baru.



Menurut Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar cadangan terbukti Indonesia tersisa 3,3 miliar barel. Cadangan terbukti minyak bumi itu bukanlah cadangan yang melimpah. Bila dibandingkan dengan cadangan terbukti minyak dunia jumlah itu setara dengan 0,2%. 

Selain itu, Reserve Replacement Ratio (RRR) Indonesia juga dinilai masih rendah. "Kita hanya mampu RRR 50%. Itu adalah rasio berapa banyak yang kita ambil terhadap berapa banyak (cadangan minyak) yang kita temukan. Kita dua kali lebih banyak mengambil daripada menemukan," kata Arcandra beberapa waktu lalu.

Sementara itu, angka konsumsi minyak kita terus menunjukkan kenaikan. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM mengatakan angka konsumsi rata-rata saat ini mencapai 1,3 juta barel per hari.

Dengan kondisi seperti ini, pemerintah sibuk putar akal agar investor tertarik menyuntikkan modal di sektor migas di Indonesia.



Upaya pemerintah, kata Arcandra, di antaranya adalah dengan memangkas 182 aturan untuk mempermudah perizinan. "Untuk tingkatkan produksi, solusi jangka panjang kami juga ubah fiskal rezim dari cost recovery ke gross split," kata Arcandra.

Hasil dari upaya untuk tingkatkan eksplorasi hari ini, hasilnya akan dituai dalam 6 sampai 10 tahun mendatang. Seperti apa yang terjadi saat ini, kata Arcandra, juga merupakan efek kebijakan 10 tahun lalu.

Sementara itu, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan untuk memancing investor yang diperlukan adalah insentif fiskal. Apalagi saat ini Indonesia memiliki beberapa proyek besar seperti Blok Masela dan Tangguh Train 3. "Kami sudah kaji opsi-opsi insentif yang paling nendang itu tax holiday. Kalau proyek sekaliber itu bisa jalan banyak fabrikasi yang hidup lagi, penerimaan pajak juga bisa tinggi."
(gus/gus) Next Article Asosiasi Migas Minta Penyederhanaan Izin Juga Dilakukan Pemda

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular