
Dampak Cekcok Dagang AS Akan Terbatas untuk China
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
09 April 2018 18:48

Boao, CNBC Indonesia - Peneliti dan media negara China telah mengurangi pembicaraan tentang kecenderungan dampak tindakan dagang Amerika Serikat (AS) terhadap negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu dan menyebut sikap pemerintahan Trump terhadap perdagangan sebagai produk "gangguan kecemasan".
Komentar dari berbagai penasihat pemerintah muncul seraya Presiden AS Donald Trump pada hari Minggu (8/4/2018) memprediksi China akan menarik halangan perdagangannya meskipun China telah bersumpah tidak akan menyerah dalam perang dagang apapun.
Komentar tersebut merujuk pada perselisihan dagang antara kedua negara dengan perekonomian terbesar tersebut sebagai reaksi Washington terhadap pertumbuhan ekonomi China yang pesat.
Pada hari Senin (9/4/2018), seorang peneliti di Badan Perencanaan Negara China mengatakan perekonomian China hanya akan mendapatkan dampak kecil dari cekcok dagang. Hal itu terjadi karena luasnya pasar domestik Negara Tirai Bambu itu bisa mengkompensasi segala dampak eksternal.
"Karena perekonomian China stabil dan membaik [...] cekcok dagang China-AS akan berdampak pada perekonomian kami, tapi dampak itu akan terbatas," kata Wang Changlin, Peneliti di Komisi Pengembangan dan Reformasi Nasional, dalam sebuah akun microblog resmi dari komisi tersebut.
Bahkan dengan tarif AS, China masih bisa meraih target pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 2018, yaitu sekitar 6,5% dan dampak terhadap pekerjanya akan terbatas, tulis Wang.
Fan Gang, seorang ekonom berpengaruh dan penasihat bank sentral China, pada hari Minggu mengungkapkan kemungkinan perang dagang AS seraya perekonomian AS menghadapi tekanan dari perkembangan China yang melaju pesat.
Koran resmi Partai Komunis China pada hari Senin menyebut kebijakan dagang AS sebagai langkah populis dari Trump menjelang pemilu periode pertengahan AS. Namun, langkah tersebut akan berakhir sangat merugikan rumah tangga AS melalui harga konsumen yang lebih tinggi.
"Dalam persepsi dunia, AS dibayangi dengan gangguan kecemasan dan sangat ingin menunjukkan kecemasannya," kata People's Daily dalam sebuah komentar pada hari Senin.
Fokus pekan ini akan tertuju ke komentar-komentar di Boao Forum for Asia, sebuah konferensi perekonomian di Provinsi Hainan. Presiden China Xi Jinping dan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Christine Lagarde akan menyampaikan pidato di acara tersebut pada hari Selasa (10/4/2018).
Diskusi tentang perselisihan dagang juga akan membahas kemungkinan China memanfaatkan kepemilikan utang pemerintah AS yang besar, yang disebut sebagai "pilihan nuklir".
Zhang Yuyan, periset di Chinese Academy of Social Sciences yang merupakan think-tank pemerintah, mengatakan China cenderung tidak akan menjual kepemilikan obligasi negara AS sebagai taktik dalam perselisihan dagang dengan AS.
"Tentang apakah China akan mengurangi cadangan devisanya, bagaimana para pembuat kebijakan memikirkannya, saya tidak tahu. Saya sendiri yakin kemungkinan ini sangat kecil," kata Zhang pada hari Minggu di Boao, dilansir dari Reuters.
Meskipun begitu dalam komentar terpisah, penasehat bank sentral Fan pada hari Senin mengatakan China harus memanfaatkan cadangan modalnya dengan lebih baik. Caranya adalah dengan berinvestasi di aset riil ketimbang utang AS, pernyataan yang menegaskan kembali himbauan dari para ekonom untuk mendiversifikasi kepemilikan asetnya.
"Kami adalah negara berpendapatan rendah, tetapi kami sangat kaya [...] kami harus memanfaatkan modal dengan lebih baik. Daripada berinvestasi di utang pemerintah AS, lebih baik berinvestasi di aset riil," kata Fan di Boao.
China memiliki sekitar US$1,17 triliun (Rp 16.105 triliun) surat utang negara di akhir bulan Januari, hal tersebut membuatnya menjadi kreditur asing AS yang terbesar dan pemilik obligasi pemerintah AS terbesar nomor dua setelah bank sentral AS Federal Reserve/The Fed.
Wakil Menteri Keuangan China pekan lalu berkata bahwa China adalah investor yang bertanggungjawab terhadap cadangan investasinya, sehingga akan mengikuti aturan pasar dalam menginvestasikan cadangannya.
(prm) Next Article Perang Dagang Bisa Lebih Merugikan China Daripada AS
Komentar dari berbagai penasihat pemerintah muncul seraya Presiden AS Donald Trump pada hari Minggu (8/4/2018) memprediksi China akan menarik halangan perdagangannya meskipun China telah bersumpah tidak akan menyerah dalam perang dagang apapun.
Komentar tersebut merujuk pada perselisihan dagang antara kedua negara dengan perekonomian terbesar tersebut sebagai reaksi Washington terhadap pertumbuhan ekonomi China yang pesat.
"Karena perekonomian China stabil dan membaik [...] cekcok dagang China-AS akan berdampak pada perekonomian kami, tapi dampak itu akan terbatas," kata Wang Changlin, Peneliti di Komisi Pengembangan dan Reformasi Nasional, dalam sebuah akun microblog resmi dari komisi tersebut.
Bahkan dengan tarif AS, China masih bisa meraih target pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 2018, yaitu sekitar 6,5% dan dampak terhadap pekerjanya akan terbatas, tulis Wang.
Fan Gang, seorang ekonom berpengaruh dan penasihat bank sentral China, pada hari Minggu mengungkapkan kemungkinan perang dagang AS seraya perekonomian AS menghadapi tekanan dari perkembangan China yang melaju pesat.
Koran resmi Partai Komunis China pada hari Senin menyebut kebijakan dagang AS sebagai langkah populis dari Trump menjelang pemilu periode pertengahan AS. Namun, langkah tersebut akan berakhir sangat merugikan rumah tangga AS melalui harga konsumen yang lebih tinggi.
"Dalam persepsi dunia, AS dibayangi dengan gangguan kecemasan dan sangat ingin menunjukkan kecemasannya," kata People's Daily dalam sebuah komentar pada hari Senin.
Fokus pekan ini akan tertuju ke komentar-komentar di Boao Forum for Asia, sebuah konferensi perekonomian di Provinsi Hainan. Presiden China Xi Jinping dan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Christine Lagarde akan menyampaikan pidato di acara tersebut pada hari Selasa (10/4/2018).
Diskusi tentang perselisihan dagang juga akan membahas kemungkinan China memanfaatkan kepemilikan utang pemerintah AS yang besar, yang disebut sebagai "pilihan nuklir".
Zhang Yuyan, periset di Chinese Academy of Social Sciences yang merupakan think-tank pemerintah, mengatakan China cenderung tidak akan menjual kepemilikan obligasi negara AS sebagai taktik dalam perselisihan dagang dengan AS.
"Tentang apakah China akan mengurangi cadangan devisanya, bagaimana para pembuat kebijakan memikirkannya, saya tidak tahu. Saya sendiri yakin kemungkinan ini sangat kecil," kata Zhang pada hari Minggu di Boao, dilansir dari Reuters.
Meskipun begitu dalam komentar terpisah, penasehat bank sentral Fan pada hari Senin mengatakan China harus memanfaatkan cadangan modalnya dengan lebih baik. Caranya adalah dengan berinvestasi di aset riil ketimbang utang AS, pernyataan yang menegaskan kembali himbauan dari para ekonom untuk mendiversifikasi kepemilikan asetnya.
"Kami adalah negara berpendapatan rendah, tetapi kami sangat kaya [...] kami harus memanfaatkan modal dengan lebih baik. Daripada berinvestasi di utang pemerintah AS, lebih baik berinvestasi di aset riil," kata Fan di Boao.
China memiliki sekitar US$1,17 triliun (Rp 16.105 triliun) surat utang negara di akhir bulan Januari, hal tersebut membuatnya menjadi kreditur asing AS yang terbesar dan pemilik obligasi pemerintah AS terbesar nomor dua setelah bank sentral AS Federal Reserve/The Fed.
Wakil Menteri Keuangan China pekan lalu berkata bahwa China adalah investor yang bertanggungjawab terhadap cadangan investasinya, sehingga akan mengikuti aturan pasar dalam menginvestasikan cadangannya.
(prm) Next Article Perang Dagang Bisa Lebih Merugikan China Daripada AS
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular